Share

4. Target Utama

Menjadi pusat perhatian para gadis sudah biasa bua Adit, tapi tidak untuk kali ini. Berada di sebuah Villa hanya berdua dengan seorang gadis membuatnya kebingungan. Walaupun ia sudah menghubungi Randi dan mengatakan jika dirinya sudah sampai, namun rombongan tersebut belum juga menampakkan batang hidungnya.

Kecanggungan itu semakin terjadi di mana langit secara perlahan menjadi gelap.

"Mas dokter mau makan? Atau mau minum? Dari tadi saya tawarin, tapi mas dokter nggak mau." Mia masih mencoba mencairkan suasana. Ia sendiri juga bingung harus melakukan apa. Ia tak tahu jika dokter yang Randi ajak, sangatlah pendiam.

"Nggak usah. Terima kasih." jawab sang dokter. Mia lagi-lagi hanya bisa tersenyum canggung.

Mia masih mencoba menghubungi Kleo. Tapi nomor gadis itu tak bisa dihubungi. Susah sinyal atau bagaimana ,ia juga tak paham.

"Atau bagaimana kalau kita--"

"Assalamu'alaikum." suara teriakan salam terdengar dari luar. Dan dengan jelasnya Mia hafal siapa pemilik suara kalau bukan sepupu tampannya itu.

"Eh, pak dokter. Maaf pak, kami lama. Soalnya diajak dulu ke rumah warga." ucap Randi sambil menyalami Adit.

"Nggak apa-apa. Santai saja."

"Dan lo ninggalin gue sendirian. Selama ini sampai gue lumutan dan butek.? Enak aja lo cuma minta maaf ke Adit. Ke gue mana kata maaf lo?" bentak Mia kesal.

Mia ikut menatap Kleo yang entah kenapa gadis itu terlihat bodoh saat menatap Adit.

"Lo juga!" bentak Mia yang kali ini ditujukan pada Kleo.

Kleo yang dibentak langsung melirik Mia. Gadis itu langsung nyengir lebar dan berjalan mendekati Mia, memeluk sahabatnya itu erat lalu mencubit pipi Mia pelan, "Lo jangan marah-marah ah. Kan cantiknya hilang."

"Ck!  Mau apa lo sekarang puji-puji gue? Sana!"

"Ih, ngambekan banget. Malu ini sama pak dokter. Masyaallah bapak tampan banget. Ngalahin tampan lo Ran." seloroh Kleo membuat Randi mendelik jengah.

Randi melirik tas ransel milik Adit yang masih tergeletak di samping sofa.

"Ya ampun sampai lupa. Dokter belum tahu kamar dokter di mana kan? Sini ikut saya dok.!"

Adit mengangguk. Ia meraih tas ranselnya dan berjalan mengikuti Randi menuju salah satu kamar yang cukup besar dan hanya diisi oleh satu ranjang saja. Mungkin karena Adit statusnya sebagai narasumber jadi lebih di spesialkan.

Setelah mengantarkan Adit menuju kamar, Randi kembali keluar menemui teman-temannya namun tak bersama Adit. Pria itu memilih untuk beristirahat terlebih dahulu.

Disisi lain, Mia dan Kleo masuk ke kamar mereka, mereka sengaja memilih kamar untuk dua orang, jadilah mereka bisa berbicara dan bercerita dengan bebas.

"Ganteng banget dokternya." ucap Kleo penuh semangat.

"Jantung lo aman Mia? Lo ketemu lebih dulu sama Adit."

Mia tak merespon, ia memilih diam dan menatap Kleo.

"Woii! Ditanyain malah diam!"

"Nggak. Gue malah kepikiran, gimana kalau Adit yang gue jadiin target gue?"

Kleo seketika menatap Mia tak percaya. Kenapa Mia bisa berpikiran untuk menjadikan Adit target untuk dijadikan kekasih.

Kalau ia lihat, Adit bukanlah tipe pria yang mudah di dekati. Biasanya pria setampan itu tipenya sangat tinggi, apalagi Adit seorang dokter.

"Lo yakin? Maksud gue, gue bukan larang ya, tapi dia ganteng banget coy, nggak yakin gue dia nggak punya pacar. Apalagi dokter. Style nya saja style anak orang kaya."

"Yakin lah. Eh, mau anak presiden kek dia, kalau cinta ya cinta aja."

