Share

Kenyataan pahit

Saat ini aku sudah memasuki halaman rumah, aku memarkirkan motorku didepan garasi. Rasanya ingin segera membersihkan diri dan bersujud menghadap sang pencipta.

"Mas Azzam" suara seseorang yang memanggil namaku, aku berbalik dan melihat siapa yang memanggil

"Maaf mas, boleh kita bicara sebentar?" Tanya mang Ojin pada ku

"Ia ada apa mang, silahkan kalau mau berbicara" jawabku pada mang Ojin

"Maaf mas kalau saya lancang, kemarin itu saya ketemu non Dina di club, sepertinya dia ada masalah besar. Memang dulu non Dina itu suka bermaim di club, tapi tidak pernah sampai seperti semalam mas. Saya kasian liat non Dina mas, sepertinya dia terpukul sekali dengan keputusan Tommy kekasih non Dina. Apa mas Azzam sudah tau?" Tampak raut wajah yang ragu di lukiskan di wajah mamang. Aku hanya menggelengkan kepalaku bertanda bahwa aku tidak mengetahui masalahnya.

"Tommy kekasihnya non Dina mas, mereka berpacaran lebih kurang delapan tahun. Tapi karena perbedaan agama yang membuat Tuan besar tidak merestuinya. Dulu pernah non Dina bersikeras untuk mengikuti Tommy, dengan cara berpindah agama, tapi semua itu di ketahui oleh Tuan besar. Tuan besar sangat marah, bahkan Tuan pernah menghukum non Dina dengan mengurungnya di gudang selama dua hari, itu juga karena Tuan besar ada meeting penting ke luar negeri jadi non Dina bisa bebas dari gudang. Hanya saja semua yang non Dina punya disita oleh Tuan besar. Sampai-sampai uang sepeserpun non Dina tidak punya. Kejadian itu berlangsung selama seminggu. Selama itu pula non Dina terlihat seperti frustasi, bahkan saya dan bi Asih mencoba untuk menghibur. Sebenarnya non Dina orangnya baik, penurut dan periang. Tapi semenjak nyonya besar meninggal semua berubah, selama ini non Dina di manja oleh nyonya besar. Tuan besar hanya memberi kasih sayang materi saja. Makanya non Dina mencari kasih sayang di luar. Mungkin non Dina pikir kekasihnya Tommy bisa memberi tapi mereka salah. Kemarin saya melihat kekecewaan yang memdalam di wajah non Dina. Seperti kejadian beberapa tahun lalu. Saya harap mas Azzam bisa lebih bersabar lagi untuk menerima kekurangan non Dina. Karena saya yakin mas Azzam pasti bisa memberi kasih sayang itu untuk non Dina."

"Insyaa Allah ya mang, saya akan berusaha" ucapku, karena aku pun bingung harus berkata apa lagi, setelah mendengar penjelasan mang Ojin

"Kalau begitu saya masuk dulu ya mang" pamitku pada mamang. Aku melangkah memasuki rumah mewah ini, melangkah ke kamar dan mengetuk pintu, aku tidak mau membuat Dina terkejut dengan kehadiranku.

"Assalamualaikum" aku masuk ke dalam kamar, melihat sisi kamar, ternyata Dina ada di balkon terduduk sambil melihat kearah luar, dia tidak menyadari kehadiranku di kamar ini. Aku membiarkan dia dan masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri dan berniat untuk sholat empat rokaat. Setelah aku selesai menunaikan kewajibanku, aku masih melihat Dina termenung di balkon, aku coba untuk menghampirinya. "Bismillah ya Allah, berikanlah hamba kata-kata yang bijak sana untuk menghibur istri hamba ya Allah." Batinku sambil berjalan kearah Dina.

"Ehkmmm... maaf boleh mas duduk di sini?" Tanya ku hati-hati. Tapi Dina tetap tidak merespon sapaanku.

"Kalau kamu ada masalah cobalah untuk mengambil wudhu, dan sholat. Jangan menyakiti dirimu sendiri seperti ini."

"Apa pedulimu terhadapku, ini hidupku, tidak berhak kamu mengatur apa mau ku"

"Maaf kalau saya terlalu ikut campur, tapi bukankah itu hak saya juga untuk mengingatkan mu, karna saya suami mu"

"Terus... karena kamu suamiku bisa sesukamu mengatur hidupku, bisa tertawa puas atas apa yang aku alamai saat ini?" Suara Dina semakin meninggi, aku tidak boleh terpancing emosi olehnya.

"Dina, aku malah sedih melihat kondisimu seperti ini, aku berharap kamu bisa ceria lagi dan datanglah mengadu pada Allah."

"Kalau aku sholat apakah Allah akan menjawab doa ku?"

"Serahkan semua ke Allah Din, di jawab atau tidaknya itu kehendak Allah, tapi pasti Allah memberi kita yang lebih baik dari yang kita harapkan."

"Ahkk.. sudahlah aku capek... aku mau istirahat"

"Baiklah, saya tidak akan mengganggu istirahatmu. Saya juga sebentar ingin keluar, ada hal yang ingin saya beli."

"Terserah kamu, apa peduliku" jawabnya ketus.

