Share

Pagi Yang Mengejutkan

Starla merasa kepalanya tertimbun bebatuan besar yang beratnya hingga berton-ton yang membuatnya ingin melanjutkan tidur lebih lama lagi. Namun, sinar matahari yang menerpa wajahnya membuat Starla merasa tidak nyaman.

Begitu berhasil membuka matanya Starla terkejut.

Ini bukanlah kamar di rumahnya!

Starla lalu menyipit mereka ulang kejadian sejak hari kemarin. Seketika kesadaran menghantamnya saat menolehkan kepala ke samping. Tampak seorang lelaki sedang berbaring di sebelahnya.

‘Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?’ tanyanya cemas di dalam hati.

Perempuan itu terkesiap. Irama napasnya memburu kencang kala menyadari dirinya dan laki-laki itu berada dalam keadaan yang sama. Sama-sama tak berbusana.

Terduduk dengan cepat, Starla terpekik saat melihat ada noda darah di sprei tempatnya berbaring.

Pekikan Starla membangunkan pria di sampingnya. Mereka terkejut saat bertemu pandangan mata.

Radev maupun Starla begitu syok mengetahui berada di ranjang yang sama dalam keadaan yang tidak pernah ada di dalam pikiran mereka.

Belum habis rasa syok itu, Radev kembali dibuat kaget saat menyaksikan bercak darah yang ada di sprei.

Radev tidak ingat bagaimana kronologinya hingga mereka bisa berada berdua di tempat itu. Tapi, sebagai laki-laki ia sangat paham apa arti bercak darah tersebut. Namun, ia tidak mungkin meniduri Starla kecuali dijebak.

“Jadi kamu menjebak saya, Starla?” tudingnya langsung.

“Ap- apa, Pak? Menjebak?” Starla terbeliak mendengar tuduhan Radev. “Saya nggak menjebak Bapak. Saya juga kaget kita ada di sini,” jawabnya lagi sambil menahan selimut di dadanya agar tidak melorot.

“Jangan playing drama kamu. Saya nggak mungkin tidur dengan kamu kecuali kamu yang menjebak saya. Dan setelah ini kamu akan koar-koar minta tanggung jawab. Kamu mengaku hamil anak saya, itu kan rencana kamu?”

“Saya nggak serendah itu, Pak, saya nggak merencanakan apa pun terhadap Bapak,” balas Starla lirih. Tatapan dingin serta desisan penuh intimidasi Radev membuatnya sangat tertekan.

“Sudahlah. Sebenarnya apa yang kamu inginkan dari saya. Uang? Ambil ini dan tutup mulut kamu atas kejadian semalam!” hardik Radev keras. Dilemparnya selembar cek yang baru diambilnya dari saku celana ke arah Starla.

Starla refleks membisu menyaksikan selembar kertas yang dilempar Radev hingga tepat mengenai mukanya. Begitu kertas itu luruh ke bawah Starla memungutnya. Ia ingin tahu kertas apa yang diberi sang CEO padanya.

Kertas itu ternyata adalah cek yang sudah berisi nama dan tanda tangan Radev yang pada awalnya entah disiapkan untuk siapa.

Belum Starla bereaksi, pria itu sudah kembali bicara. “Kamu bisa isi sebesar apa pun yang kamu inginkan, tapi jangan coba-coba spill kejadian ini sama siapapun.”

Starla meremuk kertas di tangannya. Ia merasa sangat terhina oleh tindakan laki-laki itu.

“Bapak CEO yang terhormat, saya memang rendahan di mata anda, tapi bukan berarti harga diri saya bisa anda beli.”

Penolakan Starla jelas di luar prediksi Radev. Tak disangka Starla menolak sogokannya.

Starla bergegas mencari bajunya lalu berpakaian dengan terburu-buru. Ia harus pergi sekarang. Starla yakin orang tuanya, terutama ayahnya, mengkhawatirkannya sebab ia tak pulang semalam.

Starla pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Takdir begitu tega mempermainkan hidupnya. Setelah ibu kandungnya meninggal, ia harus tinggal dengan ibu tirinya yang jahat dan gila harta. Cobaan tak henti sampai di sana. Ayahnya terserang stroke, usahanya collapse, uang dan hartanya habis, menyisakan hutang yang jumlahnya tidak sedikit. Seakan semua itu belum cukup, sekarang ia juga harus kehilangan kesucian yang selama ini dijaganya baik-baik dan hanya akan ia persembahkan pada suaminya kelak.

“Dari mana saja kamu? Sudah selesai menjual diri?”

Starla tersentak. Mayang—ibu tirinya, lebih dulu membuka pintu sebelum Starla sempat mengetuknya begitu ia tiba di rumah.

“Maaf, Tante, semalam aku nggak bisa pulang. Aku lembur di kantor. Aku juga nggak bisa kasih kabar karena handphoneku keburu mati.”

Perempuan di hadapannya melipat tangan di dada. Tatapannya yang tajam jatuh di wajah Starla. Ia kembali mencecar Starla.

“Kamu pikir Tante percaya?”

Lalu si ibu tiri menarik Starla ke depan kaca untuk bercermin.

Starla bisa menyaksikan sendiri betapa leher dan dadanya memerah penuh dengan hickey. Starla kini merasa begitu nista, hingga membuat air matanya meleleh begitu saja.

“Lihat! Kamu pikir Tante bodoh? Dasar wanita murahan!”

Ibu tirinya yang kejam itu selalu mencari celah kesalahan untuk menghakimi Starla, padahal selama ini seluruh sendi kehidupannya bertumpu sepenuhnya pada Starla.

