Kekhilafan Satu Malam

Kekhilafan Satu Malam

By:  Ngolo_Lol  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
99Chapters
4.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Binar tak pernah menyangka, pria yang menolongnya di malam penuh badai itu, malah memangsanya sendiri! "Aku pikir, dia seorang pahlawan yang menyelamatkanku dari beberapa preman pemangsa. Tapi ... siapa sangka, dia malah menjadikanku korban mangsanya sendiri! Sampai aku mengandung benih dari pria asing bertampang kaukasoid itu." Malam kelam itu, membawa Binar pada persimpangan hidup, antara harus meminta pertanggungjawaban pada pria yang telah merenggut mahkotanya atau malah membiarkannya. Sebab dia merasa berhutang budi pada istri dari pria tersebut yang begitu baik, sudah menolongnya dari terlunta-lunta di jalanan. Akibat diusir oleh keluarganya karena hamil di luar nikah. Mohon dukungannya. Jangan lupa follow dan like🙏🏻💛

View More
Kekhilafan Satu Malam Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
99 Chapters
Bab 1: Pemangsa
Gadis berparas ayu itu, berteriak kencang, meronta-meronta ketika beberapa preman menarik tubuh mungilnya ke sudut jalan yang sepi. Gadis itu bernama Binar Widya. Di tengah kekalutannya, dia berharap ada seseorang yang datang di tengahnya malam penuh badai ini. Menolongnya dari terkaman binatang buas itu. “Lepas!” Binar mendaratkan gigitan pada preman yang mencengkeram lengannya yang polos. “Dasar jalang!” Gadis malang yang berusaha melindungi harga dirinya itu malah mendapatkan sebuah tamparan. “Hey, lepaskan wanita itu!” Seorang pria bertampang kaukasoid, tiba-tiba datang menghadang kerumunan itu. Tangan sang pria terkepal erat, tak terima melihat wanita berparas ayu itu diperlakukan dengan kasar. Mereka semua sontak mengalihkan pandangan ke pria asing itu. Sementara sang wanita menatap si pria dengan sayu, kesenduan di matanya seolah-olah menaruh harapan besar terhadap pria yang mengenakan setelan jas itu, agar menyelematakannya dari para bajingan yang mencengkeramnya. "Oh, ad
Read more
Bab 2: Sindrom
Tubuh mungil itu menggeliat kala sinar matahari menusuk kelopak matanya yang terasa memberat. Jemari lentiknya bergerak, dan tersentak bangunlah dia kala merasakan kulit asing di sampingnya tertidur. Jantung Binar serasa merosot menatap sosok gagah di sampingnya yang tertidur tengkurap. Mata bulat gadis itu langsung berkaca-kaca mengingat kejadian semalam, lalu meluncurlah anak-anak sungai di pipi yang tampak kemerahan dan lelah itu. Tangannya membekap mulut sendiri, menahan isak tangis, juga takut terhadap sosok di hadapannya. "Kenapa malah seperti ini?" gumamnya sambil menjambak rambut frustasi. “Tidak, ini tidak mungkin!”Dengan tangan bergetar, Binar bangkit sambil menahan area nyeri di tengah-tengah tubuhnya. Secepat mungkin dia memungut semua pakaiannya yang tercecer di lantai berdebu dan memakainya. Binar lantas keluar dari dalam gedung terbengkalai sebelum pria yang tertidur bersamanya itu bangun. Binar tak ingin bertemu lagi dengan pria itu. Pria yang dia pikir adalah pahlaw
Read more
Bab 3: Menutupi Kebenaran
Mata bulat Binar mendongak, memandang salah satu pohon yang berbuah lebat yang membuat dia menelan ludah berkali-kali. Binar mencoba melompat, menggapai ranting buah asam di atas sana. Entah mengapa, dia sangat teringin sekali buah asam yang di mana ketika memakannya akan membuat gigi terasa geli. "Tinggi sekali!" Binar mendengkus kasar, tubuh mungilnya kepayahan menggapai ranting pohon asam yang lumayan tinggi itu. "Tunggu, tunggu, tunggu!" Binar menghadang beberapa bocah kecil laki-laki yang baru saja pulang bermain bola di lapangan. "Ada apa, Kak?" tanya salah satunya. "Emm, minta tolong ambilin Kakak buah asamnya, donk." Pupil mata Binar membesar, menatap anak-anak kecil itu dan buah asam di atas sana. Memandanginya saling bergantian. "Siap, Kak Binar Cantik!" Mereka antusias menjawab sambil menjajarkan jemari tangannya di kening. Detik berikutnya, mereka sontak saling naik di pohon asam tersebut. Bahkan terlihat saling berlomba, siapa yang lebih cepat mengambilkan buah asamn