Saat ini aku berada di sebuah toko buku, aku berniat membeli buku untuk tambahan refrensi mengajarku, tiba-tiba aku melihat sebuah buku yang menarik perhatianku. Aku teringat kalau Dina punya hobi membaca, ya aku tau itu dari koleksi novel yang ia punya. Tidak salah kalau aku belikan beberapa buku untuknya, mungkin saja bisa menghilangkan rasa jenuhnya dengan membaca buku ini. Aku membeli dua buku untukku dan dua buku untuk Dina. Setelah apa yang aku dapatkan aku berjalan keluar toko buku. Di sebrang toko buku terlihat sebuah toko cake and cookies, aku kembali teringat dengan Dina, dia sangat suka dengan cemilan coklat, aku menyebrang jalan dan masuk ke toko untuk melihat kue-kue yang tersaji dalam steling. Ada beberapa kue yang sangat menggoda, semoga saja Dina suka dengan kue pilihanku. Aku meminta pelayan mengambil brownis coklat dan cookies coklat 1 toples. Dan membayar di kasir. Setelah itu aku kembali ke parkiran sepeda motorku untuk kembali ke rumah.

Sepuluh menit perjalanan aku sampai didepan rumah, terlihat papa juga yang baru turun dari mobilnya.

"Assalammualaikum pa.." sapa ku pada papa dan menyalam tangan papa yang hendak berjalan ke pintu untama rumah ia berjalan sambil menenteng jas kerjanya.

"Waalaikumsalam, eh kamu Zam, dari mana kamu?"

"Dari toko buku pa, sekalian singgah ke toko kue"

"Banyak banget kamu beli kuenya?"

"Hmm... ia pa, sengaja di banyakin belinya karena Dina kan suka coklat pa" jawabku sambil tersenyum

"Ya sudah papa masuk kekamar dulu ya, papa mau istirahat, lumayan melelahkan pekerjaan papa hari ini" ucap papa sambil berlalu menuju kamarnya.

"Ya, nanti Azzam suruh bi Asih antar kuenya ke kamar papa aja ya,"

"Tidak usah Zam, nanti habis Sholat papa ke dapur saja sekalian makan, soalnya papa dari siang juga belum sempat makan"

"Ia pa" kemudian aku meninggalkan kamar papa yang sudah menutup pintu kamar. Aku menuju dapur dan memberi sebungkus makanan yang aku beli tadi untuk dihidangkan di meja makan dan untuk bi Asih dan mang Ojin. Setelah dari dapur aku melangkah ke lantai dua menuju kamar.

Aku masuk seperti biasa mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

"Assalammualaikum" aku masuk ke kamar dan merasa hatiku sangat damai, istriku Dina dia sedang bersujud di hadapan Allah, aku bersyukur pada Allah karena Dina mau mendengar ucapan ku, aku tau ini adalah hal yang pertama dia lakukan setelah sekian tahun tak pernah melakukannya. Semoga aja Dina bisa tetap menjadi wanita solehaku ya Allah, batinku.

Aku meletakan buku dan kue yang ku beli di meja kerjaku, aku ingin membersihkan diri dulu, sambil menunggu Dina selesai sholat. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat Dina sudah duduk di depan meja riasnya, aku tersenyum dan menghampirinya.

"Alhamdulillah mas senang liat kamu kembali sujud di hadapan Allah, seberat apapun masalah kita tetaplah ingat Allah"

"Hmm.." respon Dina

"Oia tadi mas habis dari toko buku, terus ada liat beberapa buku yang cocok buat kamu"

"Ngapain repot-repot beli segala, kalau aku pengen aku bisa beli sendiri kok" jawabnya ketus padaku

"Ya mas tau kamu bisa beli apa aja yang kamu mau, tapi tadi mas gak sengaja liat judulnya kaya menarik untuk kamu"

"Kenapa tidak kamu aja yang baca?"

"Ini tuh novel buat perempuan Din, mas juga sudah beli kok bukunya buat mas, ya kalau kamu tidak mau tidak apa, nanti kamu letak saja di meja kerja mas. Oia ini mas ada beliin kamu brownis coklat, kamu suka kan?"

"Sok tau kamu" selalu jawaban ketus yang aku dapat darinya, tapi tidak membuat hatiku kecewa.

Aku membuka kemasan brownisnya dan memberikannya ke Dina.

"Udah ahk gak usa sok-sok mau nyuapi aku. Ntar juga aku makan kalau aku mau"

"Ya udah mas letak di sini ya, mas juga mau mengerjakan materi buat besok di kampus. Eh ia hampir mas lupa. Ini ada titipan dari Maria, kumpulan beberapa materi dan tugas hari ini. Bisa kamu pelajari dan kerjakan buat di kumpul besok."

"Ya terimaksih, nanti aku pelajari" Dina kembali berjalan ke balkon kamar dan duduk di sana, aku tak tau apa yang menjadi pikirannnya, tapi aku coba setenang mungkin untuk mengajak dia mengobrol. Aku kembali ke meja kerja ku dan menyiapkan materi untuk besok. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponsel Dina. Tak tau siapa yang menelfonnya, tapi sepertinya Dina berbicara serius dengan seseorang yang menelfonnya. Aku tidak mau berprasangka buruk tentangnya. Sudah satu jam aku mengerjakan materi dan sebentar lagi adzan magrib. Biasa aku sholat di masjid hingga isya. Aku bergegas mengganti baju ku dan memakai sarung. Aku pamit pada Dina yang masih duduk di balkon.

"Dina, mas ke masjid dulu ya, kamu kalau mau makan, makan saja duluan, mas sepertinya sampai isya d masjid karena mau sekalian mengajar anak-anak juga."

"Iya" jawabnya singkat, aku melangkah keluar, sebelumnya aku mencium pucuk kepala Dina, kebiasaan yang aku lakukan beberapa hari ini, tapi dia tidak menolaknya. Aku berjalan keluar dan menuju masjid.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status