"Gerombolan Aqua Serpent! Bersiaplah!"
Dari bayangan karang, beberapa ekor Aqua Serpent, makhluk ular laut sepanjang tiga meter dengan mata berpendar hijau, meluncur ke arah mereka dengan kecepatan tinggi. Tanpa ragu, Mira menghunus tombaknya dan melesat ke depan. "Jangan biarkan mereka mengepung kita!" Pertarungan sengit pun terjadi. Rufus melontarkan semburan sihir angin untuk menghalau serangan, sementara Lyra menggunakan busur sihir yang bisa menembakkan panah energi di bawah air. Namun, satu dari Aqua Serpent berhasil menyelinap di antara mereka dan mengincar Renzu. "Awas!" teriak Mira. Tapi terlambat. Ular laut itu melesat ke arahnya, membuka rahangnya yang dipenuhi taring tajam. Dalam sepersekian detik, Renzu hanya bisa berpikir satu hal. Apakah ini akhirnya? Tiba-tiba, dia merasakan sesuatu bergetar di dalam dirinya... sesuatu yang aneh dan asing. Dan sebelum dia menyadarinya, tubuhnya terseret oleh arus air yang berputar tak terkendali membawa dirinya jauh ke dalam kegelapan reruntuhan di bawah sana. "RENZUUUUU!!" Suara teman-temannya perlahan memudar, digantikan oleh keheningan mutlak yang menyesakkan. Di kedalaman yang gelap dan sunyi, Kazehaya Renzu jatuh tanpa daya ke dalam kegelapan yang akan mengubah takdirnya selamanya. Gelap. Renzu merasakan tubuhnya melayang, tenggelam lebih dalam ke dalam kehampaan. Dingin air laut membekukan tulangnya, dan tekanan dari kedalaman membuat dadanya semakin sesak. Jantungnya berpacu, antara ketakutan dan keinginan untuk tetap hidup. "Tidak... Aku belum... Aku tidak bisa mati di sini!" pikirnya dalam hati, mencoba menggerakkan tubuhnya, namun sia-sia. Kemudian, sesuatu terjadi. Kilatan cahaya biru keperakan menerangi kegelapan di sekelilingnya. Suara gemuruh bergema, seolah sebuah entitas kuno baru saja terbangun. Dari dalam kehampaan, muncul sebuah batu bercahaya yang melayang di hadapannya, pecahan Gelang Bintang. "Apa... ini?" Tanpa peringatan, fragmen itu bergetar dan menghujam dada Renzu, menyalakan ribuan percikan energi di sekujur tubuhnya. Sesuatu yang mirip dengan antarmuka transparan tiba-tiba muncul di hadapannya, seperti panel dalam gim RPG. SISTEM ASTRAL AKTIF Pengguna: Kazehaya Renzu Status: Sinkronisasi Awal... 40%... 70%... 100%, System Activated. Sensasi panas menjalar ke seluruh tubuhnya, dan tiba-tiba, kekuatan asing merasuk ke dalam dirinya. Renzu terengah-engah saat kesadarannya kembali. Dia menyadari bahwa tubuhnya tidak lagi tenggelam sebaliknya, dia melayang di dalam air dengan ringan, seolah-olah arus laut tidak lagi berpengaruh padanya. "Apa yang terjadi padaku...?" bisiknya, tangannya terangkat dengan gemetar. Dari telapak tangannya, percikan cahaya bintang menyala. "Kazehaya Renzu." Sebuah suara menggema di dalam kepalanya, dalam dan misterius. "Kau telah terpilih sebagai pewaris Sistem Astral. Jalani takdirmu, kumpulkan pecahan Gelang Bintang, dan temukan kebenaran dunia ini." Sebelum Renzu bisa mengajukan pertanyaan lebih lanjut, bayangan besar muncul dari kedalaman di bawahnya. Seekor Leviathan, ular laut raksasa dengan mata menyala merah, meluncur ke arahnya dengan kecepatan mengerikan. "Sial!" Renzu bereaksi spontan, mengangkat tangannya. Cahaya dari sistem yang baru saja menyatu dengannya berpendar