LOGINLangit Archipelago Onyx memancarkan warna keemasan saat matahari mulai tenggelam di cakrawala. Kapal ekspedisi Seastorm berlayar kembali menuju Guild Petualang Samudra, membawa pulang para petualang yang telah menyelesaikan misi dungeon laut dangkal. Suasana di atas kapal terasa berbeda bukan sekadar karena keberhasilan mereka, tetapi karena sesuatu yang tak terduga telah terjadi.
Kazehaya Renzu berdiri di tepi kapal, menatap refleksi dirinya di permukaan laut yang beriak tenang. Tangannya masih terasa hangat dengan sisa energi astral yang belum sepenuhnya padam. Dia mencoba menggenggam udara, dan cahaya samar bintang masih berpendar di sekeliling jarinya. "Aku benar-benar berubah..." gumamnya pelan. "Renzu!" suara Mira memecah lamunannya. Ia berjalan mendekat dengan ekspresi serius. "Kau harus bersiap. Begitu kita tiba di guild, semua orang pasti akan membombardirmu dengan pertanyaan." Rufus yang tengah duduk di peti suplai ikut menimpali. "Ya, dalam satu hari kau dari petualang terlemah tiba-tiba bisa mengalahkan Guardian Serpent. Itu bukan hal yang bisa dilewatkan begitu saja." Renzu tersenyum tipis. "Aku pun masih berusaha memahami apa yang terjadi. Aku tidak meminta kekuatan ini, tapi sekarang aku harus belajar menggunakannya." Mira menatapnya lekat. "Jangan cuma 'belajar menggunakannya'. Pastikan kau bisa mengendalikannya. Kalau tidak, kekuatan itu yang akan mengendalikanmu." Begitu kapal merapat di pelabuhan, kabar tentang pencapaian Renzu sudah lebih dulu sampai di Guild Petualang Samudra. Begitu mereka masuk ke dalam aula utama, suara gemuruh langsung memenuhi ruangan. "Hei, itu dia! Si petualang yang tadinya sampah sekarang punya kekuatan misterius!" "Kudengar dia mengalahkan Guardian Serpent sendirian! Mustahil, kan?!" "Jangan-jangan dia membuat perjanjian dengan iblis laut?" Renzu menahan napas, tidak nyaman dengan semua perhatian ini. Dia melirik Mira dan Rufus yang berjalan di sampingnya. Mira hanya menghela napas panjang, sementara Rufus berusaha menahan tawa. Dari kejauhan, seorang pria bertubuh besar dengan armor ringan melangkah maju. Kapten Darios. "Kazehaya Renzu." Suaranya dalam dan berwibawa, membuat seluruh ruangan mendadak sunyi. "Ikut aku ke ruang kapten. Kita perlu bicara." Tanpa membantah, Renzu mengangguk dan mengikuti Darios ke lantai atas, melewati tatapan penuh tanya dari para petualang lainnya. Ruangan kapten adalah tempat yang jarang dimasuki oleh petualang biasa. Meja besar penuh dengan peta lautan, berbagai dokumen tentang ekspedisi, dan beberapa artefak misterius menghiasi ruangan tersebut. Darios duduk di kursinya, menyilangkan tangan di atas meja. Ia menatap Renzu dengan tajam sebelum akhirnya berbicara. "Duduklah." Renzu menurut, meskipun hatinya berdebar kencang. "Aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri," lanjut Darios. "Apa yang sebenarnya terjadi di dungeon?" Renzu menarik napas dalam, lalu mulai menjelaskan semuanya bagaimana dia jatuh ke kedalaman, menemukan fragmen Gelang Bintang, dan bagaimana sistem misterius muncul dalam pikirannya, memberinya kekuatan baru. Darios mendengarkan tanpa menyela, hanya sesekali mengusap dagunya seolah mencerna informasi tersebut. Setelah Renzu selesai berbicara, Darios menghela napas panjang. "Jadi, kau memiliki sesuatu yang mungkin lebih berharga dari yang kau kira. Kau tahu apa artinya ini, bukan?" "Ya... bahwa akan ada banyak pihak yang menginginkan kekuatan ini." Darios mengangguk. "Dan tidak semua dari mereka akan bersikap baik." Sunyi sesaat, sebelum akhirnya Darios berbicara lagi dengan nada lebih serius. "Kau tidak boleh mengatakan ini kepada sembarang orang, Renzu. Jika informasi tentang Gelang Bintang menyebar, kau