Share

Pekerjaan Ringan Gajinya Besar

Pagi ini Starla kerja seperti biasa. Ia datang lebih awal dibanding karyawan lainnya. Setelah masuk ke ruangannya, Starla menemukan sebuah map di meja. Ia tidak tahu siapa yang meletakkan di sana. Tapi karena penasaran Starla membukanya.

“Nggak mungkin …” Gumaman terdengar dari mulutnya.

Di dalam map itu terdapat selembar kertas yang ternyata adalah surat pemecatan dirinya. Mendadak detak jantungnya mengencang membaca isi  surat itu. Starla tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Radev memecatnya tiba-tiba sedangkan Starla merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia selalu bekerja dengan baik karena CEO-nya itu adalah tipe atasan yang perfeksionis.

“Pak Radev pasti salah. Ini bukan surat untukku. Aku harus menanyakannya sekarang.”

Membawa surat tersebut, Starla meninggalkan ruangannya. Ia menuju ruangan Radev. Namun setibanya di sana ia menemukan ruangan tersebut dalam keadaan kosong melompong. Di saat itulah ia baru menyadari bahwa Radev tidak masuk hari ini karena berangkat ke Shanghai. Tanpa menunggu lagi ia langsung menelepon Radev. Tapi nomor seluler pria itu tidak bisa dihubungi.

Starla tidak sanggup membayangkan bagaimana hidupnya setelah ini—kehilangan pekerjaan di saat dirinya adalah tulang punggung keluarga satu-satunya.

Dengan hati yang sedih dikemasinya barang-barang miliknya tanpa ada yang tertinggal. Starla mulai berpikir bisa saja Radev memecatnya karena tidak ingin peristiwa one night stand mereka diketahui orang lain dan beritanya tersebar ke mana-mana.

Setelah selesai mengemasi semuanya Starla keluar dari ruangan. Ia menemui rekan kerjanya yang lain dengan maksud berpamitan.

“La, mau ke mana?” Kia keheranan saat melihat jinjingan di tangan kanan dan kiri Starla.

“Gue dipecat,” jawab Starla lesu.

“Dipecat?” Kia serta Octa dan Lian yang juga merupakan rekan kerja Starla terkejut mendengarnya.

“Kenapa dipecat?”

“Lo bikin salah apa memangnya?”

“Seingat gue kerja lo bagus. Salahnya di mana coba?”

Rentetan pertanyaan itu yang Starla tidak tahu jawabannya.

“Gue nggak tahu. Tiba-tiba nemu surat ini di meja.” Starla menunjukkan surat pemecatannya itu.

Kia mengambil dari tangan Starla lalu membaca bersama dengan dua teman yang lain. Ternyata sahabat mereka benar-benar diberhentikan mulai hari ini. Tapi di surat itu tidak disebutkan apa alasan pemecatan Starla.

“Pak Radev kok gitu sih? Kenapa dia main pecat lo sembarangan? Mana alasannya nggak disebutin.”

“Ya udahlah, kalau dia mecat gue berarti gue udah ngelakuin kesalahan yang sangat fatal,” jawab Starla pasrah. Starla khawatir akibat desakan teman-temannya ia jadi terbawa emosi yang mengakibatkannya kelepasan bicara mengenai malam panasnya dengan Radev.

“Terus lo mau kerja di mana, La?” tatap Kia prihatin. Ia tahu persis bagaimana keadaan keluarga Starla.

Mendapat pertanyaan itu Starla hanya bisa diam. Jangankan untuk memikirkan pekerjaan selanjutnya, mendapat surat pemecatan dengan begitu mendadak membuatnya syok bukan kepalang.

“Gue juga belum tahu mau kerja di mana, nanti gue pikirin lagi. Ya udah, gue pamit ya.”

Keempatnya lalu berpelukan melepas Starla dengan berat hati.

Starla memandang gedung kantornya sekali lagi sebelum meninggalkan tempat itu. Tidak bisa dijabarkan sebesar apa kesedihannya. Sudah bertahun-tahun lamanya Starla bekerja di sana. Walaupun bekerja dengan Radev membuatnya kehilangan banyak waktu untuk diri sendiri, akan tetapi Starla sangat membutuhkan pekerjaan itu.

Starla menaiki taksi dengan badan lesu lalu duduk begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Pikirannya berkecamuk. Perasaannya kalut. Rasanya Starla ingin kabur saja. Ia tidak sanggup menghadapi ibu tirinya di rumah nanti.

“Kita mau ke mana, Mbak?” Supir taksi menanyakannya lantaran Starla belum menyebutkan tujuannya.

Starla termangu sesaat sebelum memberi jawaban, “Keliling aja dulu, Pak.”

“Keliling ke mana, Mbak?” Supir taksi kebingungan karena Starla tidak memiliki tujuan yang jelas.

“Mutar-mutar dulu, Pak, nanti kalau saya sudah bosan baru pulang ke rumah.”

Aneh, pikir si supir, namun tak urung mengikuti kemauan Starla.

Selama dalam perjalanan Starla merenung sendiri memikirkan bagaimana kehidupannya setelah ini. Ia memiliki banyak tanggungan. Mulai dari biaya pengobatan ayahnya yang rutin setiap bulan, cicilan bank, dana pendidikan adik tirinya serta biaya hidup sehari-hari.

