Suara azan subuh berkumandang, aku bergegas bangun membersihkan diri, dan mengerjakan kewajiban dua rokaat, biasanya aku ikut sholat berjamaah di masjid, tapi entah kenapa pagi ini rasanya hatiku ingin beribadah di kamar ini. Setelah aku melakukan kewajibanku, aku melanjutkan dengan membaca Alquran, untuk mengisi sisa waktu pagiku sebelum bersiap untuk kembali bekerja. Tapi di saat aku ingin mengakhiri bacaan Alquran ku, aku mendengar suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, aku tahu itu pasti Dina. Aku susul dia, aku pijit tengkuknya dan mengolesi lehernya dengan minyak angin, tapi Dina menolaknya. Aku tau dia tidak akan pernah suka dengan perlakuanku. Tapi bagaimana pun dia butuh pertolongan. Aku berinisiatif membuatkan dia teh hangat, tapi tetap saja dia tidak menyentuh tehnya. Aku tidak ingin banyak bicara dulu padanya, aku tau dia pasti sedang ada masalah saat ini. Lebih baik aku biarkan dia istirahat dulu.
Aku mengganti pakaianku dengan pakaian kemeja dan celana kerjaku, jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi, aku bersiap ingin keluar kamar, tapi aku kembali mendekati Dina.
"Din, mas tidak tau apa yang terjadi dengan kamu, tapi mas harap, cobalah bersikap dewasa dan tenang untuk menghadapi masalah. Mas mau berangkat kekampus dulu, hari ini kamu tidak usah kuliah dulu, nanti tugas dan materi kuliah hari ini biar mas suruh Maria yang membuatkan untuk mu, mas pamit ya. Assalammualikum" ucapku sambil mencium pucuk kepalanya. Tak ada respon apapun darinya. Walaupun Dina tidak pernah suka dengan kehadiranku, tapi aku tetaplah suami sahnya. Aku akan tetap memperlakukan dia dengan penuh kasih sayang.
Aku berjalan menuruni anak tangga, menuju meja makan. Terlihat di sana papa yang sedang menikmati sarapan paginya."Loh Zam, Dina mana, kenapa tidak sarapan bareng kamu?" Tanya papa yang melihatku hanya seorang diri.
"Dina lagi kurang enak badan pa, dia mau istirahat dulu, mungkin Dina kecapean mengerjakan tugas kuliahnya yang di porsir pa"
"Oh ya sudah, papa juga akan berangkat lebih awal, kamu papa tinggal ya." Papa bangkit dari duduknya dan beranjak keluar menuju depan untuk berangkat ke kantor.
"Bi, nanti tolong bawakan makanan buat non Dina ya, saya titip Dina bi, kalau ada apa-apa telfon saya ya bi." Ucap ku meminta tolong pada bibi asisten rumah tangga di sini.
Setelah selesai sarapan aku bergegas keluar membawa tas kerjaku. Aku menaiki sepeda motorku menuju tempat kerja, di mana tempat istriku menuntut ilmunya. Tak butuh waktu lama bagiku, karena menaiki sepeda motor bisa mencari jalan pintas. Aku memasuki ruangan ku dan mempersiapkan berkas materi yang akan aku ajarkan di kelas. Aku teringat dengan istriku, aku menuju ke ruangan kelas istriku, dan mencari sosok temannya Maria. Untung saja dia berada di bangku halaman kelasnya.
"Maria..." panggilku mendekatinya
"Saya pak" jawabnya dengan wajah yang sedikit kaget
"Dina ada menghubungi mu?" Tanyaku to the point yang membuat ekspresi wajahnya seperti bingung dengan pertanyaanku.
"Maksud bapak?"
"Begini, tadi saya ketemu dengan supir pribadinya Dina di depan, katanya Dina tidak masuk hari ini, dan meminta tolong pada kamu untuk membantu dia mengumpulkan materi dan tugas hari ini, kalau sudah siap nanti kamu kasih ke saya biar saya yang antar ke rumahnya."
"Oh gitu ya, Dina gak ada hubungi saya dari kemarin pak."
"Ya sudah saya pamit ya, terimakasih sebelumnya."
Aku pun kembali ke ruanganku dan sudah waktunya juga aku mengajar di kelas anak didikku.
Tiga jam waktu yang sudah ku habiskan di tempat kerjaku ini. Aku beristirahat di ruanganku dan mengambil ponselku, ingin rasanya aku menghubungi langsung Dina, tapi aku yakin pasti dia tidak mau menerima panggilan dariku.
