Share

Lelahnya Jadi Starla

Tidak ada yang melebihi keterkejutan Radev maupun Starla saat ini selain kedatangan Ajeng yang muncul tanpa aba-aba. Bahkan perempuan itu tidak mengetuk pintu sebelumnya.

Tidak mau Ajeng berpikiran yang macam-macam mengenai apa yang dilihatnya, Starla mendorong Radev hingga terpisah dari dekapannya.

“Mbak Ajeng, jangan salah paham. Tadi saya hampir terjatuh karena kepala saya pusing tapi untung Pak Radev menolong saya.” Starla buru-buru menjelaskan pada tunangan atasannya.

Ajeng hanya melirik Starla sekilas tanpa berkata apa-apa. Lantas perempuan itu memberi seluruh atensinya pada Radev.

Starla yang tahu diri meminta izin pada Radev untuk keluar dari ruang kerja laki-laki itu.

“Dasar centil,” kecam Ajeng setelah dirinya tinggal berdua dengan Radev.

“Siapa?”

“Asisten kamu.”

“Dia bukan centil, tapi ramah,” jawab Radev mengoreksi.

Starla terkenal sebagai pegawai paling cantik, baik, dan ramah di seantero Casanova Garment. Dan oleh sebab itulah diam-diam Ajeng mencemburuinya. Apalagi sebagai asisten pribadi hampir dua puluh empat jam Starla mendampingi Radev dan melayani segala kebutuhannya.

“Tapi dia sudah kelewatan. Dia nggak bisa membedakan batasan antara bos dan karyawan,” ucap Ajeng lagi yang hampir mati terbakar cemburu setelah menyaksikan kejadian tadi.

“Kelewatan gimana?” tanggap Radev yang tidak setuju dengan pemikiran tunangannya.

“Dia tuh manfaatin kedekatan kalian. Lama-lama ngelunjak tuh anak,” kesal Ajeng dengan wajah bersungut-sungut. “Bisa nggak sih, Dev, dia dipecat aja?” pintanya membujuk laki-laki itu.

Radev yang sejak bicara dengan Ajeng memakukan mata ke layar gawai mengangkat wajahnya kala mendengar ucapan perempuan itu.

“Aku nggak mungkin memecat dia. Starla kerjanya bagus, lagian susah nyari asisten yang benar-benar cocok sama aku,” jawab Radev menolak mentah-mentah ide tunangannya lalu kembali fokus pada gawainya.

Ajeng menahan napas lalu memendam sendiri kekesalannya di dalam hati atas penolakan Radev.

Sementara itu Starla sudah berada di ruangannya. Kondisinya belum berubah malah cenderung memburuk. Tidak seharusnya ia bekerja dalam keadaan seperti sekarang.

Saat gadis itu sedang memijit-mijit pelipisnya, pintu ruangannya dibuka dari luar. Kia—teman dekat sekaligus rekan kerjanya melangkah masuk.

“Lo kenapa, La? Sakit?” tanyanya saat melihat wajah pucat Starla.

Starla menjauhkan tangan dari pelipis, lalu menyunggingkan senyum tipis seakan tidak ada apa-apa.

“Gue baik-baik aja. Kenapa?”

“Tapi muka lo pucat kayak mayat. Masa lo bilang baik-baik aja.”

Starla mengusap pipinya pelan. “Oh ini, gue lupa pake blush on.” Tentu ia berbohong. Kia tidak perlu tahu apa yang telah terjadi padanya.

Kia menatap Starla lebih lekat lalu memutuskan untuk percaya pada perkataan Starla.

“Ngomong-ngomong lo nggak ke luar nemenin Pak Boss?”

“Dia nggak ke mana-mana. Besok mau berangkat bisnis trip ke Shanghai.”

“Lo nggak ikut?”

“Ih, ngapain gue ikut?”

“Kan lo sekretarisnya.”

Sebagai asisten pribadi Radev, Starla sering diajak ke manapun lelaki itu pergi. Tapi untuk kali ini entah mengapa Radev tidak membawanya.

Saat keduanya sedang asyik mengobrol, internal phone di ruangan Starla berbunyi. Starla menjangkau gagang telepon tersebut dari kursinya.

“Halo, dengan Starla di sini.”

“Ke ruangan saya sekarang.”

“Baik, Pak.” Starla menyanggupi kemudian keluar dari ruangannya menuju ruang kerja Radev.

Ajeng masih berada di sana. Perempuan itu memasang tampang masam saat Starla datang.

“Iya, Pak, ada yang harus saya kerjakan?” tanya Starla pada Radev.

“Pakaian dan barang-barang saya sudah kamu siapkan?”

“Sudah, Pak.”

“Yakin nggak ada yang ketinggalan?”

“Saya udah triple check, Pak. Semua perlengkapan Bapak lengkap di sana.”

“Good.”

Ajeng mendengkus pelan di tempat duduknya. Apa pun yang dilakukan Starla membuatnya sangat cemburu. Bahkan untuk keperluan pribadinya Radev juga mengandalkan sang asisten. Tapi ia juga tidak bisa berbuat banyak.

***

“Kok Mama yang masak? Memangnya si anak manja ke mana, Ma?” tanya Tantri pada Mayang yang sedang menyiapkan menu makan malam untuk mereka.

“Dia belum pulang, mungkin masih kelayapan.” Mayang merotasi bola matanya geram.

“Ngelacur lagi?”

“Mana Mama tahu. Mungkin.”

“Malah bagus kan, Ma, biar uang jajan aku nambah.”

Keduanya lalu tertawa cekikikan menghina Starla atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya.

Starla yang baru pulang langsung menuju ruang belakang dan langsung mendapat sambutan yang membuat dirinya tersinggung.

“Dari mana aja lo? Ngelacur lagi?” Tantri melipat tangan di dada sambil memindai saudara tirinya dari puncak kepala sampai ujung kaki.

Starla mengabaikan adik tirinya dan menanyakan makanan untuk ayahnya.

“Nasi untuk Papa biar aku yang antar, Tante.”

“Kamu dari mana? Kenapa jam segini baru pulang?” Mayang menanyakan pertanyaan yang sama padanya.

“Dari kantor, Tante. Hari ini aku agak sibuk.” Tadi Starla sengaja berlama-lama di kantor. Ia tidak ingin terlalu cepat berada di rumah yang ‘panas’ seperti di neraka. Andai saja tidak ada papanya, Starla tidak akan Kembali lagi ke rumah itu.

“Uang semesteran Tantri udah mau jatuh tempo. Jadi kapan mau dibayar?”

Starla mengembuskan napas. Seharusnya itu bukanlah kewajibannya, tapi entah mengapa dirinya diposisikan sebagai tulang punggung di keluarga itu.

“Lusa aku bayar.” Starla menjawab pelan kemudian pergi membawa makanan untuk ayahnya. Namun, ia masih sempat mendengar ancaman adik tirinya yang tidak tahu diri.

“Awas aja kalo sampe telat dan bikin gue malu!”

Beginilah rutinitasnya setiap hari. Setelah lelah bekerja seharian Starla juga harus mengurus ayahnya yang seperti mayat hidup. Starla baru memiliki waktu untuk beristirahat setelah ayahnya tertidur.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bininya Matty
Kalau cerita jahanamiah nyai zizi juaranya!! Bikin awet muda karena misuh2 🫠
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status