Patricia terlihat sangat sibuk pagi ini. Jemarinya tidak berhenti mengetikkan sesuatu, tatapan matanya sangat fokus menatap layer laptop. Sesekali keningnya berkerut untuk menambah konsentrasi karena orang-orang di sekelilingnya mulai mengganggu konsentrasi kerjanya.
“Patricia, bisakah kamu memeriksa ini lebih dulu? Kuharap sudah selesai sebelum makan siang…”
“Tricia, bagaimana menurutmu? Apakah ini sudah cukup bagus untuk aku serahkan pada atasan atau masih ada yang kurang?”
“Tricia, tolong bantu aku menyiapkan materi untuk meeting nanti siang,”
“Patricia, apa laporanmu sudah selesai? Cepat berikan pada Thomas, dia sudah menanyakannya sejak satu jam yang lalu…”
Orang-orang ini, kenapa mereka selalu membebankan pekerjaan mereka pada orang lain. Apa mereka tidak tahu kalau masing-masing orang juga punya pekerjaan sendiri di sini? Kenapa mereka selalu bergantung pada orang lain, apa mereka tidak bisa melakukannya sendiri? Patricia menahan rasa marahnya dengan menggenggam pulpen dengan erat.
“Patricia…”
“DIAM!” teriakku. Kesabaran Patricia sudah habis. Dia sedang melakukan pekerjaannya tapi rekan kerjanya yang lain selalu saja meminta bantuannya. Untuk apa mereka bekerja di sini jika tidak bisa melakukan satu pun pekerjaan mereka.
“Bisakah kalian tidak terus bergantung padaku? Itu pekerjaan kalian, jadi kalian sendiri yang harus menyelesaikannya. Aku juga punya pekerjaan yang belum aku selesaikan, jika aku membantu kalian apa kalian juga mau membantuku menyelesaikannya? Tidak kan, jadi kita selesaikan saja pekerjaan kita masing-masing dan percaya diri saja dengan hasil yang kalian buat.”
Patricia mengeluarkan semua amarahnya yang dia pendam pada mereka yang selalu mengandalkan dirinya dalam pekerjaan mereka. Ekspresi wajah mereka benar-benar tidak diduga, mereka terlihat marah dan kesal karena Patricia menolak membantu mereka dengan kasar.
“Kamu bisa bicara baik-baik, tidak perlu berteriak dan marah-marah pada kami seperti itu,” hardik salah seorang dari mereka.
“Aku hanya meminta pendapatmu saja, itu bukan pekerjaan yang sulit.”
“Jangan sombong Patricia, mentang-mentang kamu menjadi karyawan favorit karena pekerjaanmu yang selalu dibilang sempurna oleh atasanmu. Kamu ingin menjatuhkan nama kami dan membuat kami terlihat buruk? Apa itu tujuanmu? Kamu ingin mengambil semua pujian dan memberikan hinaan pada kita semua?”
Lihatlah bagaimana mereka membela diri mereka sendiri, lalu mengatakan sesuatu seolah Patricia adalah orang sombong, tidak mau membantu mereka dan membuatnya menjadi orang yang terlihat jahat di sini. Orang-orang ini pintar sekali berakting, bertingkah seperti mereka adalah korban padahal mereka adalah pelaku sebenarnya. Mereka seenaknya meminta ini dan itu, mengerjakan sebagian dari pekerjaan mereka yang bukan menjadi tanggung jawab orang lain. Bahkan, mereka tidak mengucapkan terima kasih ketika sudah dibantu. Seharusnya dari awal tidak memberikan bantuan pada mereka sama sekali.
“Kalian berlebihan, baru hari ini aku menolak untuk membantu kalian. Jangan membuatku terlihat seperti orang jahat, itu adalah pekerjaan kalian, tanggung jawab kalian. Kenapa kalian menyerahkannya padaku? Bagaimana bisa kalian bekerja di tempat seperti ini jika kalian tidak percaya dengan kemampuan kerja kalian yang seperti ini?” omelku.