Aku membuka aplikasi berwarna hijau dan melihat storinya terlihat di sana Dina memposting foto kekasihnya, tapi yang membuat aku terkejut dengan isi captionnya "terimakasih untuk pelajaran cinta yang selama ini kamu beri, aku bertahan karenamu, tapi kamu memilih dia" . Aku berpikir sejenak, apa maksud dari kalimat yang di buat Dina, apa dia ada masalah dengan kekasihnya? Apa ini penyebab semalam Dina sampai minum segitu banyaknya? Apa yang harus aku lakukan Din, agar kamu bisa menerima pernikahan kita?Tok..tok..tok
Tiba-tiba ketukan pintu ruanganku terdengar di telingaku, membuat aku sedikit terlonjak dari lamunanku. Aku mempersilahakn orang yang di balik pintu masuk k ruanganku
"Masuk"
"Maaf pak, saya mengganggu bapak, saya hanya ingin menyerahkan ini yang tadi bapak perintahkan ke saya" ucap Maria sambil menyerahkan beberapa buku di mejaku.
Aku tidak menjawab ucapannya, sejenak aku berpikir, apakah Maria tau apa yang terjadi dengan Dina, ingin menanyakan langsung tapi aku ragu."Hmm ia makasih ya Maria, maaf saya merepotkan kamu"
"Tidak masalah pak, kalau begitu saya permisi pak"
"Hmm... Maria, boleh saya menanyakan sesuatu dengan mu?" Tanya ku hati-hati agar Maria tidak curiga, karena aku tidak ingin dia mengetahui hubunganku yang sebenarnya dengan Dina.
"Maaf, bapak mau menanyakan tentang apa pada saya?"
"Kamu boleh duduk dulu, oh ia, apakah kelasmu masih ada sehabis ini?"
"Sudah selesai pak, rencananya sehabis ini saya mau ke rumah Dina, tapi nomor dia tidak bisa di hubungi juga pak, jadi saya berniat pulang saja pak"
"Oh begitu... Begini Maria, kamu kan sahabat Dina, apakah kamu tahu kenapa Dina tidak masuk hari ini?"
"Maaf pak, kenapa bapak menanyakan itu pada saya?"
"Oh tidak apa, saya hanya ingin tahu saja, karena yang saya tahu, Dina termasuk mahasiswa yang tidak pernah absen dengan kuliahnya" kilahku pada Maria, tidak ingin berbohong tapi aku harus pandai mencari alasan agar Maria tidak mengetahui kebenarannya.
"Sebenrnya saya juga tidak tau pasti pak, tadi saya coba hubingi Dina tapi tidak aktif juga nomornya. Tapi semalam dia lagi ada masalah besar dengan kekasihnya. Masalahnya apa sih saya kurang tahu pak, tapi semalam saya menghubunginya berniat menanyakan tugas, tapi yang saya dengar dia menangis, dan saya tanya keberadaannya dia sedang tidak baik pak. Maaf pak saya tidak bisa menceritakan lebih tentang sahabat saya tanpa seijin dia pak."
"Iya kamu benar, tidak sepantasnya saya menanyakan ini pada kamu, maafkan saya yang terlalu lancang. Terimakasih untuk penjelasannya." Ucapku pada Maria sambil membereskan buku-buku di mejaku.
"Baiklah pak, kalau begitu saya permisi."
Setelah Maria keluar dari ruanganku, aku mengambil ponselku dan berniat menelfon bibi saja untuk mengetahui kabar Dina.
"Hallo assalammualikum bi"
"Waalaikumsalam mas, maaf bibi lama angkat telfon mas Azzam, tadi bibi habis dari kamar non Dina mas"
"Ya tidak masalah bi, saya hanya ingin menanyakan kabar Dina bi, gimana keadaannya saat ini bi?"
"Non Dina sudah lebih segar mas, cuma masih kelihatan sedih mas, tapi alhamdulillah non Dina mau memakan sarapan dan makan siangnya yang bibi antar kekamarnya."
"Oke baiklah bi, terimakasih karena bibi sudah merawat istri saya. Kalau begitu telfonnya saya tutup ya bi. Assalammualikum."
Aku menutup telfon dan ingin melangkah ke kantin untuk mengisi perut yang sudah meminta makan. Tapi saat ingin melangkah aku menerima panggilan dari Zahra adik perempuanku.
"Hallo assalamualikum Zahra"
"Waalaikumsalan kak azzam, kakaku yang paling ganteng dan baik hati" ucapnya di sebrang sana
"Ada apa kamu menelfon kaka, pasti ada maunya nih?" Jawabku sambil berjalan menuju kantin, karena aku sudah tidak bisa menahan rasa lapar di perutku lagi.
