Share

Bab 8: ART Pengganggu

Mendengar ketukan pintu kamar, seketika tawa Syeira dan Aiman terhenti. Aiman memasang raut bingung, siapa yang beraninya mengetuk pintu kamar mereka sepagi ini. Sementara Syeira langsung membungkus tubuhnya dengan handuk kimono, tahu siapa yang memanggilnya tersebut.

"Siapa?" Aiman bertanya datar.

"ART baru, Mas. Sebentar yah, siapa tau saja dia butuh sesuatu yang penting." Syeira melangkah keluar kamar mandi. Meninggalkan Aiman yang berdecak kesal, tak suka kesenangannya dengan Syeira terganggu, apalagi hanya diganggu seorang ART.

Syeira membuka pintu bercat putih dengan ukiran rumit tersebut. Di luar pintu, Binar berdiri sambil menunduk, meremas jari-jari tangannya. Mendengar pintu kamar sang majikan terbuka, dia lantas mendongak.

"Maaf, mengganggu pagi-pagi, Kak. Aku hanya ingin mengatakan sarapannya sudah siap. Takut keburu dingin." Binar langsung berucap pada intinya.

Syeira melongo untuk beberapa saat. "Sepagi ini?" tanyanya.

Waktu sudah menunjuk pukul 07.45, bagi orang kaya seperti Syeira, mungkin itu masih sangat pagi. Tetapi bagi Binar yang selalu bekerjaran dengan patokan ayam di pagi hari, dia merasa waktu tersebut sudah sangat kesiangan.

"Bahkan, sarapannya sudah siap sejak setengah jam yang lalu. Takut dingin, makanya aku memberanikan diri ngetuk pintu kamar kalian ...."

"Sayang, gosokkin punggung aku!" Di kamar mandi yang setengah tertutup pintunya itu, Aiman berseru. Sontak saja hal itu mengundang raut merah di pipi Syeira, dia salah tingkah dengan tatapan Binar yang melongo. Binar mengulum senyum, tetapi juga merasa bersalah.

"Maaf sekali lagi kalau aku menganggu, Kak." Sungkan parah, begitulah yang dirasakan Binar. Dalam hati dia merutuki perbuatanya beberapa menit yang lalu. Harusnya tak perlu menganggu sang majikan di pagi hari seperti ini.

"Permisi, Kak." Binar langsung berlari ke bawah, menapaki satu persatu anak tangga yang sedikit berkelok.

"Hati-hati!" Peringat Syeira. "Kasian janinmu kalau kamu lari-lari," lanjutnya dengan raut cemas. Binar hanya mengangguk, lalu kembali menapaki satu per satu anak tangga dengan pelan.

Syeira geleng-geleng kepala melihat kelakuan Binar. Wanita itu tampak polos dan apa adanya. Tak salah Syeira memilih dia jadi ART, karena selain lugu dia juga sangat rajin.

"Sayang!" Lagi-lagi Aiman berseru di kamar mandi. Membuat Syeira segera menutup pintu kamarnya dan bergegas memenuhi perintah sang suami.

**

Selang puluhan menit berlalu, kedua pasutri yang selalu mesra itu keluar dari kamar mandi. Syeira menyiapkan kemeja kerja untuk Aiman, sedangkan Aiman membenahi rambutnya yang mulai tebal di depan kaca.

"Buruan pakai kemejanya, Mas. Sarapannya udah keburu dingin sejak tadi." Syeira menyodorkan sebuah kemeja putih dan jas hitam. "Kan, kasian Binar kalau makanan yang dia buat nggak dihargai," lanjut Syeira sembari memasangkan dasi pada Aiman.

"Binar siapa?" Alis tebal itu bertaut. Aiman memeluk pinggang istrinya, sedikit mengangkat tubuh mungil itu agar tak kesusahan menggapai lehernya saat memasangkan dasi.

"ART baru yang aku ceritain kemarin, Mas. Aku bertemu dia saat aku kecopetan, dia nyelamatin tas aku. Terus dia pingsan, aku bawa ke rumah sakit. Kasihan dia, Mas ...." Mata indah Syeira berubah sendu. Aiman menatap lekat manik indah itu.

"Kasihan kenapa, hmm?"

"Wanita itu sedang hamil muda, dia diusir dari rumahnya sebab kehamilan tersebut. Kasihan, dia terlunta-lunta di jalanan. Dokter yang memeriksa keadaannya mengatakan, jika kandungannya lemah sebab kekurangan nutrisi."

Aiman hanya menyimak sederet kalimat yang meluncur di bibir sensual Syeira. Agak kurang tertarik sebenarnya dengan kisah orang asing yang diceritakan istrinya itu. Dia hanya pura-pura menyimak dengan baik, agar sang istri tak merasa dianggurin. Terlebih lagi hubungan mereka seminggu belakangan ini agak renggang gara-gara gejala aneh yang dialami Aiman.

