Share

Hello From The Other Side

Empat bulan berlalu, setelah kejadian malam syahdu itu, Magika tak pernah bertemu lagi dengan Edward, dan yang tak habis pikir setiap malam lelaki itu selalu menghantuinya melalui mimpi, seakan kejadian malam itu terus berulang setiap harinya ketika Magika tertidur.

Masih sangat terasa jelas ciumannya bersama Edward, namun sayangnya Magika tak pernah ingat dengan wajah lelaki itu, sekuat apapun dia berusaha mengingatnya.

Dia sangat salut pada Edward karena masih menghormatinya, lelaki itu tak menyentuhnya selama dirinya tak sadarkan diri, zaman sekarang mana ada lelaki yang seperti itu, padahal begitu banyak kesempatan untuk Edward berbuat sesuka hati padanya, tapi apa yang dilakukannya benar-benar sesuatu yang patut diacungi jempol.

"Seandainya hp aku gak ilang aku pasti bakalan cari kamu Edward, sampai ketemu di dalam mimpi." Gumam Magika yang sudah terbiasa dan tahu akan didatangi Edward dalam mimpinya.

Esok paginya Magika terbangun, hari ini senin, tanggal 01 Oktober 2012 dia masuk kelas pagi dan satu bulan sudah dia menduduki bangku kuliah. Dia diterima di kampus impiannya, sesuai dengan cita-citanya yang sedari kecil ingin kuliah di kampus tersebut.

Setelah selesai bersolek, dia segera bersiap untuk berangkat, sebelumnya dia sarapan dahulu karena Tante Karina sudah menyiapkannya di atas meja makan.

Selama kuliah, Magika tinggal bersama dengan Tante dan Om nya, karena mereka tidak memiliki anak, jadi dengan senang hati Tante dan Om membolehkannya tinggal di sana, dan sudah menganggapnya seperti anak mereka sendiri.

Jarak rumah orang tua Magika cukup jauh dengan kampus, walaupun masih bisa ditempuh, rasanya akan membuat hidupnya tua di jalan.

"Gee, nanti pulang kuliah jam berapa?" Tanya Tante Karina.

"Biasa Tante sore, kalo ada tugas kelompok mungkin bisa malam pulangnya." Jawab Magika sambil memakai sepatu converse nya.

"Kalo gitu kamu bawa makanan ya, Tante udah beli kemaren camilan kesukaan kamu." Seru Tante Karina seraya memberikan sekotak camilan coklat chic-choc pada Magika.

"Waaah makasih Tante, Magika pergi dulu ya, Assallamualaikum." Magika pamitan seraya berjalan keluar pintu.

"Walaikumsalam, hati-hati ya Gee." Teriak Tante Karina dari dalam rumah.

Magika memakai helm sebelum pergi menggunakan scooter vesva kuningnya, dia menghidupkan mesinnya dan melesat keluar perumahan, ketika sampai di jalan raya yang besar, dia sudah disambut dengan antrean panjang mobil dan motor.

Suara klakson yang saling bersahutan mewarnai pagi hari Magika yang akan berangkat ke kampus, belum lagi asap dari bus Damri yang hitam pekat mengepul ke udara. Suasana jalanan hari senin, di Bandung Timur yang membuat sedikit gila para pengendara jalanan, karena dikejar waktu mereka berebutan jalan saling mendahului.

"Tua di jalan aku, bisa-bisa nyampe kampus aku sudah punya cucu." Gerutu Magika yang terjebak macet.

Akhirnya Magika sampai juga di kampus, normalnya hanya butuh waktu sepuluh menit berangkat dari rumah Tante Karina, tapi karena macet, dia menghabiskan waktu hingga tiga puluh menit untuk sampai ke kampus.

Sebelum masuk Gedung perkuliahan, Magika berkaca pada spion untuk merapikan rambutnya, dirasa sudah sangat telat dia berjalan dengan cepat.

Di dalam Gedung perkuliahan, banyak mahasiswa yang berlalu lalang untuk masuk kelas mata kuliah yang akan diambil, dan masih banyak lagi yang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Di tengah terburu-burunya, Magika masih sempat melirik seorang lelaki yang membuatnya menarik, dia melihat lelaki itu karena penampilannya yang berbeda dengan Mahasiswa lainnya.

Ke kampus pake jaket denim dan kaos oblong biasa, kok bisa sampai gak ditegur Dosen? mana celana jeansnya sobek-sobek pula. Batin Magika.

Terlihat Daphnie teman satu jurusan Magika yang berbeda kelas, menghampiri dan menyapanya.

"Hey buru-buru amat Gee, sampe mau nabrak aku, mau kemana sih? Dosennya juga lagi keluar." Sapa Daphnie sambil memberitahu Magika.

"Ya ampun bikin kaget." Gerutu Magika sedikit tersentak lalu tersadar dengan perkataan Daphnie. "Dosennya keluar? Kok kamu bisa tahu?"

Daphnie tersenyum. "Kamu mau masuk mata kuliah PIH kan? Tadi dosennya bilang setelah memberi materi di kelas aku, mau langsung ngajar kelas b juga, terus aku lihat Dosennya keluar Gedung tadi."

"Oh gitu, baguslah aku gak jadi telat, materinya gimana tadi? Udah masuk bab enam?"

