“Jawab telepon saya, Starla. Penting!”
Sebuah pesan muncul sesaat setelah ponsel Starla selesai berdering.
Sepuluh kali missed call, lima pesan singkat dari seseorang bernama Radev.
Starla mendengkus kesal. Bosnya itu tidak berhenti menghubunginya. Seharusnya hari ini adalah hari liburnya, tapi tetap saja dia diganggu oleh urusan pekerjaan.
Diabaikannya pesan singkat itu, lalu ditaruhnya kembali ponsel tersebut ke dalam tas. Starla tidak akan membiarkan malam ini rusak, sebab hari ini adalah malam kencan spesial bersama pria yang sudah dekat dengannya beberapa bulan terakhir.
“Starla, apa yang terjadi? Kamu nggak suka makanannya? Nggak enak ya?” tanya Lando begitu melihat Starla tampak tidak nyaman.
“Enak kok, Lan, aku suka.” Starla buru-buru menjawab kemudian sengaja mengalihkan topik obrolan. “By the way, kamu mau ngomong apa?” Starla menegakkan tubuhnya, senyum manis terukir di bibirnya, berusaha mengembalikan keadaan.
Tanpa disangka Lando menggenggam lembut tangannya. Membuat Starla terkesiap, wajahnya merona merah.
“Starla, sudah lama aku tertarik padamu. Aku ingin kita menjalin hubungan yang lebih serius. Apa kamu mau menjadi ke—“
TING!
Di tengah suasana yang sedang romantis-romantisnya, ponsel Starla berbunyi lagi menginterupsi keduanya.
“Kalau kamu nggak angkat telepon saya, gaji kamu saya potong!”
Mata Starla melebar membaca pesan itu. Benar-benar bosnya sangat menyebalkan! Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan ancaman itu. Ini sangat serius. Ia tidak bisa membiarkan gajinya dipotong. Keluarganya bergantung padanya, dan ia membutuhkan biaya untuk pengobatan ayahnya.
“Lan, aku ke toilet sebentar ya,” izin Starla terburu-buru.
Lando mengangguk pelan.
Radev tidak pernah main-main dengan ancamannya. Dalam sekejap Starla langsung melesat dari mejanya.
“Halo, Pak.”
“Starla, saya ada di Broken Wings, temui saya di sini,” perintah Radev menyebutkan nama tempat hiburan malam.
“Tapi, Pak—"
“Ke sini atau bulan ini kamu hanya menerima setengah gaji!”
Klik!
Belum Starla sempat menjawab, bosnya itu sudah memutus panggilan sepihak. Starla hanya bisa mengelus dada. Benar-benar rasanya ingin memaki.
Keluar dari toilet, Starla kembali ke area utama restoran.
“Lan, maaf, aku harus pergi sekarang, ada hal penting yang harus aku lakukan,” ucapnya dengan perasaan tidak enak.
Lando memasang wajah masam. Mendadak suasana hatinya memburuk. Starla mengerti sebab ini bukan pertama kalinya terjadi, dan itu karena hal yang sama, Radev.
Meski merasa kecewa tapi Lando membiarkan Starla pergi.
Di dalam taksi menuju Broken Wings Starla menghela napasnya. Lagi-lagi kencannya gagal akibat CEO-nya yang sangat perfeksionis dan suka menyusahkan bawahan.
Selama bertahun-tahun bekerja sebagai personal assistant Radev membuat kebebasannya terenggut, sampai ia pun sulit memiliki waktu pribadi untuk mencari pasangan.
Teringat pada Lando yang sudah ditinggalkannya begitu saja sebelum kencan mereka selesai, Starla kembali merasa bersalah, padahal Lando begitu baik padanya.
Starla mengambil ponsel dari dalam tasnya, memutuskan untuk mengirimkan Lando pesan.
“Lan, sebagai ganti malam ini, bagaimana kalau besok kita makan siang bersama? Aku tunggu kabar darimu.”
Sesampainya di lokasi Starla langsung melihat Radev di salah satu VIP table. Lelaki itu sedang bersama partner bisnisnya dan dikelilingi banyak wanita.
Starla berdecih. ‘Di mana-mana yang namanya laki-laki sama saja. Asal punya uang mereka bisa membeli wanita manapun.’
Starla kemudian mendekat ke arah gerombolan tersebut. Melihat sang sekretaris datang, Radev langsung mengenalkan pada rekannya.
“Pak Johan, Pak Doni, kenalkan ini Starla, asisten saya.”