"Kenapa diusir?"

"Dia hamil di luar nikah. Bahkan, kehamilannya itu sampai membuat ayah wanita itu meninggal. Makanya, dia diusir dari rumah dan terlunta-lunta di jalanan." Lengkungan bibir Syeira berkedut ke bawah. "Aku kasihan dengan nasibnya yang sedang mengandung, tapi tak punya tempat tinggal atau sepersen pun uang. Makanya, aku ajak kemari."

Aiman tersenyum tipis sambil membawa helai anak rambut Syeira ke belakang telinga. "Kamu tau apa yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padamu, Sayang?"

Mata indah Syeira mengerjap sesaat. "Apa?"

"Karena kebaikan dan ketulusanmu pada sesama. Kamu selalu mau membantu orang lain walaupun tanpa mengenal orang tersebut." Dipegangnya dagu yang lancip itu. Tatapan mereka beradu pandang. "Tetaplah jadi seperti ini, Syeira yang berhati baik, tanpa ada noda di hatinya," pinta Aiman lembut.

Jarak pandang itu perlahan mendekat, dan mengikis seluruh jarak. Syeira kembali mendaratkan capitan pada perut Aiman.

"Sudah, nanti kamu terlambat." Syeira berlari di ambang pintu. "Buruan turun, sarapan."

"Sarapanku ada padamu." Senyum nakal tercipta di wajah tampan itu.

Syeira hanya tergelak, lalu turun ke bawah. Meninggalkan Aiman yang tiba-tiba mendapat telepon kantor.

Melihat Syeira yang datang ke meja makan, Binar langsung menghampirinya.

"Pagi, Binar. Bagaimana pagimu hari ini?" Syeira menyapa dengan senyuman hangat. "Apa kamu suka tinggal di sini?" tanyanya basa-basi sambil membuka satu per satu penutup basi bermotif daun.

"Iya, aku suka, Kak. Terima---"

"Ah, sudah-sudah. Jangan terima kasih lagi." Syeira segera memotong perkataan Binar sambil membuka semua basi di hadapannya. Ada nasi, cah kangkung tempe, gulai telur, ayam sambal kecombrang. "Hmm, lumayan berat yah, sarapannya," komentar Syeira cekikikan. Biasanya di pagi hari mereka hanya menyantap selembar roti yang diolesi selai.

"Maaf, aku hanya bisa buat makanan itu, Kak," ucap Binar.

"Iya nggak apa-apa. Tapi, kenapa basi yang satunya ini kosong?" tanya Syeira ketika membuka basi terakhir kosong, tetapi ada sisa-sisa saus di sana.

"Emm, di situ tadi isinya udang asam manis. Tapi aku sedang memanaskannya. Udah dingin banget soalnya."

"Ada lagi?" Syeira geleng-geleng kepala, betapa rajinnya wanita di hadapannya itu.

"Biar aku liat dulu yah, Kak."

Binar segera berlari ke dapur. Di waktu yang bersamaan, Aiman sedang mengayunkan kaki menuju ke lantai bawah. Di tangan kanan memegang ponsel sambil berucap, sedangkan tangan kirinya memegang tas kantor.

"Ayo, sarapan, Mas." Syeira berucap sambil membalikan piring. Menaruh nasi dan beberapa lauk di atasnya.

Dari arah dapur, sambil menyendok udang asam manis, Binar memandang ke ruang meja makan. Dia memandang punggung tegap yang terbungkus jas hitam di samping Syeira itu. Binar tak dapat melihat wajah suami Syeira, sebab posisinya yang membelakangi dapur.

"Aku buru-buru. Tiba-tiba saja para pemegang saham ingin mengadakan rapat."

Aiman tak menyentuh makanan di meja, hanya meminum air putih saja. Lantas, berlari keluar. Meninggalkan Syeira dengan wajah cemberut. Sebegitu buru-burunya Aiman sampai melupakan sesuatu. Sesuatu yang biasa Aiman lakukan sebelum berangkat ke kantor.

"Ini udang asam manisnya, Kak." Binar datang dari arah dapur sambil memegang basi yang mengepulkan uap putih. Ditaruhnya basi tersebut di meja.

"Ah, Sayang, aku lupa mengecup kening---"

Aiman kembali datang dari arah luar ketika teringat ritual sebelum pergi kerja itu. Syeira tersenyum semringah karena Aiman kembali.

Bersamaan dengan itu, Binar yang mendengar suara bariton itu langsung mendongak, menatap sosoknya. Pandangan mereka bersirobok!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status