"Masih stuck sih di bab lima."

"Dari minggu lalu di bab lima terus."

"Oh ya main dong ke kosan aku, kamu sama Vanilla." Tukas Daphnie.

Magika tersenyum."Iya nanti aku ajak Vanilla main ke sana."

Lalu Magika kembali melirik lelaki tadi yang penampilannya menarik perhatiannya.

"Ok aku tunggu loh, aku ke toilet dulu ya mumpung kelas yang mau aku masuki masih dipakai jurusan lain." Ucap Daphnie.

Magika kembali memperhatikan Daphnie. "Ok bye sampai nanti!"

Dia melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan perlahan, sambil menatap lelaki yang membuatnya terpesona. Lelaki itu bersandar di dinding sambil fokus memainkan ponselnya di depan kelas yang mungkin akan dimasukinya.

Magika berjalan di hadapannya sambil mencuri pandang menatapnya, tiba-tiba seseorang menyenggol bahunya cukup keras dan membuat gelang charm bracelet miliknya terjatuh tepat di kaki lelaki itu.

"Aww." Rintih Magika.

Magika mengusap bahunya sambil menatap sinis orang yang sudah menabraknya tanpa meminta maaf dan pergi begitu saja.

Suara jatuh charm bracelet dari tangan Magika, membuat perhatian lelaki itu teralihkan, lelaki itu segera mengambilnya sebelum Magika sempat meraihnya

Lelaki itu melihat Magika yang berdiri di hadapannya dan segera mendekatinya.

"Ini gelang punya kamu?" Ucap lelaki itu menyadarkan Magika yang sibuk mengusap-ngusap bahunya.

Magika mendongakkan kepalanya, sontak kedua mata mereka saling bertemu, dua bola mata berwarna coklat yang dimiliki lelaki itu, membuatnya semakin terlihat sangat tampan, Magika semakin terpesona olehnya.

Ketika menatap wajah lelaki itu sedekat ini, Magika merasa dunia berhenti berputar, jantungnya berdebar dengan kencang, terlebih saat lelaki itu tersenyum padanya.

Seketika Magika tersadar ketika terlalu lama menatap lelaki itu, yang dikhawatirkan lelaki itu malahan illfeel padanya.

"Oh iya, thank's ya udah ngambilin." Sahut Magika seraya mengambil gelang charm bracelet-nya dari tangan lelaki itu, karena tak ingin terlihat salah tingkah dia langsung meninggalkannya.

Magika berjalan sambil tersenyum menahan rasa kagumnya pada lelaki itu, Tuh cowok semester berapa dan jurusan apa ya? He is so adorable, tapi kok kayak familiar gitu ya wajahnya? Batin Magika.

Di dalam kelas, Magika menebarkan senyum yang sumringah karena baru saja bertatapan dengan lelaki yang berhasil mengalihkan dunianya, dia duduk paling depan, bangkunya sudah dicarter oleh teman-temannya untuk dirinya.

"Kenapa Gee kok kelihatan berseri-seri gitu?" Tanya Vanilla dari bangku sebelah kiri yang Magika duduki.

"Lagi semangat aja Nill." Jawab Magika seadanya.

"Semangat banget kayaknya, sampe dari jauh kelihatan senyum-senyum sendiri." Zea menimpali, mengingat Magika selalu menunjukkan wajah letih ketika masuk kelas karena bergelut dengan kemacetan sebelumnya.

"Tinggal Alin yang belum datang." Sambung Zea yang tampak sedang membalas pesan dari ponselnya.

"Kayak yang lagi banyak uang aja senyumnya." Celetuk Vanilla.

Magika terkekeh."Emangnya senyum yang lagi banyak uang kayak gimana sih?"

"Kayak kamu tadi." Tukas Vanilla.

Zea menoleh pada Magika dan Vanilla setelah selesai dengan ponselnya."Kalo yang aku lihat sih kayak orang yang lagi jatuh cinta."

"Dua-duanya sama-sama bikin bahagia sih, punya banyak uang sekaligus jatuh cinta." Sahut Vanilla.

"Uang muluk perasaan." Gerutu Zea.

"Yang aku butuhkan hanya uang, uang dan uang." Celetuk Vanilla.

Magika memakaikan kembali charm bracelet pada tangannya, namun ada yang hilang salah satu dari bandulnya yang berbentuk topi seleksi di Harry Potter.

Charm bracelet milik Magika bandulnya bertema Harry Potter, padahal charm bracelet yang dia pakai hari ini salah satu gelang kesayangannya, karena sulit didapatkan, dia sampai harus jauh-jauh ke Korea untuk membelinya.

Karena pada saat itu online shop masih kurang eksistensinya jadi barang yang di inginkan belum mudah didapat seperti saat ini.

"Ish jadi ompong gini kelihatannya." Gerutu Magika.

Magika kembali keluar kelas untuk mencarinya, siapa tahu masih ada dan tergeletak di lantai dimana tadi gelangnya terjatuh, namun ketika sedang mencarinya, Dosen yang mengajar di kelasnya sudah datang dan melewatinya, terpaksa Magika kembali menuju kelas dengan tangan kosong, dia berjalan menyusul Dosen sebelum beliau menutup pintu kelas.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status