lebih terang, dan tanpa ia sadari, [Star Bolt] sebuah proyektil energi astral meluncur dari tangannya dan menghantam Leviathan tepat di rahangnya. Ledakan air membuat makhluk itu meraung kesakitan, berputar di dalam air, lalu melesat pergi ke dalam kegelapan. Napas Renzu memburu. Dia melihat ke tangannya yang masih memancarkan cahaya. "Aku... Aku menggunakan sihir?" Sebelum ia bisa mencerna lebih jauh, sebuah suara lain menggema dari kejauhan. "RENZU! KAU DIMANA?!" Itu suara Mira. Renzu berenang ke atas dengan mudah, seolah tubuhnya telah beradaptasi dengan kedalaman. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan kembali timnya Mira, Rufus, Lyra, dan Goran sedang bertarung dengan sisa-sisa Aqua Serpent di reruntuhan kuno. Mira menoleh dan matanya melebar ketika melihat Renzu muncul. "Renzu?! Kau masih hidup?! Bagaimana bisa?!" Rufus hampir menjatuhkan senjatanya. "Itu mustahil... Kau jatuh ke dasar laut! Seharusnya " "Lain kali... jangan meremehkanku begitu saja." Renzu menyela, sambil mengangkat tangan kanannya. Cahaya bintang berpendar dari telapak tangannya, membuat semua orang terdiam. "Apa-apaan ini...?!" Lyra bergumam. "Kau tidak punya bakat sihir, bagaimana mungkin...?!" Namun, sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, sebuah geraman keras menggema dari dalam reruntuhan. "Kita belum selesai di sini." Goran memperingatkan, mengangkat pedangnya. Dari dalam lorong reruntuhan, seekor Guardian Serpent, versi raksasa dari Aqua Serpent biasa, meluncur ke arah mereka dengan gigi tajam siap mencabik. Mira bersiap. "Kita tidak punya pilihan lain! Hancurkan dia!" Tapi sebelum siapa pun bisa bergerak, Renzu maju lebih dulu. Mata birunya berkilat penuh determinasi. "Aku akan menanganinya." Guardian Serpent melesat ke arah Renzu dengan kecepatan yang sulit ditangkap mata telanjang. Namun, kali ini, Renzu tidak gentar. Sistem Astral dalam pikirannya memberikan peringatan, seolah mengantisipasi serangan lawan. "Serang sekarang!" Tanpa ragu, Renzu mengayunkan tangannya ke depan. [Star Bolt] kembali tercipta, lebih besar dan lebih terang. Proyektil astral itu melesat lurus ke arah Guardian Serpent dan meledak tepat di kepalanya. Monster itu mengeluarkan raungan menyakitkan, tubuhnya terhuyung di dalam air sebelum akhirnya ambruk di dasar reruntuhan. Keheningan menyelimuti tim. Mata Mira membelalak. "Kau... Kau baru saja mengalahkan Guardian Serpent dengan satu serangan?!" Rufus menelan ludahnya. "Itu bukan sekadar sihir biasa. Itu adalah " "Sihir Astral." Renzu menyelesaikan kalimatnya. "Dan aku baru memulainya." Setelah pertarungan, tim segera naik kembali ke kapal ekspedisi. Ketika mereka muncul ke permukaan, langit sudah mulai gelap, dan bintang-bintang bertaburan di atas mereka. Di atas kapal, Kapten Darios menunggu dengan tangan terlipat. Ketika dia melihat Renzu kembali dalam keadaan hidup dan dengan aura baru yang terpancar darinya dia hanya tersenyum tipis. "Jadi... Sepertinya aku tidak salah menilaimu." Renzu menatap kaptennya dan mengangguk. Untuk pertama kalinya sejak bergabung dengan guild, dia merasa bahwa dirinya akhirnya memiliki tempat di dunia ini. Mira mendekatinya dan menyikut bahunya. "Sepertinya aku harus mulai memperlakukanmu lebih serius