bisa menjadi target dari kerajaan, guild lain, atau bahkan organisasi gelap." "Aku mengerti." Renzu mengepalkan tangannya. "Tapi aku juga tidak bisa berdiam diri. Aku harus memahami kekuatan ini lebih jauh." Darios tersenyum tipis. "Itu jawaban yang bagus. Mulai besok, kau akan berlatih lebih keras. Jika kau ingin bertahan di dunia ini, kau harus tahu cara menggunakan kekuatanmu dengan benar." Esok paginya, Renzu berdiri di arena latihan guild. Para petualang lain berkumpul di sekeliling, penasaran ingin melihat langsung apakah rumor tentang kekuatannya benar adanya. Mira, yang berdiri di seberangnya dengan tombaknya, tersenyum. "Baiklah, Renzu. Kalau kau benar-benar berubah, buktikan padaku." Renzu menarik napas dan mengaktifkan kekuatan barunya. Cahaya biru keperakan menyelimuti tangannya saat dia mengangkatnya ke depan. "[Star Bolt]" Sebuah proyektil energi melesat menuju Mira, yang dengan cepat menangkisnya dengan tombaknya. "Tidak buruk." Mira berlari ke arahnya, menyerang dengan cepat. "Tapi kekuatan saja tidak cukup! Kau harus bisa bertarung!" Renzu nyaris tidak bisa menghindari serangan pertama, tapi insting barunya mulai bekerja. Sistem Astral memberinya peringatan sekilas sebelum serangan Mira datang, memungkinkan Renzu untuk menghindar dengan lebih baik dari biasanya. Rufus yang menonton dari samping bersiul kagum. "Dia lebih cepat dari sebelumnya. Kelihatannya Sistem Astral itu juga meningkatkan refleksnya." Serangan Mira semakin cepat, namun kali ini Renzu mulai melawan. [Astral Shield] muncul di depannya, memantulkan salah satu serangan Mira. Mira mundur beberapa langkah, lalu tersenyum. "Bagus. Tapi kau masih punya banyak hal yang harus dipelajari." Renzu mengangguk. "Aku akan terus berkembang." Darios yang menonton dari kejauhan tersenyum tipis. "Sepertinya petualang terlemah kita tidak seburuk itu lagi." Namun, di balik semua ini, seseorang dari bayangan sedang mengamati pertarungan tersebut dengan mata penuh niat tersembunyi. "Menarik... Gelang Bintang telah menemukan tuannya." Malam telah turun di Archipelago Onyx, tetapi di dalam Guild Petualang Samudra, aktivitas masih terus berjalan. Para petualang duduk berkelompok di meja-meja besar, berbincang tentang ekspedisi mereka atau bersiap untuk misi keesokan harinya. Namun, di sudut ruangan, ada sekelompok orang yang berbicara dengan suara pelan, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Jadi... dia benar-benar memilikinya?" Suara itu datang dari seorang pria bertudung hitam, suaranya rendah dan penuh perhitungan. Di depannya duduk seorang petualang senior dari guild, yang tampak sedikit gelisah. "Ya. Aku melihatnya sendiri. Dia menggunakan kekuatan yang tak pernah dimilikinya sebelumnya. Dan aura yang terpancar darinya... itu bukan sihir biasa." Pria bertudung itu menyipitkan mata. "Kazehaya Renzu... siapa sangka anak itu ternyata memegang pecahan Gelang Bintang?" "Apa yang harus kita lakukan?" tanya petualang senior itu dengan suara pelan. "Awasi dia. Jangan bergerak gegabah. Jika Gelang Bintang telah memilihnya, maka kita harus memastikan dia tidak jatuh ke tangan pihak lain sebelum kita bisa mengambilnya." Lalu pria bertudung itu berdiri, dan dalam sekejap, dia menghilang ke dalam kegelapan. Matahari pagi menyinari guild, dan Renzu baru saja bangun setelah semalam memikirkan peristiwa di arena latihan. Kepalanya masih dipenuhi pertanyaan tentang Sistem Astral dan Gelang Bintang, tetapi tidak ada waktu untuk berlama-lama dalam kebingungan. Saat dia berjalan menuju aula utama, Mira dan Rufus sudah menunggunya. "Akhirnya kau bangun juga," kata Mira dengan tangan terlipat di dada. "Hari ini kita akan mendapatkan misi baru." "Misi