Starla mengulurkan tangannya untuk berjabatan. Ia tersenyum sopan. Namun, Starla merasa tidak nyaman saat Johan menyambut tangannya dengan gestur seduktif dan melirik nakal menggodanya.
“Jadi ini sekretaris plus-plus Pak Radev? Kapan-kapan kalau saya mau nyoba boleh kali ya?”
Rahang Radev mengeras begitu mendengar ucapan salah satu rekan bisnisnya.
“Maaf sekali, Pak Johan, anda salah sangka. Starla ini sudah lama kerja dengan saya. Dia murni sekretaris yang bekerja secara profesional untuk saya. Dia sama sekali bukan seperti yang ada di dalam pikiran Bapak. Mungkin Bapak yang punya sekretaris plus-plus dan biasa tidur dengan mereka. Saya nggak serendah anda,” sanggah Radev dengan nada tegas sehingga rekan kerjanya merasa tidak enak hati sendiri.
“Oh, maaf, Pak Radev, jangan diambil hati. Saya hanya bergurau. Tadi sampai mana pembahasan kita?” Johan buru-buru mengalihkan topik demi menetralkan suasana. Namun, diam-diam pria itu merasa sakit hati karena ucapan Radev.
Starla tidak menyangka jika Radev akan membelanya di depan teman-teman lelaki itu. Ia pikir Radev akan bersikap dingin dan tidak peduli seperti biasa.
Mereka terus berbincang ditemani bergelas-gelas minuman.
“Starla, kamu nggak minum?” tanya Radev melihat Starla diam saja.
“Sepertinya Bapak lupa, saya yang akan mengantar Bapak pulang nanti.”
Starla sedang bicara ketika lensa matanya menangkap seseorang yang ia kenal sedang bermesraan dengan seorang wanita.
“Pak, saya ke toilet sebentar.”
Bangkit dari duduknya setelah meminta izin pada Radev, Starla berjalan menuju orang itu.
Ternyata Starla tidak salah, orang yang dilihatnya adalah Lando. Sambil menahan rasa marah Starla menyiram laki-laki itu dengan segelas anggur.
Lando dan perempuan bersamanya menjadi panik lalu memisahkan diri. Lando sangat terkejut saat tahu bahwa Starlalah yang mengguyurnya.
“Brengsek kamu, Lan! Kamu bilang ingin menjalin hubungan yang serius denganku. Tapi apa yang kamu lakukan sekarang?”
“Kamu siapa berani-beraninya menyiramku?” balas Lando marah dan pura-pura tidak mengenal Starla.
“Dan sekarang kamu bersikap seakan kita nggak pernah kenal. Apa sih maksud kamu?” ujar Starla lagi dengan menahan rasa sakit dan kecewa.
Lando membuang napas panjang sebelum membalas perkataan Starla. Sadar kalau trik pura-pura tidak kenal tidak akan mempan, ia pun berhenti bersandiwara.
“Memangnya apa yang kamu harapkan dariku? Lihat dirimu, kamu hanya wanita yang gila kerja dan nggak tahu caranya bersenang-senang.” Lando menjeda ucapannya kemudian mempersempit jarak di antara mereka. Dipandanginya perempuan di hadapannya dari puncak kepala sampai ujung kaki. “Atau mau aku ajari caranya bersenang-senang? Sini!” Lando langsung mencekal pergelangan tangan Starla dan bermaksud mengajaknya pergi.
Lando yang berada dalam keadaan mabuk terus menarik Starla agar ikut dengannya.
“Lan, lepasin tanganku, kamu bikin aku sakit.” Starla merasa takut pada sikap Lando yang berbeda malam ini.
“Heh, jangan kasar sama perempuan!” Sebuah tepukan bersarang di pundak Lando yang membuat langkahnya tertahan.
Keduanya serentak menoleh ke belakang dan mendapati Radev berdiri di sana.
“Anda siapa? Jangan ikut campur!” Lando mendesis marah karena ada yang mencoba merecokinya.
Starla yang merasa tidak nyaman berada bersama Lando dengan cepat mengaitkan tangan ke lengan Radev dan berkata, “Dia pacarku,” lalu buru-buru menarik Radev, membawa pergi dari sana.
Starla yang merasa kecewa dan frustasi karena hubungannya yang gagal bersama Lando melampiaskannya pada minuman yang tadi ia tolak. Dengan kalap ditenggaknya minuman itu tanpa peduli pada apa pun.