“Jadi kamu menyuruh kami untuk keluar dari tempat ini?” ujar salah satu dari mereka. Orang-orang itu melihatku dengan tatapan marah.
“Patricia, kamu seharusnya tidak berkata seperti itu. Tega sekali kamu menyuruh mereka keluar dari pekerjaan mereka sekarang hanya karena meminta sedikit bantuan darimu. Benar-benar keterlaluan.” Melanie datang dan membuat situasi semakin kacau dan panas.
“Kalau begitu, kenapa kamu saja yang membantu mereka?” balasku dengan pelototan tajam pada perempuan kompor ini. Aku benar-benar benci orang yang seperti ini.
“Itu karena mereka meminta bantuan padamu, karyawan yang menjadi favorit atasan dan menjadi kandidat pegawai terbaik tahun ini. Semua orang pasti akan meminta bantuan dari orang yang terbaik bukan? Jadi nikmati saja semua itu, pegawai terbaik,” sindir Melanie dengan ekspresi wajah yang membuatku ingin menonjoknya.
“Kamu sudah benar-benar sudah berubah Patricia, dulu kamu selalu membantu kami kapan pun kami membutuhkan bantuan. Sejak pengumuman kandidat karyawan terbaik, kau menolak membantu kami dengan kasar.”
“Benar, dia sedang mencoba menjatuhkan dan mempermalukan rekan kerjanya sendiri,” Orang-orang ini terus memojokkan dan menjelekkanku sampai membuat kepalaku pusing dan telinga berdengung karena ocehan mereka. Jika Patricia marah, mereka akan bertingkah seperti itu, menjelekan hal buruk tepat di depan wajah. Sebaliknya, jika diam saja, mereka akan semakin seenaknya menyerahkan pekerjaan mereka pada orang lain selain aku.
“Kenapa kalian terus ribut seperti itu? Cepat selesaikan pekerjaan kalian sendiri, apa kalian tidak lihat tumpukan pekerjaan di meja Patricia? Dan kalian dengan tidak tahu diri meminta bantuannya saat dia sendiri sibuk mengerjakan segunung pekerjaan sendirian? Kalian tidak malu menyerahkan pekerjaan yang tidak seberapa itu padanya? Kalian ingin menggantikan posisinya mengerjakan setumpuk pekerjaan itu?”
Kepala manajer divisi datang yang menghentikan keributan yang terjadi di tempat ini.
“Kenapa ekspresi kalian seperti itu? Kalian pikir aku tidak mendengar apa yang kalian ributkan dari awal? Selesaikan pekerjaan kalian sendiri atau aku akan melaporkan pada pimpinan kepala cabang atas tindakan tidak bertanggung jawab kalian.” Begitu manajer divisi itu sudah mengeluarkan kata-katanya, tidak ada yang berani membantah dan mereka yang membuat keributan langsung pergi ke tempat mereka.
“Kerjakan pekerjaanmu dengan benar Patricia, jangan biarkan mereka mengganggumu. Aku tidak akan memberikan toleransi lagi jika ada keributan seperti ini. Semua pegawai di sini memiliki pekerjaan dan tanggung jawabnya sendiri. Hal seperti ini terulang lagi, kalian semua akan tahu akibatnya,” ujar sang divisi manajer memberikan penegasan pada semua karyawan yang bekerja di bawah divisi yang dipimpinnya.
“Terima kasih Bu Manajer,” ucapku pelan.
“Jika kamu mau berterima kasih padaku, kerjakan pekerjaanmu sampai selesai.” dia langsung pergi menuju ruangannya setelah mengatakan itu tepat di wajah Patricia dengan wajah yang masam. Suasana menjadi sedikit canggung, tidak ada yang beranu membuka mulutnya dan mereka lebih memilih untuk meneruskan pekerjaan daripada kembali diomeli oleh manajer.