"Hahaha.. kaka tau saja kemauan adeknya"
"Sudah,sudah tidak usah ketawa seperti itu, jelek tau anak perawan ketawa lebar-lebar."
"Ia maaf kakak.. begini loh kak, rencana bulan depan Zahra mau pulang ke Indonesia, Zahra dapat cuti bekerja selama dua minggu, dan Zahra ingin menghabiskan liburan ini bersama kakak, apa boleh?"
"Ya boleh dong dek, kamu kabari saja kapan mau ke mari, nanti kaka jemput. Sekalian kaka kenalin sama kakak iparmu"
"Cie cie... yang sudah punya istri itu, ya deh ia, aku jadi di nomor duakan, semenjak sudah ada kakak ipar, kaka jarang menelfonku lagi, aku sedih tahu"
"Apaan sih dek, yang jarang menelfon kakak itu kamu, kalau tidak kakak telfon pasti kamu tidak mau nelfon kakak kalau bukan karena ada maunya"
"Kakak sudah deh jangan terus nyudutin Zahra, nanti Zahra gak mau ketemu kakak"
"Ya terserah kamu, kakak sih tidak keberatan" ledekku dari sini, yang aku tau pasti dia kesal dengam ucapanku
"Ahk kakak... sudah lah, kakak gak asik, Zahra matiin telfonnya"
"Kalau mau matikan telfon itu jangan lupa ucapin salam loh adek kakak sayang"
"Assalammualikum kakak Azzam yang baik hati"
"Waalaikumsalam" ucapku sambil mematikan telfon dan lanjut memesan makanan di kantin.
Aku memesan menu nasi ayam penyet dan segelas jus jeruk. Setelah ini masih ada satu kelas lagi yang harus aku ajar. Setelah mengajar aku berniat pulang.
Setelah Dion menerima telfon ia kembali masuk kekamar Dina. Dina yang terduduk di sofa kamarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk mandi karena masih penasaran dengan permintaan papanya."Kamu kenapa tidak jadi mandinya?" Ucap Dion dan duduk disebelah Dina"Dina masih penasaran dengan permintaan papa, kali aja Dina bisa mewujudkan permintaan papa sekarang dan Dina bisa langsung minta liburan ke luar negri" ucap Dina sambil tersenyum bahagiaDion tertawa dengan permintaan Dina. Ia mengelus kepala Dina."Belum juga papa sebutin permintaan papa, malah kamu duluan yang minta di kabulin" ucap Dion sambi
Sudah hampir satu jam Dina turun dari kamarnya. Dino kawatir dengan Dina. Ia menyusul kekamar Dina. Saat Dion mengetuk pintu kamarnya, tidak ada jawaban dari Dina. Dino pun memberanikan diri membuka pintu dan melihat anak semata wayangnya itu tertidur pulas dengan baju yang masih utuh, hijab di kepalanya dan sepatu yang masih melekat di kakinya. Dina tidur dalam posisi telungkup.Dino menghampiri anaknya dan mrngelus kepala Dina yang berbalut hijab syar'i. Hati Dino merasa bahagia melihat perubahan anaknya. Saat Dino mengelus kepala Dina, ternyata Dina terbangun dan membalikkan tubuhnya menghadap papanya."Papa..."ucap Dina saat melihat papanya yang duduk di sampingnya. Dina memeluk papanya, meluapka rasa rindu pada papanya."Sayang, baru beberapa hari gak ketemu papa masa cengen gini sih" ucap Dion sambil mengelus air mata Dina."Dina rindu papa, papa kenapa
Setelah empat hari kepergian Azzam, selama itu pula Dina merasakan rindu pada seseorang, tapi ia enggan untuk mengungkapkan, bahkan pesan dan telfon dari Azzam tidak pernah di pedulikannya. Tapi rasa rindu ini dengan suaranya tidak bisa di pungkirinya lagi. Efek dari itu dia menjadi kurang istirahat, bahkan selera makannya pun menurun. Hari ini Dina jadwal kuliah, dan sedang mengikuti ujian akhir. Mau tidak mau dia harus tetap hadir. Pikirannya hari ini benar-benar kacau, kenapan harus mengingat nama pria itu."Kamu sakit?" Tanya Leo yang menghampiri Dina di ruangan kelasnya. Saat ini jam istirahatnya tapi Dina tidak menggunakan waktunya ke kantin. Ia lebih memilih berada di dalam kelas dengan membaca novelnya."Gak, lagi males aja" ucap Dina