“Frustasi banget kamu kayaknya. Katanya tadi kamu yang akan mengantar saya pulang. Baru juga laki-laki kayak gitu. Kenapa sih selera kamu serendah itu? Kalau nyari laki-laki cari yang seperti saya, jangan kayak si kunyuk tadi,” cetus Radev dengan senyum miring di bibirnya menyaksikan Starla yang terlihat sangat kacau.
Starla diam saja tanpa menanggapi kata-kata Radev. Perempuan itu mulai tipsy.
Starla terus menerus menenggak minuman yang diberikan bartender tanpa henti. Pun dengan Radev.
Tiba-tiba sesuatu yang berat menghentak pundaknya, membuat tubuh Starla oleng. Saat menoleh ke sebelah Starla mendapati Radev sudah teler di atas pundaknya.
“Panas, bawa saya pergi dari sini,” bisik lelaki itu.
Starla menepuk kedua pipi Radev untuk menyadarkannya, namun tak berhasil, pria itu sepertinya mabuk berat.
Starla berpikir sejenak. Tidak mungkin dia menyetir pulang sekarang karena dirinya juga sangat mabuk.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya Starla membawa Radev pergi ke hotel di lantai atas.
Lift berhenti di lantai sepuluh.
Dengan tergopoh-gopoh Starla merangkul Radev berjalan menuju kamar hotel yang sudah dipesan.
Setelah Starla membantu Radev merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, ia kemudian hendak pamit pulang.
“Pak, saya antar sampai di sini saja ya, selamat beristirahat.”
Baru saja Starla membalikkan badannya, tangannya tiba-tiba ditarik.
Starla terkejut dan terguling ke tempat tidur.
Radev mengunci pergerakan Starla dengan mengungkung perempuan itu di bawah tubuhnya kemudian menyatukan bibir mereka.
Starla seakan berhenti bernapas tersengat sensasi bibir Radev yang mengisapnya dengan kuat. Sesapan Radev di dalam mulut Starla membuat tubuhnya panas. Membengkakkan bagian dadanya dan membuat intinya mengencang.
Bagai dihipnotis Starla hanya bisa membiarkan kala tangan Radev mencoba meraih zipper gaunnya hingga turun lalu meninggalkan badannya.
Selagi bibirnya menyesap tangan Radev mulai menjelajah ke setiap lekukan yang dimiliki Starla sembari terus melucuti satu demi satu pakaian perempuan itu.
Usai kecupan panas itu Radev menurunkan bibirnya ke leher perempuan itu. Ia mulai menyisir tubuh indah Starla.
Starla terdongak ketika bibir Radev berhenti tepat di dadanya lalu menyesap puncaknya dengan nikmat. Tanpa direncana satu desahan kecil mencuri keluar dari mulut Starla.
Desahan itu membangkitkan sesuatu dalam diri Radev.
Starla hanya bisa membiarkan ketika bibir Radev merambat ke bagian tubuhnya yang lain. Memberi kecupan-kecupan panas dan sentuhan-sentuhan nan erotis. Jejak basahnya memerah, membekas di mana-mana. Iris coklat mata Radev seakan menyihir Starla yang membuatnya tidak mampu mencegah apa pun yang dilakukan laki-laki itu.
Satu desahan lagi lolos begitu saja saat kecupan Radev tiba di pangkal paha Starla. Wajah pria itu terkubur di sela-sela paha Starla. Radev menelusupkan bibir lalu membelai dengan lidahnya. Cumbuan Radev membuat Starla menggelinjang. Satu tangannya mencengkram alas kasur, sedang tangan yang lain berpegangan di rambut laki-laki itu.
Cukup lama Radev mencumbunya sampai kemudian lelaki itu menarik diri, bukan untuk berhenti, tapi untuk mengganti mulutnya dengan keperkasaannya.
Starla tidak tahu apa-apa lagi setelahnya. Kepalanya terlalu berat. Hal terakhir yang bisa diingatnya adalah saat Radev sedang berjuang keras untuk menyatukan diri dengannya.