***
“Jadi rekan-rekanmu yang lain juga mulai menjaga jarak denganmu karena insiden itu? Haaah…mereka orang-orang yang mencoba memanfaatkan kebaikanmu dan mencoba menusukmu saat kamu memunggungi mereka. Aku yakin mereka akan terus menggosipkanmu, apalagi ada Melanie disana.”
Saat ini, Patricia dan Julia sedang makan siang di kantin kantor. Kabar tentang Patricia yang mengamuk di kantor dan manajer yang datang memarahi terdengar sampai ke telinga Julia yang berada di divisi lain, bahkan ruangan kantornya berbeda lantai denganku. Patrcicia yakin gosip itu sudah disebarkan luas oleh orang itu. Rasanya aku ingin sekali memaki orang yang menyebarkan gosip tidak benar dan aneh ini.
“Mulut wanita itu memang cepat sekali jika menyebar gossip dan fitnah seperti ini. Andai kemampuannya bekerjanya itu sama dengan cepatnya dia menyebar gossip, dia pasti sangat berguna,” gumamku. Setiap hari pasti ada saja yang wanita itu ributkan. Dan hanya pada Patricia dia seperti itu.
“Siapa lagi kalau bukan Melanie, dia begitu terang-terangan membencimu. Selain itu, dia juga bekerja di ruangan yang sama denganmu. Dia melihat semua yang terjadi dan membuat gosip itu,” ujar Julia dengan sangat yakin.
“Gosip apa?” seseorang datang dan duduk disampingku sambil membawa sepiring grilled chicken lengkap dengan salad dan juga segelas cola dingin. Mulut Julia menganga lebar melihat orang itu duduk dengan santai.
“Apa ada yang menggosipkanmu, Tricia?” tanyanya lagi.
“Kenapa kamu duduk disini?” Patricia bukannya tidak suka Allan ada di sini, tapi dia merasakan tatapan-tatapan tajam yang mengarah padanya.
“Kamu tidak suka aku duduk di sini denganmu? Kupikir kita akan menjadi lebih dekat lagi dengan makan siang dan mengobrol Bersama.” Dia terlihat bingung dengan reaksi Patricia.
“Bukan seperti itu, kamu tidak merasa tatapan-tatapan yang mengarah ke sini? Kita akan menjadi pusat perhatian jika kamu disini. Lebih baik kamu pindah saja.” Patricia tidak nyaman dengan tatapan orang-orang padanya.
“Bicara apa kamu! Tentu saja kamu boleh duduk di sini Allan, ini tempat umum tidak ada yang melarangmu duduk di tempat yang kamu suka. Abaikan saja orang-orang itu Tricia, anggap saja mereka tidak ada.” Julia melotot padaku, mulutnya bergerak-gerak seperti mengatakan sesuatu padaku tanpa suara.
“Kamu hanya makan salad? Memangnya kenyang hanya memakan itu?” Allan bertanya padaku setelah dia menelan makanannya.
“Memangnya kenapa? Ini juga makanan, selain itu ini jauh lebih menyehatkan. Aku bisa menjaga porsi tubuhku lebih baik lagi,” Julia tersenyum dengan aneh padaku, sedangkan Allan mengernyitkan keningnya.
“Tubuhmu sudah sangat kurus, aku sangat khawatir angin bisa menerbangkan tubuhmu. Seharusnya kamu makan lebih banyak,” imbuhnya. Julia tampak menahan tawanya karena dia tahu yang sebenarnya terjadi. Aku bukan ingin makan salad, tapi ini yang paling murah dari yang lain, hanya dua belas dolar untuk semangkuk penuh cesar salad.
“Jangan heran Allan, terkadang dia memang bertingkah aneh seperti itu. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini. Omong-omong, kalian tidak pernah saling mengobrol sebelumnya. Orang ini bahkan tidak tahu kalau kamu ada.” Julia menunjuk wajahku. “Bagaimana hubungan kalian bisa berubah seperti ini?” Julia mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Allan.