Pagi ini seusai sholat subuh dan membaca ayat Alquran surah Az- Zumar, Dina menyibukkan diri dengan tanaman di belakang rumah. Ia mulai luluh dengan hatinya. Setiap ayat di surah Az-Zumar yang di bacanya subuh tadi membuat hatinya semakin terbuka dan memberikan ruang keikhlasan untuk menjalani hari-harinya."Mba Dina, ini susu coklat panasnya dan brownis coklat" ucap mba Lilis datang dari arah dapur membawa makanan kesukaan Dina"Makasih mba, di letak saja di meja mba, ini masih tanggung" ucap Dina"Iya sarapan dulu mba, biar gak sakit, atau nanti biar Lilis aja yang lanjutin mba" tawar Lilis pada Dina"Iya deh mba, itu t
Sore ini Dina bergegas untuk pulang, saat ini ia masih bingung dengan hatinya. Tidak pernah sebelumnya dia merasakan kegelisahan seperti ini. Sepertinya dia membutuhkan seseorang lagi untuk memecahkan keresahan di hatinya.Ddrrtt.. drtt.. saat ia ingin menaiki taxi ponselnya berbunyi dan melihat siapa yang menelfonnya."Halo Ra" ucap Dina"Assalammualikum Dina, biasakan ucapan salam adikku sayang""Waalaikumsalam, maaf Ra, ada nih nelfon?" Tanya Dina"Aku cuma mau pamitan sama kamu, sebentar lagi aku kembali ke Medan, jangan lu
Setelah bertemu dengan Rara hatiku semakin bingung dengan tindakanku saat ini. Di saat jam mata kuliah berlangsung aku tidak fokus, aku terus saja memikirkan ucapan Rara. Apakah sudah sejauh ini aku berbuat kesalahan. Apa lagi papa yang lebih memilih aku menikah dengan pria pilihannya, apakah benar kalau itu pilihan terbaik buat diriku."Siang nona" sapa Leo yang membuyarkan lamunanku saat aku berjalan menuju kelas."Eh Le, belum pulang ya?" Tanyaku pada Leo"Belum nih, masih menunggu si nona manis ini pulang kuliah, biar bisa jalan bareng lagi" jawabnya sambil tersenyum padaku"Emang aku seperti si manis dari jembatan An
Saat ini Azzam sudah berada di kamar miliknya, dia mempersiapkan setiap kebutuhan yang akan di bawanya nanti. Dan membuat surat permohonan cuti selama tiga hari untuk di kampusnya. Awalnya dia ingin meminta tolong ke Dina untuk menyampaikan surat cutinya ke kampus tempat ia mengajar, tapi telfonnya tidak pernah tersambung, Azzam mencoba mengirim pesan ke Dina tapi pesannya tidak masuk. Ia kembali fokus di pekerjaanya. Dan berniat untuk mengantar surat cutinya langsung ke kampus tempat dia mengajar.Dua puluh menit dia sampai di kampus tempat ia mengajar. Ia langsung keruangan Dosen dan memberikan surat cutinya. Di saat ingin kembali pulang ia tak sengaja melihat Dina sedang berkumpul dengan temannya. Ia mencoba menghubungi kembali tapi tidak ada balasan. Ia memberanikan diri menghampiri Dina, karena dia tidak butuh waktu banyak. Dan Azzam pun tidak mungkin pergi tanpa seizin istrinya."Ekhm... maaf saya mengganggu kegiatan kalian, boleh saya berbicara dengan Dina seben
Saat ini Azzam sedang berada di ruangan Abah. Abah adalah pemilik Yayasan Sekolah tempat Azzam mengajar saat ini. Abah mengutus Azzam untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya selama empat hari."Azzam, Abah ingin kamu mewakili salah satu guru dari Yayasan kita untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya. Abah percayakan ini sama kamu. Abah harap kamu bisa bekerja propesional." Ucap Abah sambil memberikan selembaran undangan seminar"Azzam bersedia bah, kapan Azzam harus berangkat?" Tanya Azzam"Sore nanti kamu akan berangkat dengan rombongan guru-guru SD dan SMP. Kamu perwakilan dari Guru SMA ini.""Iya bah, kala
Kini Dina sudah berada di hotel Fave tempat sepupunya berada. Dia menunggu sepupunya di cafe yang sudah di janjikan. Dina memesan minuman dan memainkan ponselnya. Tidak lama berselang orang yang di tunggunya pun tiba."Hei adikku yang paling cantik" suara Rara yang kuat mengagetkan Dina. Dina berdiri dan memeluk Rara."Kakakku yang paling sibuk, aku rindu" ucap Dina mempererat pelukannya"Hahaha.. maklumlah Din, kamu tahu sendiri kan" ucap Rara sambil melepas pelukan mereka dan duduk saling berhadapan."Bunda gimana kabarnya Ra?" Tanya Dina.