***
Starla merasa kepalanya tertimbun bebatuan besar yang beratnya hingga berton-ton yang membuatnya ingin melanjutkan tidur lebih lama lagi. Namun, sinar matahari yang menerpa wajahnya membuat Starla merasa tidak nyaman.Begitu berhasil membuka matanya Starla terkejut.Ini bukanlah kamar di rumahnya!Starla lalu menyipit mereka ulang kejadian sejak hari kemarin. Seketika kesadaran menghantamnya saat menolehkan kepala ke samping. Tampak seorang lelaki sedang berbaring di sebelahnya.‘Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?’ tanyanya cemas di dalam hati.Perempuan itu terkesiap. Irama napasnya memburu kencang kala menyadari dirinya dan laki-laki itu berada dalam keadaan yang sama. Sama-sama tak berbusana.Terduduk dengan cepat, Starla terpekik saat melihat ada noda darah di sprei tempatnya berbaring.Pekikan Starla membangunkan pria di sampingnya. Mereka terkejut saat bertemu pandangan mata.Radev maupun Starla begitu syok mengetahui berada di ranjang yang sama dalam keadaan yang tidak pernah
Radevian Casanova masih dilingkupi perasaan syok. Sementara orang-orang yang mengerumuni semakin banyak.“Bapak kenal orang ini? Buruan bawa ke rumah sakit sebelum terlambat. Itu tadi kayaknya kepalanya kebentur duluan ke aspal,” celetuk seseorang mendesak Radev.Radev tidak punya pilihan. Ia tidak mungkin lari dari tanggung jawab. Kondisi Starla terlihat parah. Tanpa membuang waktu lelaki itu mengangkat tubuh sekretarisnya, memasukkan ke mobil, lalu membawanya ke rumah sakit.Setelah tiba di sana Starla segera ditangani oleh tenaga medis.Puluhan menit kemudian …Aroma obat-obatan yang begitu pekat menusuk hidung Starla. Tangannya bergerak pelan bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka perlahan. Kepalanya berdenyut hebat. Rasanya begitu sakit. Entah apa yang terjadi padanya.Dengan ingatan yang belum sepenuhnya pulih setelah sadar dari pingsan, Starla menerka apa yang telah dialaminya.Sebelum ia tahu, seorang perawat muncul. Starla baru menyadari jika dirinya sedang berada di r
Tidak ada yang melebihi keterkejutan Radev maupun Starla saat ini selain kedatangan Ajeng yang muncul tanpa aba-aba. Bahkan perempuan itu tidak mengetuk pintu sebelumnya.Tidak mau Ajeng berpikiran yang macam-macam mengenai apa yang dilihatnya, Starla mendorong Radev hingga terpisah dari dekapannya.“Mbak Ajeng, jangan salah paham. Tadi saya hampir terjatuh karena kepala saya pusing tapi untung Pak Radev menolong saya.” Starla buru-buru menjelaskan pada tunangan atasannya.Ajeng hanya melirik Starla sekilas tanpa berkata apa-apa. Lantas perempuan itu memberi seluruh atensinya pada Radev.Starla yang tahu diri meminta izin pada Radev untuk keluar dari ruang kerja laki-laki itu.“Dasar centil,” kecam Ajeng setelah dirinya tinggal berdua dengan Radev.“Siapa?”“Asisten kamu.”“Dia bukan centil, tapi ramah,” jawab Radev mengoreksi.Starla terkenal sebagai pegawai paling cantik, baik, dan ramah di seantero Casanova Garment. Dan oleh sebab itulah diam-diam Ajeng mencemburuinya. Apalagi seba
Pagi ini Starla kerja seperti biasa. Ia datang lebih awal dibanding karyawan lainnya. Setelah masuk ke ruangannya, Starla menemukan sebuah map di meja. Ia tidak tahu siapa yang meletakkan di sana. Tapi karena penasaran Starla membukanya.“Nggak mungkin …” Gumaman terdengar dari mulutnya.Di dalam map itu terdapat selembar kertas yang ternyata adalah surat pemecatan dirinya. Mendadak detak jantungnya mengencang membaca isi surat itu. Starla tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Radev memecatnya tiba-tiba sedangkan Starla merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia selalu bekerja dengan baik karena CEO-nya itu adalah tipe atasan yang perfeksionis.“Pak Radev pasti salah. Ini bukan surat untukku. Aku harus menanyakannya sekarang.”Membawa surat tersebut, Starla meninggalkan ruangannya. Ia menuju ruangan Radev. Namun setibanya di sana ia menemukan ruangan tersebut dalam keadaan kosong melompong. Di saat itulah ia baru menyadari bahwa Radev tidak masuk hari ini karena berangkat ke Shangha