sekarang, ya?" Rufus tertawa kecil. "Si petualang terlemah baru saja menjadi kartu as kita." Renzu hanya tersenyum. Dalam hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Sistem Astral telah memberinya kesempatan kedua dan dia tidak akan menyia-nyiakannya. Jauh di dalam pikirannya, pesan dari sistem kembali muncul yang menampilkan quest yang harus segera ia jalankan. Misi Utama: Kumpulkan Fragmen Gelang Bintang (1/7). Petualangan Kazehaya Renzu baru saja dimulai.Menuju ibu kota Aurora - Melalui Labirin EsBadai salju semakin menggila saat Renzu dan timnya melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Aurora. Kabut tebal menutupi pandangan mereka, sementara angin dingin menembus pakaian tebal yang mereka kenakan. Hera berjalan di depan dengan langkah mantap, seolah tidak terpengaruh oleh suhu yang menggigit.Mira menggigil, merapatkan jubahnya. "Kau yakin kita di jalur yang benar, Hera? Aku bahkan tidak bisa melihat lima langkah ke depan."Hera tidak menghentikan langkahnya. "Aku sudah melewati jalur ini berkali-kali. Percayalah, kita akan segera sampai."Rufus menepuk-nepuk tangannya, berusaha menghangatkannya. "Lebih baik kita sampai secepat mungkin. Aku rasa jemariku mulai membeku."Lyra, yang berjalan di samping Renzu, berbicara pelan. "Aku tidak suka ini. Terlalu sunyi. Tidak ada suara burung, tidak ada suara binatang... bahkan angin terasa aneh."Renzu mengangguk setuju. "Sesuatu tidak beres. Aku bisa merasakannya juga."Tiba-tiba, Hera berhent
Perjalanan ke Kontinen AuroraPagi berikutnya, mereka menyelinap keluar dari kota dengan bantuan beberapa petualang yang setia pada Darios. Mereka naik ke kapal dagang yang disebut Frostwind, sebuah kapal kayu besar yang dirancang untuk menahan badai lautDi dek, Renzu berdiri di sisi kapal, menatap laut yang semakin membeku di kejauhan. Udara mulai menjadi lebih dingin seiring mereka mendekati perbatasan Aurora.Mira berjalan mendekat dan menyelubungi dirinya dengan jubah tebal. "Kau masih memikirkan pertarungan kemarin?"Renzu mengangguk. "Zael bukan lawan biasa. Dia tahu cara menggunakan energi kegelapan dengan sangat efisien. Jika kita bertemu dengannya lagi, kita butuh strategi yang lebih baik."Rufus mendekat, meniupkan napas ke tangannya yang kedinginan. "Dan itu bukan satu-satunya masalah kita. Jika Ordo Es Purba benar-benar memiliki informasi tentang Gelang Bintang, maka Kekaisaran juga pasti akan mengincarnya.""Itulah sebabnya kita harus lebih cepat dari mereka," kata Lyra
Pria itu tersenyum di balik topengnya. "Namaku Zael, salah satu eksekutor Black Crescent. Tugasku sederhana: mengambil pecahan yang kau bawa dan menghapus segala rintangan yang menghalangi." Mira mengayunkan tombaknya ke bahunya. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak pilihan selain menghancurkan kalian." Zael menghela napas. "Sangat disayangkan. Aku benci pertempuran yang tidak perlu." Dalam sekejap, dia mengangkat tangannya dan bayangan hitam menyebar dari kakinya, menciptakan pusaran energi gelap yang mulai menyelimuti area tersebut. "Bersiaplah!" Renzu berteriak. Lyra langsung menarik busurnya, menembakkan anak panah bercahaya ke arah Zael. Namun, bayangan di sekitarnya dengan mudah menyerap serangan itu. Rufus melancarkan serangan angin, mencoba meniup kabut gelap itu, tetapi efeknya hanya sebentar sebelum Zael kembali mengendalikannya. "Kalian masih terlalu lamban," Zael mencibir. "Biarkan aku menunjukkan kepada kalian perbedaan antara kita." Dalam satu gerakan cepat, di