“Aku bertemu dengannya semalam, sekarang aku mencoba untuk lebih dekat dengannya,” jawabnya. Dia tersenyum lebar sambil melirik padaku.
“Oh my god! Apa ada sesuatu diantara kalian berdua!” pekik Julia. matanya Julia terlihat berbinar-binar seolah ini adalah hal yang membuatnya bahagia.
“Tidak ada apa-apa, dan jangan membuat gosip yang tidak-tidak tentang aku dan Allan. Gosip hari ini saja cukup membuat kepalaku pusing, jika ada gosip lain tentangku dan Allan, kamu orang pertama yang akan aku pukul,” ancam Patricia pada sahabatnya itu.
“Jahat sekali, padahal aku berniat untuk membantumu dengan Allan,” protesnya. Julia mengerucutkan bibirnya.
“Jangan membantuku apa pun, aku tidak butuh bantuanmu.” Patricia tahu Julia akan mencoba untuk menjodohkan dirinya dengan Allan, niatnya sudah terbaca dengan jelas dan tidak akan kubiarkan dia berbuat semaunya.
“Kalian membicarakan tentang gosip, apa seseorang menggosipkanmu Tricia? Tentang apa itu?” Allan tampak penasaran dengan gosip yang dia dengar dariku dan Julia.
“Tricia memiliki banyak musuh karena dia sangat berbakat dan disukai oleh pimpinan dan juga atasan lain. Orang-orang yang iri padanya mencoba untuk menjatuhkannya dengan berbagai cara,” beber Julia.
“Aku juga mendengar dari pimpinanku bahwa kerjamu sangat bagus, dia bahkan menyayangkan kamu berada di bawah divisi yang buruk dan paling kacau. Reputasi baikmu begitu terkenal dikalangan pimpinan.” Telinga Patricia memerah mendengar pujian yang keluar dari mulut Allan. Akhirnya ada juga yang mengakui kerja kerasnya di perusahaan ini, meskipun bukan dari divisi tempatku bekerja.
“Apa hari ini kamu jalan-jalan malam lagi?” Allan memiringkan tubuhnya untuk menghadapku.
“Jalan-jalan malam? Apa itu?” Julia tampak sangat penasaran mendengarnya.
“Tricia sangat menyukai jalan-jalan di malam hari, semalam aku bertemu dengannya dan mengobrol beberapa hal,” jawab Allan dengan lugas.
“Woow, ternyata diam-diam hubungan kalian sudah sejauh itu. Berjalan-jalan di malam hari berdua saja,pasti terasa romantis bukan,” goda Julia.
“Romantis apanya, kita hanya tidak sengaja bertemu di jalan, iya kan Allan? Ah, waktu makan siang kita akan segera habis, lebih baik kita kembali sebelum ada gosip aneh tentangku lagi. Aku duluan.” Patricia berdiri dan meninggalkan mereka berdua yang masih duduk dengan santai.
“Hei, tenang saja Allan. Aku akan membantumu lebih dekat dengan Tricia, kau menyukainya kan?” Allan tersedak ludahnya sendiri mendengar pertanyaan Julia.
“Ah, aku hanya ingin berteman dekat dengannya. Dia orang yang cukup menarik dan misterius karena selalu menarik diri dari orang lain. Aku penasaran apa aku bisa masuk dan menjadi temannya atau tidak.”
“Hmm, dari rasa penasaran akan berubah menjadi rasa suka kemudian menjadi cinta. Aku akan membantu kalian berdua semakin dekat.” Julia sangat antusias untuk menjodohkan Allan dengan Patricia.
“Hahaha…bukankah kamu mengambil kesimpulan sendiri? Yang tahu perasaanku hanya aku sendiri,” balas Allan dengan wajah yang sedikit memerah sambil menatap Julia dengan salah tingkah.
“Heeiii, tatapanmu itu tidak bisa berbohong,” godanya.