Setelah hampir sepuluh hari berada di Shanghai Radev kembali ke Indonesia dan memulai rutinitas seperti biasa.Para karyawan Casanova Garment berbisik-bisik saat lelaki itu melintas. Dari dulu sampai sekarang pembicaraan tentang Radev tidak pernah mendingin di kalangan para pegawainya, terutama pegawai wanita. Apapun yang ada pada Radev selalu menarik untuk dibahas. Mulai dari wajahnya yang tampan, kerajaan bisnisnya yang tersohor, sampai tunangannya yang membuat iri banyak perempuan karena berhasil mendapatkan hati Radev.Sebelum memulai aktivitas kerja biasanya setiap pagi seluruh karyawan ikut briefing. Tapi briefing kali ini terasa jauh lebih spesial karena Radev menghadirinya.Para karyawan tampak khidmat menanti apa yang akan Radev sampaikan. Sementara pria itu belum bicara apa-apa. Ada sesuatu yang mengganjal. Starla tidak ada di antara karyawannya yang lain.“Starla mana?” tanyanya.“Starla kan sudah berhenti, Pak." Seseorang memberitahu.“Berhenti?” Sebelah alis laki-laki itu
Kedatangan Radev tak pelak mengejutkan Starla. Gadis itu dengan refleks menyentak tangannya yang dicekal pria di sampingnya.“Pak Radev ...”Radev mendengkus sambil memandangi pria menjijikkan yang bersama Starla. “Pantas saja kamu resign, ternyata di sini bayaran kamu jauh lebih besar,” ucapnya sinis.“Apa maksud Bapak?”“Don’t pretend with me, Starla. Saya pikir kamu perempuan baik-baik. Saya sangka kamu terpelajar. Tapi setelah apa yang saya saksikan malam ini sudah cukup menjadi alasan atas apa yang terjadi kemarin. Kamu benar-benar memalukan. Saya menyesal mempekerjakan perempuan sehina kamu sebagai asisten saya!”Senyum miring tercetak di bibir Radev menyaksikan mantan asistennya yang hanya diam membeku di hadapannya tanpa sepatah kata pun terlontar dari bibirnya sebagai pembelaan. Hal itu memberi keyakinan pada Radev bahwa Starla membenarkan perbuatannya.“Dengar, Starla, saya benar-benar menyesal pernah mempekerjakan kamu!” Radev mengucapkannya sekali lagi sebelum pergi mening
Bagai ada bom yang dijatuhkan di depannya Ajeng terkesiap. Akhirnya kebusukannya tercium oleh Radev. Tapi perempuan itu tidak akan semudah itu mengakuinya.“Surat pemecatan Starla? Ini kamu kok jadi nuduh aku sih, Dev?”“Aku menuduh kamu bukan tanpa alasan. Aku punya bukti yang kuat untuk itu.”“Bukti apa?” Ajeng mengerutkan dahi. Sementara jantungnya berdebar dengan kencang. Ia takut kalau Radev benar-benar akan menyuguhkan bukti yang tidak bisa disangkal.Radev mengeluarkan ponsel dari saku kemudian menunjukkan bukti rekaman CCTV pada Ajeng.“See? Kamu yang membuat surat itu dan menyuruh office boy untuk meletakkannya di meja Starla. Kamu kenapa sih, Jeng? Ada masalah apa dengan Starla?”“Tahu dari mana kalau aku yang membuat surat itu? Bisa aja kan office boy itu yang ngarang cerita,” balas Ajeng yang belum mau mengaku.“Buat apa dia ngarang cerita dan memfitnah kamu? Kamu itu tunangan aku, Jeng. Dia nggak akan seberani itu bawa-bawa kamu. Dia hanya karyawan biasa. Sedangkan kamu?”
Bentley hitam itu berhenti di sebuah rumah mewah bertingkat tiga. Pagar otomatis membuka memberi jalan. Dengan transisi yang mulus kendaraan roda empat itu berbelok lalu berhenti di halaman.Tak lama pintu terbuka, menampakkan sosok Radev yang keluar dari dalamnya. Ia memang lebih suka menyetir sendiri ke mana-mana ketimbang menggunakan tenaga supir, walau dirinya memiliki supir pribadi. Lelaki itu tampak begitu segar. Setelan jas mahal yang membalut tubuhnya memberi kesan profesional yang tidak dibuat-buat.Dengan sebelah tangan berada di dalam saku celana pria itu berjalan ke rumah orang tuanya.Radev tidak menemukan siapa-siapa di rumah besar itu sehingga ia pun bertanya pada asisten rumah tangga yang ditemuinya.“Mami mana, Bi?”“Ada di belakang, Mas Radev.”Radev pergi tanpa berkata apa pun. Ia menemukan ibunya itu sedang berada di ruang makan. Tidak sendiri, ada perempuan muda bersamanya. Ajeng, sang tunangan.“Coba deh, Jeng, kamu bayangin, masa Radev jam sebelas masih tidur. K