Angin di kota pelabuhan terasa dingin menusuk dikulit saat Renzu dan timnya kembali dari reruntuhan kuno. Setelah pertarungan besar melawan makhluk astral dan pengkhianatan Orfen, mereka merasakan kelelahan yang luar biasa. Namun, tidak ada waktu untuk beristirahat terlalu lama dampak dari peristiwa tersebut mulai terasa di sekeliling mereka.Mira berjalan di sisi Renzu, sesekali melirik wajahnya yang tampak pucat. "Kau yakin baik-baik saja?"Renzu mengangguk, meskipun kepalanya masih terasa berat."Aku hanya butuh sedikit waktu. Sistem Astral memberiku peringatan, tapi aku rasa aku bisa mengatasinya." "Jangan memaksakan diri, Renzu," Lyra menyela dari belakang. "Setiap kali kau menggunakan kekuatan itu secara ekstrem, efeknya selalu membuatmu melemah."Rufus menghembuskan napas keras. "Kita butuh tempat aman untuk menganalisis semuanya. Lagipula, kita masih harus mencari tahu lebih banyak tentang fragmen yang kita dapatkan."Renzu menyentuh pecahan Gelang Bintang yang menempel dadan
Di dalam ruangan, terdapat altar besar dengan sebuah fragmen kristal mengambang di atasnya. Mural-mural di sekelilingnya menggambarkan kisah peradaban kuno yang tampaknya pernah berkuasa sebelum hancur oleh sesuatu yang tidak diketahui. "Ini bukan hanya reruntuhan biasa... ini adalah tempat yang menyimpan sejarah yang telah lama dilupakan," gumam Lyra. Mira menatap mural dengan serius. "Lihat yang ini," katanya sambil menunjuk pada gambaran seorang pria yang mengenakan sesuatu di pergelangan tangannya sesuatu yang tampak seperti Gelang Bintang. Renzu mendekat. "Dia... mengenakan gelang yang sama denganku." Orfen tetap diam, tetapi matanya mengamati mural itu dengan intensitas yang tidak biasa. "Menurut kalian, siapa mereka?" tanya Rufus sambil meneliti simbol-simbol aneh di sekelilingnya. Sebelum ada yang bisa menjawab, Renzu merasakan sesuatu di pikirannya. Suara itu kembali berbisik. "Temukan semua pecahan... atau dunia akan jatuh ke dalam kegelapan." Dia mengerang pelan, me
Hutan belantara masih diselimuti kabut tipis saat tim ekspedisi akhirnya tiba di depan reruntuhan kuno yang menjulang di tengah pepohonan raksasa. Struktur batu yang dipenuhi lumut berdiri megah, seolah menantang waktu yang telah berlalu berabad-abad. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, seperti mengandung sesuatu yang tak kasat mata sesuatu yang kuno dan menunggu untuk ditemukan. Renzu berdiri di depan pintu masuk utama, menatap ukiran aneh yang menghiasi dinding-dinding batu. Ada simbol yang samar-samar dikenalnya, hampir mirip dengan pola yang muncul di dalam Sistem Astral miliknya. Dia menelan ludah, mencoba meredakan kegugupan yang mulai menjalar. "Jadi ini dia... reruntuhan yang katanya tersegel berabad-abad." Rufus bersiul pelan, meneliti batu-batu raksasa yang menyusun pintu masuk."Terlihat tua dan menyeramkan, bukan?" Mira menambahkan, memegang tombaknya lebih erat. "Aku bisa merasakan energi di sini berbeda," Lyra berbisik sambil meletakkan tangannya di dinding batu