“Allan.” seorang wanita mendatangi mereka dengan ekspresi yang menahan sesuatu.
“Cih kau lagi. Mau apa kau kemari? Jangan kira aku tidak takut padamu,” timpal Julia dengan ketus.
“Aku tidak ada urusan denganmu, jelek. Aku dating kemari untuk Allan,” balas wanita itu dengan sengit.
“Apa! Beraninya kau!” Julia terlihat marah dan langsung berdiri.
“Aah … kalian berdua … kumohon, jangan seperti ini!” Allan terlihat sangat panik.
"Astaga ... Bagaimana ini ...."
“Apa-apaan kau! Aku masih bicara dengan ibuku dan kau malah menyeretku masuk kedalam mobil!” protes Patricia. Sean mengunci mobilnya sehingga dia tidak bisa kabur.“Kau sudah pergi meninggalkan pekerjaanmu selama dua jam dan membiarkanmu mengerjakan semuanya sendiri. Bisa-bisanya asisten pribadiku meninggalkan pekerjaannya tanpa persetujuanku. Meeting tadi hampir kacau karena kau tidak menyiapkan apa yang aku butuhkan!” Sean benar-benar marah dengan sikap seenaknya Patricia.“Aku tahu aku melakukan kesalahan, aku juga akan bertanggung jawab dengan menambah jam kerjaku selama beberapa hari. Tolong buka kuncinya, ibuku sedang menunggu di rumah, dia pasti merasa cemas karena aku tidak kembali,” pinta Patricia.“Baiklah.”“Sean! Sean!”Sean keluar dari mobilnya dan tetap mengunci Patricia dari dalam. Dia tidak mau Patricia punya kesempatan kabur dan bersembunyi dibalik ibunya. Maka, dia sendiri yang akan menghadapi ibu dari Patricia. Sean menekan bell pintu dan menunggu beberapa saat samp
Patricia semakin panik karena ternyata ibunya tidak ada di rumah. Semua sudut rumah sudah dijelajahi, namun tidak ada satu pun jejak ibunya berada bahkan dia tidak membawa ponselnya sama sekali. Ponsel milik Karina yang ditinggalkan untuk ibunya.“Kemana dia pergi? Sejak kapan dia pergi dari rumah?” bisik Patricia pada dirinya sendiri. Dia berjalan bolak balik dengan linglung, tidak tahu harus mencari ibunya kemana dan kemana dia harus mencari lebih dulu.“Haruskah aku menelpon polisi dan melaporkan orang hilang?”Ditengah rasa kebingungannya memutuskan sesuatu, Sean menelponnya.“Kau sudah pergi terlalu lama, cepat kembali dan bantu pekerjaanku. Sudah pergi tanpa izinku, pergi terlalu lama, siapa boss Perusahaan tempatmu bekerja, hah!” omel Sean di telepon.“Maaf Sean, aku pergi keluar terlalu lama. Tapi ini benar-benar serius, ibuku menghilang. Dia pergi dari rumah,” jawab Patricia dengan nada yang cemas.“Sudahlah Patricia, kau terlalu cemas berlebihan. Ibumu itu wanita dewasa, dia
Karina yang sedang duduk di sofa sambil memakan cemilannya terlihat bingung melihat kakaknya terlihat cemas. Dia sudah tahu sejak tadi menjemput ibu mereka, Patricia bersikap seperti itu. Dia pikir kakaknya seperti itu karena gugup, tapi sepertinya ada hal lain yang mengganggu pikiran kakaknya.“Ya? Bicara saja, aku akan mendengarkanmu,” sahut Karin. Patricia melirik ke arah kamar tempat ibu mereka berada.“Jangan pernah membicarakan atau mengungkit apa pun pada Mama tentang rumah dan apa pun tentang rumah itu,” ujar Patricia sambil berbisik sangat pelan.“Memangnya kenapa Mama tidak boleh tahu?” tanyanya dengan wajah polos.“Kau lupa apa saja yang sudah terjadi di rumah itu? Perampokan, preman, apa kau ingin Mama tahu dan kembali depresi memikirkan semua itu?”Mendengar hal itu membuat Karina membuka kedua mulutnya kemudian mengangguk.“Benar, aku tidak mau membuat Mama kepikiran hal itu lalu depresinya kembali,” ucap Karin menyetujui ide Patricia.“Berbohonglah apa saja jika dia mul