Read more
Bab 4: Wanita Hina
Plak! "Dasar anak tidak tau malu! Kenapa kamu sampai melakukan hal sehina ini?!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Binar. Membuat wanita berparas ayu itu tersungkur ke lantai. Bibir ranumnya mengeluarkan darah di bagian sudut. Binar hanya menunduk malu, menerima amarah dari orang tua yang dicintainya. Sadar akan kesalahan yang telah diperbuatnya beberapa bulan yang lalu. Pagi tadi, Binar yang sedang membantu sang ibu membuat sarapan, tiba-tiba kepalanya berputar dan terasa berat. Dia langsung kehilangan keseimbangan, pingsan. Warsih yang kembali dari kios, merasa panik melihat Binar yang telah tergeletak di lantai dapur. Dia segera meminta tolong pada tetangga, membawa putri sulungnya itu ke puskesmas, takut sampai putrinya terkena penyakit berbahaya. Pasalnya, sang putri sedari kecil tidak pernah pingsan walau bekerja seharian di bawah terik pekik matahari. "Selamat yah, sebentar lagi Ibu akan menjadi seorang nenek. Usia kandungan putri Ibu sudah dua bulan lebih." Ucap
Read more
Bab 5: Terlunta-lunta
Sudah berhari-hari Binar terlunta-lunta di jalanan. Kadang makan, kadang tidak. Tidur sembarangan, tak ada tempat untuk singgah. Malam ini, mengingatkan Binar pada malam dia bertemu dengan pria berparas kaukasoid yang awalnya dia pikir seorang pahlawan itu. Namun, dengan teganya sang pria beralis tebal tersebut merenggut mahkota yang Binar jaga selama ini. Angin kencang berlalu lalang, menerbangkan daun-daun kering yang ada di jalanan, menemani langkah Binar yang tak tentu arah. Mata bulat itu telah lelah menitikkan air mata. Bibirnya berkedut, meratapi nasib yang sedang menimpanya. Pandangan Binar mengedar ke sekeliling, memandang ruko-ruko yang berjajar di pinggir jalan juga beberapa kedai. Dia mengusap perutnya yang masih rata. Di balik baju berwarna hijau kumuh itu, terdengar suara bergemuruh lirih. Binar kelaparan. Langkahnya dibawa menuju ke kedai nasi goreng. Air ludah ditelan Binar berkali-kali ketika melihat si koki mengaduk-aduk nasi yang berwarna kuning kecoklatan dengan
Read more
Bab 6: Malaikat Penolong
"Ha-haus ....""Mas Aiman nggak perlu menjemputku. Aku akan segera pulang. Ah, sudah dulu yah, Mas." Begitu mendengar suara lirih dari Binar yang meminta air minum, Syeira langsung menghentikan panggilan dengan suaminya. Membuat Aiman di ujung sambungan telepon sana, berdecak. Mau menjemput istrinya, namun tidak tahu istrinya berada di rumah sakit mana. Syeira segera mendekat pada Binar yang memakai baju biru rumah sakit. Wanita yang terbaring di ranjang rumah sakit itu, tampak lemah dengan sorot mata kuyu dan bibir kering. "Kamu mau minum?" tanya Syeira lembut. Binar hanya mengangguk lemah menatap wajah sejuk di hadapannya. Dalam hati dia sangat bersyukur dipertemukan malaikat penolong seperti wanita di hadapannya itu. Syeira menaikan posisi ranjang Binar di bagian kepala, lantas membantu wanita itu untuk minum. Binar pun langsung menerima bantuan tersebut dengan lelehan air mata, merasa terharu. Berkat bantuan Syeira, tenggorokannya yang telah kering bagai di padang pasir, kini
Read more
Bab 7: Tempat Tinggal Baru