Starla lalu diseret dan dihempaskan ke lantai tepat di depan kaki ayahnya yang duduk di atas kursi roda.

“Lihat apa yang dilakukan anak kesayanganmu ini, Roni!” Dengan sekuat tenaga perempuan kejam itu mendorong Starla hingga terjerembab ke lantai tepat di depan kursi roda yang sedang diduduki ayahnya.

Roni—ayah Starla, yang mengidap stroke sehingga tidak bisa berjalan dan kesulitan bicara hanya bisa menatap Starla dan Mayang bergantian. Ia ingin tahu apa yang terjadi.

“Pantas saja sering lembur, ternyata dia pergi menjual diri. Anakmu yang sok lugu ini ternyata sangat menjijikkan.”

“Itu nggak benar, Tante. Aku nggak jual diri.” Starla kembali menyangkal tudingan menyakitkan itu. “Pa, percayalah, semua yang dikatakan Tante Mayang salah. Tante hanya salah paham. Semalam aku disuruh bosku lembur, tapi aku nggak bisa kasih kabar karena ponselku mati.” Starla terisak menjelaskan sambil memeluk kaki ayahnya. Ia takut kalau ayahnya lebih percaya pada kata-kata ibu tirinya—yang akan menambah beban pikiran lelaki itu hingga sakitnya semakin parah.

Roni menatap sang putri dengan sendu. Bibirnya bergerak-gerak, tapi hanya gumaman tidak jelas yang terdengar. Gurat-gurat kecewa terlukis jelas di wajah senjanya.

“Pa, aku nggak melakukannya. Aku nggak sehina itu. Ajaran Papa dan Mama dulu untuk menjaga kehormatan sebagai perempuan nggak pernah aku lupakan, Pa.” Starla membela diri meyakinkan ayahnya sekali lagi.

“Lihat sekarang apa yang terjadi. Kalau sakit papamu tambah parah itu semua akibat perbuatanmu!” Mayang membentak Starla lalu menyambar kursi roda dengan keras, membawa Roni pergi.

Starla membawa rasa sakit dan kecewanya ke kamar mandi. Ia membersihkan diri di sana. Ia merasa kotor dan jijik pada diri sendiri saat melihat tanda merah yang ditinggalkan Radev nyaris di sekujur tubuhnya.

Starla tak habis pikir bercak darah itu masih keluar dari organ genitalnya begitu ia selesai mandi. Apa memang begini?

“Starla, setoran buat gue mana?” Tantri—adik tirinya masuk ke kamar Starla.

“Setoran apa?” balas Starla tak mengerti.

Tantri menyeringai, membuat wajahnya tampak seperti setan. “Lo nggak usah pura-pura. Mama udah cerita semuanya. Lo nggak pulang semalaman karena pergi ngelacur. Laku berapa?” pandang gadis itu dengan tatapan melecehkan.

Tangan Starla hampir saja terangkat untuk menampar adik tirinya itu. Untung ia masih bisa menahan diri. Bukan hanya sekali dua kali, mereka sering berkelahi, dan Starlalah yang selalu disalahkan ibu tirinya.

Tidak ingin meladeni Tantri, Starla segera memakai bajunya dengan terburu-buru. Ia tidak ingin bertengkar dan menambah masalah.

“Lo mau ke mana lagi? Mau cari mangsa? Ini masih pagi woi!” teriak Tantri saat Starla keluar dari kamar.

Starla mempercepat langkah, tak peduli pada ocehan adiknya. Percuma berdebat dan menjelaskan keadaannya. Tantri tidak ada bedanya dengan Mayang.

Berjalan sendiri dengan lesu, Starla tidak tahu harus pergi ke mana. Ia nyaris depresi memikirkan hidupnya yang kacau. Coba kalau mamanya masih hidup, pasti ia tidak perlu kerja susah payah. Ia sudah berhenti bekerja di perusahaan Radev sejak lama. Tapi keadaan membuatnya harus bertahan.

‘Aku udah nggak kuat lagi. Ini terlalu berat. Aku udah nggak sanggup.’ Starla menangis di dalam hati. Ia benar-benar frustasi.

Lelah berjalan, perempuan seperempat abad itu berhenti lalu duduk di trotoar. Matanya yang sembab akibat terlalu lama menangis di kamar mandi tadi memandang kosong ke tengah jalan raya yang padat kendaraan.

‘Ma, aku ingin nyusul Mama …’

Starla memandang nanar ke tengah jalan raya. Ia membawa tubuhnya berdiri lalu dengan nekat melangkah dan menabrakkan diri ke sebuah SUV hitam yang melaju di dekatnya.

Sakit …

Lalu semuanya menjadi gelap.

Aksi nekat Starla menarik perhatian massa. Orang-orang berkumpul dan memaksa pengemudi mobil keluar.

Radev, yang ternyata pengendara mobil tersebut keluar dari mobilnya. Hari ini ia tertimpa kesialan bertubi-tubi. Setelah one night stand dengan asisten sendiri, pagi ini ia kembali terlibat masalah lain.

Di tengah kerumunan orang-orang Radev jongkok untuk melihat perempuan yang terkapar di depan mobilnya.

Kepala perempuan itu tampak bengkak. Tangannya yang tergeret aspal mengeluarkan darah.

Dengan hati-hati disibaknya uraian rambut yang menutupi sebagian wajah perempuan itu. Jantungnya hampir meloncat dari rongganya ketika mengetahui siapa sosok itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status