Patricia meremas kedua tangannya dengan gelisah, perasaan dan pikirannya bercampur aduk karena suatu kejadian yang membuat pikirannya tidak bisa melupakan hal itu dan menghapusnya dari pikirannya. Kejadian itu terus berputar-putar tanpa henti di otaknya dengan cepat.“Apa kamu gugup bertemu dengan Mama?” tanya Karina yang sejak tadi memerhatikan kakaknya yang terlihat tidak tenang di dalam mobil. Karina mengerutkan keningnya karena tidak biasanya kakaknya bersikap seperti itu dengan sangat jelas.“Hah? Ya, tentu saja aku merasa gugup. Ini pertama kalinya kita menjemput Mama pulang, dia akan kembali tinggal bersama dengan kita setelah beberapa tahun. Tentu saja aku merasa gugup,” jawab Patricia.“Aku sangat senang karena akhirnya Mama kembali bersama kita. Aku akan memberitahu Will dan dokter Malvine tentang hal ini. Tapi belakang ini Will sangat sulit dihubungi, ponselnya pun tidak aktif, apa terjadi sesuatu padanya?” tanya Karin padaku dengan wajah penasaran.Patricia menggelengkan k
“Apa yang ingin kamu bicarakan sampai membawaku ke taman rooftop?” tanya Patricia. Dia sama sekali tidak menyangka ada taman rooftop seindah ini.“Berapa dia membayarmu?” wanita itu menatap marah pada Patricia.“Apa maksudmu? Ah, jika maksudmu gajiku sebagai asisten pribadinya itu hampir tiga digit,” jawab Patricia.“Katakan padaku berapa dia membayarmu untuk menjadi teman kencannya? Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau mau menjauhinya,” perintahnya.“Kenapa kamu ingin aku menjauhinya? Harusnya kamu yang menjauh darinya karena dia milikku.”Kata “milikku” yang diucapkan Patricia membuat perempuan Bernama Oliv itu tersulut emosi.“Jaga kata-katamu jalang! Dia tidak akan pernah menjadi milikmu!”“Kamu yang jalang! Sudah tahu dia memilihku masih saja terus menyangkal! Seharusnya kamu sadar diri!”Tangan kanan Oliv terangkat dan menampar keras pipi Patricia sampai menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Tak hanya diam, Patricia juga turut membalas apa yang wanita itu lakukan padanya
Sudah selama dua minggu ini Patricia menjadi kekasih sewaan dari seorang Sean Fernandes. Banyak perubahan yang terjadi di hidupnya, termasuk gaya pakaian dia yang biasanya sederhana dan murah berubah menjadi fashionable dan bermerek mahal. Tak hanya itu, dia juga mendapat perawatan ke salon setiap akhir pekan. Dia benar-benar berubah dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.“Tidak, hari ini aku tidak bisa menginap di tempatku. Aku dan Karina ingin menjemput Mama pulang dari rumah sakit jiwa,” tolak Patricia pada permintaan Sean yang memintanya untuk menginap kembali di rumahnya.“Ya. Dokter Fhadh menyarankan untuk perawatan di rumah agar kondisi ibuku lebih stabil lagi. Katanya, jauh dari keluarga bisa membuat kondisinya naik turun. Dokter Alvin juga dulu menyarankan hal ini tapi aku tidak mendengarkannya dan memilih sibuk bekerja. Jadi, aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama kali ini,” beber Patricia Panjang lebar.“Kalau begitu nanti aku akan kirim makanan untuk kalian berdua,”