“Mbak, kita ke mana lagi?” Suara supir taksi memutus lamunan Starla. Sudah lama mereka berputar-putar tanpa arah tujuan.

Kalau saja bukan karena argometer yang terus bertambah, Starla masih ingin melanjutkan perjalanan mereka.

“Ke rumah saya, Pak,” jawabnya tanpa semangat sembari menyebutkan alamat tempat tinggalnya.

“Baik.” Supir taksi memutar arah menuju kediaman Starla.

***

Rumahnya terlihat sepi saat Starla tiba di sana. Membawa tubuhnya yang lemas, Starla melangkah dengan perlahan.

Mayang adalah orang pertama yang ditemuinya. Perempuan itu memberi Starla tatapan tajam.

“Baru jam segini udah pulang?” ujarnya tidak suka.

Starla memang selalu berada pada posisi serba salah. Mayang selalu marah-marah jika Starla pulang malam. Perempuan itu juga tidak suka jika Starla sudah berada di rumah lebih awal.

“Aku diberhentikan, Tante,” jawab Starla lirih.

“Diberhentikan gimana?”

“Aku dipecat dari pekerjaanku.”

Jawaban Starla membuat Mayang terkejut bukan main. Ekspresi perempuan itu berubah seratus delapan puluh derajat. Matanya yang besar terbeliak lebar.

“Kenapa bisa dipecat?!” pekiknya emosi.

“Aku nggak tahu, Tante. Tadi pagi saat tiba di kantor aku menemukan surat pemecatan di atas meja. Bosku sedang ke luar negeri dan nggak bisa dihubungi.”

“Pasti kamu sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal sampai dipecat.”

Starla tidak menjawab kata-kata ibu tirinya. Melawan sama artinya dengan membakar emosi Mayang.

“Tante tuh lagi ngomong sama kamu, Starla!” ucap perempuan itu lagi lantaran Starla tidak meresponnya.

“Aku juga nggak tahu apa kesalahanku, tiba-tiba aku dipecat.”

“Kalau sudah begini bagaimana? Kita harus makan apa? Dan jangan lupakan uang semester Tantri. Pokoknya Tante nggak mau tahu. Belum lagi cicilan bank yang hampir jatuh tempo. Tante nggak mau rumah ini disita. Kamu harus dapat pekerjaan baru secepatnya!”

Omelan ibu tirinya membuat kepala Starla bertambah sakit. Andai saja bisa ia ingin menghentikan waktu barang sejenak agar terlepas dari beban berat yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabnya.

***

Seminggu berlalu tanpa terasa. Starla sudah berusaha melamar pekerjaan ke mana-mana, tapi sampai saat ini ia masih belum mendapat panggilan.

“Jadi nganggurnya mau sampai kapan?!”

Bentakan ibu tirinya bersama pintu yang dibuka dengan kasar membuat Starla terkesiap. Sudah sejak tadi ia sibuk dengan laptopnya mencari lowongan pekerjaan.

“Aku udah usaha, Tante, tapi masih belum ada panggilan,” jawab Starla menjelaskan.

“Setiap ditanya selalu itu alasan kamu. Cicilan bank sama uang kuliah Tantri sudah jatuh tempo. Lusa jadwal berobat papamu yang cacat itu. Apa kamu mau pengobatannya dihentikan? Tante sih nggak masalah. Malah Tante bersyukur kalau dia mati. Jadi nggak ada lagi beban keluarga ini.”

“Tante, tolong jaga ucapan Tante,” jawab Starla membalas ucapan ibu tirinya. “Walau bagaimanapun Papa adalah suami Tante. Dulu di saat Papa hidup senang Tante sangat menyayangi dia. Tapi sekarang Tante memperlakukan Papa seperti sampah.”

Mayang mendengkus sambal melipat tangan di dada. Ia tidak pernah menyayangi Roni. Ia hanya menginginkan uang dan hartanya. Dulu saat pria itu sedang berada di masa kejayaan, Mayang adalah sekretaris Roni. Roni menikahi Mayang tak lama setelah istrinya meninggal. Setelahnya Roni mulai sakit-sakitan hingga terserang stroke. Uang dan hartanya pun terkikis sampai habis.

“Sekarang kalau kamu memang sayang sama Papa kamu, ikut dengan Tante.”

“Ke mana, Tante?” tanya Starla ingin tahu.

“Tante punya teman. Dia bakal kasih pekerjaan untuk kamu dan gajinya juga besar.”

“Kerja apa?” dahi Starla berkerut dalam memikirkan jenis pekerjaan yang bergaji besar itu.

“Nanti kamu pasti tahu. Yang jelas pekerjaannya ringan tapi gajinya besar."

Starla terpaksa menurut saat Mayang menarik tangannya untuk ikut dengannya karena ia benar-benar butuh pekerjaan.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lucky Ari
starla terlalu gegabah, udh bilang jgn minum ll mabuk dan wkt diksh cek kenapa ngga dimanfaatin utk lunasi hutang dan biaya yg lain khan bs punya tabungan terlalu sombong sdh mabuk bikin salah sendiri ll check dibuang salah sendiri ceritanya mau dibuat sedih tp terlalu bodo setelah dipecat, mau mati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status