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.45, saat mobil yang dikendarai Syeira memasuki pekarangan rumah yang terdapat air mancur dengan patung dua angsa berciuman di tengah-tengahnya. Sebelumnya, kedua wanita itu mampir dulu untuk makan malam, maka dari itu agak larut malam sampai ke rumahnya. Mata Binar sedikit jelalatan melihat-lihat keindahan pekarangan halaman rumah Syeira, ada taman di samping kiri sana, juga gazebo yang terbuat dari semen dan dicat putih tulang. "Ayo keluar!" ajak Syeira setelah membuka pintu. Wanita dengan dress selutut itu, mendahului naik anak tangga setinggi setengah meter agar mencapai teras rumah bergaya Eropa itu. Dengan rasa sungkan, Binar akhirnya keluar dari mobil. Sekali lagi, mata bulat itu mengedarkan pandangan ke sekitar. Tatapan matanya bertemu dengan security yang tadinya membukakan pintu untuk mobil Syeira. Binar tersenyum hormat pada pria yang lebih tua tersebut, tetapi sang pria seumuran ayahnya itu hanya memasang raut
Read more
Bab 8: ART Pengganggu
Mendengar ketukan pintu kamar, seketika tawa Syeira dan Aiman terhenti. Aiman memasang raut bingung, siapa yang beraninya mengetuk pintu kamar mereka sepagi ini. Sementara Syeira langsung membungkus tubuhnya dengan handuk kimono, tahu siapa yang memanggilnya tersebut. "Siapa?" Aiman bertanya datar. "ART baru, Mas. Sebentar yah, siapa tau saja dia butuh sesuatu yang penting." Syeira melangkah keluar kamar mandi. Meninggalkan Aiman yang berdecak kesal, tak suka kesenangannya dengan Syeira terganggu, apalagi hanya diganggu seorang ART. Syeira membuka pintu bercat putih dengan ukiran rumit tersebut. Di luar pintu, Binar berdiri sambil menunduk, meremas jari-jari tangannya. Mendengar pintu kamar sang majikan terbuka, dia lantas mendongak. "Maaf, mengganggu pagi-pagi, Kak. Aku hanya ingin mengatakan sarapannya sudah siap. Takut keburu dingin." Binar langsung berucap pada intinya. Syeira melongo untuk beberapa saat. "Sepagi ini?"
Read more
Bab 9: Ingin Pergi
Sontak saja baik Binar maupun Aiman sama-sama berubah pucat pasi. Aiman membeku, jantungnya berdentum keras dengan tatapan menghujam pada Binar. Sementara mata bulat Binar langsung berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Dia mencengkeram bahu kursi dengan dada yang naik turun dengan berat. Bayangan memori kehangatan di malam penuh badai yang dingin itu terlintas di pelupuk mata keduanya, seolah-olah sedang menonton tayangan bioskop. Binar beringsut mundur dengan tungkai yang terasa lemas. Pandangannya pun tiba-tiba mengabur. "Binar!" Syeira panik melihat Binar pingsan. Langsung saja dia menepuk-nepuk pipi wanita yang telah terbaring di lantai itu. Sementara Aiman masih berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Rasa syok melihat wanita yang pernah menghabiskan malam berdua dengannya itu hadir di depan mata. "Mas!" seru Syeira membuat Aiman terlonjak kaget. "Ayo, tolong angkat dia, bawa ke kamar!""A-apa?" Mata Aiman mengerjap beberapa kali
Read more
Bab 10: Susan Adela
Binar tak ingin bertemu lagi dengan pria itu. Binar tak ingin menganggu kehidupan rumah tangga malaikat penolongnya itu. Binar cukup tahu diri, kejadian di malam penuh badai itu, bukan murni kesalahan Aiman saja. Binar juga ikut andil dalam kekhilafan di malam itu. Binar terlalu terbuai dalam kehangatan yang Aiman ciptakan di malam penuh badai yang dingin itu. Andai Binar menolak dan melakukan perlawanan, pasti hal ini semua tidak akan pernah terjadi. Baru saja Binar menjauh dua langkah dari ranjang, tungkainya kembali lemas. Dia memegang kepalanya yang agak pening. Segera Syeira menahan lengan Binar, takut dia terjatuh lagi. "Kamu mau ke mana?" Syeira berucap cemas. "Kondisi kamu belum memungkinkan untuk pergi jauh lagi dari sini? Emang kamu punya tempat tinggal?"Pertanyaan Syeira hanya ditanggapi bulir-bulir bening yang berjatuhan deras dari mata Binar. Bagaimana harus menjelaskan pada Syeira, bahwa dia tidak mau tinggal di rumah itu sebab s
Read more
DMCA.com Protection Status