Tawa Kleo tiba-tiba memenuhi kamar. Ia tertawa sejadi-jadinya karena ucapan Mia.

"Yakin lo Adit bakalan jatuh cinta sama lo?"

"Yakinlah!"

"Mia, ini target lo seorang dokter lho! Dokter muda lagi."

"Trus emang kenapa kalau target gue seorang dokter? Toh dia manusia juga. Dokter itu hatinya jauh lebih peka. Tahu nggak lo?"

"Peka kalau sama pasiennya."

"Ya gue jadi pasiennya aja."

Kleo menatap Mia horor. Jadi pasien Adit? Mau ngapain sahabatnya ini?

"Lo masih sehat kan Mia?" Kleo mengecek suhu tubuh Mia dan masih sama dengan suhu tubuhnya. "Masih sehat."

"Ya emang masih sehat gue! Lo kira gue kenapa."

"Gila. Gue ngira lo Gila Mia. Udah! Lo buang tu espek--epsek--apalah itu namanya, Epsektasi, ep--"

"Ekspektasi! Ngomong gitu doang belibet lho."

Kleo mencibir, "Iya itu maksud gue. Lo buang deh tu jauh-jauh. Cari target yang lain aja di Jakarta. Di sana banyak. Di jurusan kita juga bejibun cowoknya."

Mia seketika melambaikan tangannya dengan maksud menolak.

"Eh, ngapain gue cari lagi? Di depan mata udah ada, tinggal jalani aja. Lagian kan yang usaha itu gue, yang mau cari pacar itu gue, kenapa lo yang esmosi?"

"Bukannya gue Esmosi Mia! Adit itu kejauhan. Lo cuma nyari buat gandengan wisuda doang."

Mia menghela nafas panjang, "Kalau buat gandengan wisuda doang, Randi juga ada Kle. Akan lebih bagus kalau gue cari pacar itu memang untuk gue."

Kleo menatap Mia tak percaya, "lo serius? Alhamdulillaaaah. Akhirnya sahabat gue yang satu ini punya niatan juga biat serius." syukur Kleo. Ia beringsut mendekati Mia, lalu memukul pundak Mia, "Kalau itu tujuan lo, gue dukung Mia. Gue dukung lo seratus persen. Akhirnyaaaa. Emang sudah saatnya lo lepas dari bayang-bayang masa lalu lo itu. Kalau perlu gue bantuin lo. Pake dukun pake dukun deh kita."

"HUSSS! Bawa-bawa dukun segala. Lo kira gue jelek banget apa."

Kleo langsung tertawa, "Bukan itu maksud gue, biar usaha lo makin cepat, Mia."

"Nggak usah pakai dukun-dukunan. Gue percaya sama kemapuan wajah gue. Hehehe."

Kleo bertepuk tangan salut. Ia mengacungkan kedua jempol tangannya pada Mia. Memuji semangat gadis tersebut untuk bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu.

Karena menurutnya, memang sudah saatnya Mia membuka diri dan tak terlalu terpuruk dengan kehidupannya yang dulu. Setidaknya perjuangannya saat ini harus bisa benar-benar membuatnya bahagia.

Kalau bisa, sampai gadis itu menikah. Dan ia berharap, semua akan berjalan lancar tanpa adanya tangisan dan air mata.

"Lo harus semangat. Gue yakin lo bisa. Apapun yang terjadi nanti kedepannya, lo jangan nyerah. Kalau gue lihat, memang sulit. Karena Adit itu tipe para gadia banget, dan kita juga belum tahu Adit sudah punya pacar atau belum. Setidaknya lo harus cari tahu dulu, dia sudah punya pendamping atau belum. Itu yang harus lo lakuin pertama kali."

Mia mengangguk. Ia akan berusaha. Setidaknya Tuhan memudahkan satu langkahnya. Ia tak perlu lagi mencari target ,karena targetnya sendiri yang datang menghampirinya. Jadi satu tugasnya selesai.

Kleo menatap Mia dalam. Sahabatnya itu kini sedang tersenyum malu-malu. Entah apa yang sedang Mia pikirkan, yang jelas rona di wajah Mia begitu cantik.

Gue berharap semua lancar Mia. Dan gue berharap setelah ini ,tak ada lagi air mata yang menemani lo. Dan jikalau ada, cukup itu air mata bahagia, bukan air mata duka.

~

(Bersambung)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status