baru?" Renzu mengerutkan dahi. "Bukankah aku baru saja kembali dari dungeon?" Rufus tertawa. "Kau bukan lagi petualang terlemah, Renzu. Sekarang semua orang ingin melihat apakah kekuatan barumu benar-benar bisa diandalkan." Darios mendekat, ekspresinya serius. "Renzu, ikut aku ke ruang misi. Ada sesuatu yang harus kau lihat." Di dalam ruang misi, sebuah peta besar terbuka di atas meja. Darios menunjuk ke sebuah lokasi di tengah hutan belantara di benua terdekat. "Kami menerima laporan bahwa reruntuhan kuno di hutan ini mulai menunjukkan aktivitas yang tidak biasa. Energi mana di sana meningkat secara drastis, dan beberapa petualang yang mencoba menjelajahinya tidak pernah kembali."Renzu mengepalkan tangannya. "Jika semua fragmen dikumpulkan, apa yang akan terjadi?"Elyndor menghela napas, ekspresi wajahnya tegang. "Kemungkinan besar, sesuatu yang telah lama tersegel akan bangkit kembali. Dan dari apa yang tertulis di sini… itu bukan sesuatu yang kita inginkan."Keheningan melingkupi mereka. Seakan kota ini sendiri menunggu jawaban mereka.Tiba-tiba, tanah bergetar di bawah mereka. Air laut di sekitar reruntuhan mulai berputar perlahan, dan dari celah-celah batu yang mereka injak, muncul kilatan cahaya biru kehijauan."Apa yang terjadi?!" Neyra berteriak, mencoba menyeimbangkan dirinya di dalam air yang mulai bergolak.Sebuah suara berat bergema di seluruh reruntuhan, suara yang tak berasal dari makhluk hidup, melainkan dari sesuatu yang lebih tua, lebih dalam, lebih purba."Sang Penguasa Laut telah tertidur selama seribu tahun… tetapi kehadiran kalian telah mengganggunya…"Renzu merasakan Fragmen Lautan di tangannya bergetar semakin kuat, seolah mencoba memperi
"Serangan biasa tidak akan bekerja!" Vale berteriak. "Makhluk ini terbuat dari energi kuno! Kita harus mencari kelemahannya!"Renzu berusaha membaca pergerakan Sentinel, mencoba menemukan celah. Namun, setiap kali ia mendekat, makhluk itu mengeluarkan gelombang energi yang memaksanya mundur. Air di sekitar mereka semakin bergejolak, seolah-olah kota ini tidak ingin mereka berada di sana."Kita butuh strategi!" Mira menangkis serangan dari tentakel energi yang muncul dari tubuh Sentinel. "Kalau tidak, kita akan terkubur di sini!"Elyndor mulai membaca inskripsi di sekitar reruntuhan, matanya bergerak cepat menganalisis pola sihir yang terpahat di dinding. "Aku menemukannya! Makhluk ini hanya bisa dihentikan jika kita memutus sumber mananya! Simbol di dadanya!"Renzu melihat simbol spiral yang bersinar di dada Sentinel dan menyadari itulah titik lemahnya."Kita harus menyerang bagian itu!" Renzu berteriak.Vale mengangguk cepat. "Aku bisa menciptakan celah dengan sihirku! Tapi aku butuh
Kedalaman lautan semakin gelap, hanya diterangi oleh sinar dari kristal sihir yang dibawa Vale dan Elyndor. Ombak di atas mulai mereda ketika Renzu dan timnya akhirnya mencapai dasar lautan, di mana reruntuhan megah Kota Nautalis terbentang di hadapan mereka.Pilar-pilar batu raksasa menjulang dari dasar laut, ditutupi lumut dan karang yang telah mengeras selama berabad-abad. Gerbang kota yang setengah runtuh masih berdiri tegak, dengan ukiran kuno yang memancarkan aura magis. Mereka semua berdiri dalam diam sejenak, mengagumi sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang."Tempat ini…" Vale berbisik kagum, jari-jarinya menyentuh pahatan di salah satu dinding pilar. "Aku bisa merasakan energi sihir yang luar biasa dari kota ini. Seolah-olah sesuatu masih hidup di dalamnya."Renzu melangkah maju, mendekati gerbang utama, di mana ukiran kuno membentuk pola spiral yang seakan menuntun mereka masuk. Kristal Fragmen Lautan di tangannya mulai bergetar, seolah merespons sesuatu di dalam kota."
Vale menoleh ke Renzu. "Berarti masih ada jenderal lain Sunturion yang belum menunjukkan diri. Kita harus bertindak, sebelum mereka siap menyerang."Neyra mengepalkan tinju. "Aku bisa mengirim pasukan merfolk untuk memantau, tapi jika mereka benar-benar punya pemimpin baru, keadaannya bisa lebih serius."Renzu terdiam sejenak, berpikir cepat. Ia sadar bahwa memberi waktu bagi Sunturion untuk pulih adalah kesalahan fatal."Kita tak boleh membiarkan mereka bangkit. Kita serang duluan sebelum bala bantuan datang," katanya, akhirnya.Salah satu kepala suku merfolk angkat bicara. "Pasukan kita juga butuh istirahat. Jika kita terburu-buru menyerang, malah banyak yang jadi korban."Renzu mengangguk paham. "Kita takkan kerahkan semua prajurit. Hanya satu unit elit yang akan menghantam titik vital mereka. Ini bukan perang frontal, melainkan pukulan cepat agar mereka tak bisa bangkit."Mira menatap lurus ke arah Renzu. "Siapa yang memimpin?""Aku," jawab Renzu, mantap. "Aku harus memastikan mer
Vale menatap Renzu dengan penuh keyakinan. "Tapi kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita perlu perencanaan, strategi, dan peradaban yang kuat. Aku akan mengabdikan diriku demi membangun administrasi yang layak untuk kita semua."Elyndor melangkah maju, sorot matanya tegas. "Kita memiliki kekuatan Astral, dan kita punya sejarah yang perlu kita gali lebih dalam. Aku akan memastikan setiap fragmen dan rahasianya digunakan untuk melindungi kekaisaran ini."Renzu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar kerumunan hening. "Mereka pikir kita hanya segelintir pemberontak. Mereka kira kita bisa dihancurkan sewaktu-waktu. Tapi mereka salah. Mulai malam ini, kita bukan lagi korban. Kita bukan lagi hamba. Kita adalah kekaisaran!"Raungan menyemangati pun mengguncang langit. Kemenangan atas Kekaisaran Sunturion kini lebih dari sekadar kemenangan perang ini adalah awal dari perubahan besar.Constela Empire telah berdiri.Meski demikian, Renzu sadar betul: ini baru permulaan. Ancaman masih
Laut yang sebelumnya menjadi medan peperangan kini tampak lebih tenang, namun jejak pertempuran masih jelas terlihat. Puing-puing kapal musuh mengambang di atas ombak, dan di sepanjang garis pantai, para beastmen dan merfolk yang tersisa mulai mengumpulkan tubuh-tubuh rekan mereka yang telah gugur.Di tengah lautan, kapal utama aliansi perlahan berlabuh di dermaga, disambut penduduk yang menanti dengan campuran perasaan lega dan duka. Renzu berdiri di anjungan, pandangannya menerawang jauh. Baru saja ia memimpin perang besar, namun kemenangan ini terasa pahit oleh pengorbanan yang tak sedikit.Saat Renzu turun, Mira, Rufus, Neyra, dan Vale berjalan di sampingnya. Wajah mereka letih, tubuh masih berlumur darah dan debu pertempuran. Di hadapan mereka, suku beastmen dan merfolk berkumpul mengadakan upacara bagi para pahlawan yang telah kehilangan nyawa.Sebuah altar batu berdiri di tengah alun-alun, bendera Aliansi yang baru berkibar pelan diiringi angin laut. Di sampingnya, sebuah spand







