Share

BAB 7

Pria itu mendaratkan kakinya di Indonesia setelah penerbangan dengan durasi  sejam lebih. Ia membuka kacamata hitamnya setelah turun dari pesawat pribadi. Tanpa membawa tas atau pun barang, pria itu segera bergegas menuju tempat tujuannya. 

“Yey ke tempat gajah!” seru Leo sambil melompat kegirangan.

“Leo, hati-hati nanti jatuh!” panggil Dania dengan sedikit berteriak.

Dia menggeleng pelan sambil memasukkan kacang ke dalam mulutnya. 

Raka tampak memperhatikan Leo yang melompat-lompat di depannya. Mereka bertiga sedang berada di taman safari. Hari ini hari libur, makanya mereka bertiga berjalan-jalan sebentar.

“Kakak.. kakak.. lihat itu gajahnya!” seru Leo sambil menunjuk gajah yang mulai tertangkap penglihatannya.

Dania mengangguk-angguk sambil tertawa kecil melihat adiknya yang begitu bahagia.

Terimakasih Raka.

“Aku bosan,” sahut Raka tiba-tiba.

Dania menoleh, “Kita baru tiba lima belas menit yang lalu. Kau sudah bosan?” kata Dania heran.

Raka menggendikkan bahunya, “Iya. Aku cepat bosan,” jelasnya.

“Apakah itu berlaku untuk semuanya?” tanya gadis itu dengan nada sedikit bercanda.

Raka tampak kebingungan dan menaikkan alis kanannya. “Semuanya?” tanyanya heran.

Gadis itu mengangguk, “Iya... Seperti percintaanmu. Apa kau akan merasa cepat bosan?” jelasnya.

Raka dengan cepat menggeleng, “Tidak. Itu beda lagi,” jawabnya singkat.

Dania ber oh ria, “Baguslah, haha” kata gadis itu.

“Bagaimana denganmu?” tanya Raka balik.

Gadis itu menggulum bibirnya, “Aku tidak akan bosan. Jika dia memperlakukanku dengan baik dan tulus,” jawab Dania.

Raka menoleh, “Kalau dia memperlakukanmu sebaliknya?” tanyanya lagi.

“Aku akan meninggalkannya. Tapi pasti akan sulit jika sudah terlanjur mencintainya karena aku-” perkataan Dania terhenti saat Raka tiba-tiba melanjutkannya.

“Ini orang yang setia,” sahut Raka sambil melirik gadis itu.

Dania tercengang, “Kau hafal,” jawab Dania sambil menyenggol lengan Raka. Sejenak gadis itu tertawa. Memang tak ada orang yang lebih mengetahuinya dibanding Raka.

“Kakak.. kak Raka ayo cepat sedikit!” teriak Leo yang sudah tak sabar.

“Iya kami datang.” teriak Dania.

Pria itu sampai di depan gerbang rumah yang cukup besar. Ia mengamati rumah itu dengan seksama kemudian melangkah masuk setelah menghela nafas.

Ia melewati halaman depan yang tertata begitu rapi dengan masing-masing air mancur di kedua sisi.

Pria itu melewati beberapa anak tangga hingga akhirnya sampai di depan pintu masuk. Sejenak ia terdiam memandangi pintu itu. Ia berdehem sebelum mengetuk pintu. Tak cukup satu menit, pintu itu mulai bergerak.

Matanya segera menangkap sosok pria yang telah menyambutnya itu. 

Pratama  merasa terkejut saat melihat sosok yang sedang berdiri di hadapannya ini.

Pria itu membungkuk, “Sudah lama tuan Pratama,” 

Pratama tak bergeming dan segera sadar, “ Sudah sangat lama Pak Banar.”

Pratama memandangi Banar dengan perasaan tidak percaya. Kemudian mempersilahkannya masuk.

“Leo pelan-pelan,” ujar Dania yang tampak ngos-ngosan sambil memegang kedua lututnya.

“Lari yang jauh Leo!” teriak Raka sembari menyusul anak itu.

“Hey... Hey tunggu aku,” sahut Dania yang mulai kelelahan berlari.

Dania melihat dua orang yang tengah berlari meninggalkannya. 

“Katanya bosan, malah ikut-ikutan,” kesal gadis itu sembari menyeka keringat di dahinya.

Dania segera mengatur nafas dan kembali menyusul keduanya karena tak ingin tertinggal jauh.

“Rumah ini sudah banyak berubah,” kata Banar sambil meletakkan kembali secangkir teh ke atas meja.

Pratama mengangguk, “Raka yang memintanya,” jawabnya sambil mengamati langit-langit rumahnya.

“Jadi, ini pertama kalinya saya melihat bangunan ini setelah sepuluh tahun,” kata Bahar sembari membuang nafas.

“Iya anda benar. Jadi apa yang membuat anda datang kemari?” tanya Pratama tanpa basa-basi. Meskipun ada perasaan canggung antara keduanya.

Banar segera membuka kacamatanya,  “Nyonya sakit, tuan” ujarnya dengan serius.

Pratama tampak mengambil nafas panjang. Cukup terkejut dengan yang didengarnya barusan. Ia menyeruput tehnya.

“Apa yang terjadi padanya?” tanya Pratama kemudian.

“Dia terkena penyakit yang cukup parah. Setiap hari Nyonya hanya berdiam diri dan merenung tuan,” ucap Banar dengan nada iba.

“Nyonya tidak ingin pergi berobat, saya sendiri tidak tahu penyebabnya, tuan” lanjutnya lagi sembari menatap mata Pratama.

Alis Pratama saling bertautan. Ia merasa sedikit syok dengan kabar yang didengarnya ini.

“Kedatangan saya kemari bukan tanpa sebab, tuan”

“Nyonya ingin bertemu dengan Raka.”  jelas pria itu dengan nada yang cukup serius.

Pratama terlihat bimbang, “Saya tidak tahu apakah Raka bersedia atau tidak,” jawabnya ragu.

Banar mengangguk, “Saya mengerti, tuan.”

“Ah.. begini saja. Tunggulah sampai dia datang,” tawar Pratama.

Banar menautkan jemarinya, “Baiklah, tuan.” jawabnya sembari tersenyum.

“Banar, bisakah saya meminta sesuatu?” 

Banar menatap kedua mata Pratama, “Tentu tuan” jawabnya.

Pratama menarik nafas, “Tidak usah memanggil saya dengan sebutan Tuan,” jelasnya sambil tersenyum simpul.

“Kau tidak perlu sehormat itu kepada saya, lagi pula semua itu sudah berlalu. Sudah sepuluh tahun Banar,” lanjutnya lagi.

Banar tampak terkejut namun sedetik kemudian ia tersenyum. “Baiklah, Pak Pratama.”

“Cantik sekali,” ucap Dania sembari melihat kupu-kupu yang beterbangan dari dahan yang lain.

“Kau lebih cantik karena kau manusia,” sahut Raka santai sambil ikut mengamati kupu-kupu.

Dania menoleh sebentar, “Iya benar.”

“Aku  ingin menjadi kupu-kupu,” sahut Dania sembari melihat kupu-kupu dengan sayap biru.

“Mereka bisa terbang bebas, tidak memiliki beban pikiran,” lanjut gadis itu.

“Darimana kau tahu kupu-kupu tidak memiliki beban pikiran?” tanya Raka sedikit menunduk.

Dania menggendikkan bahunya, “Karena mereka binatang,” ricau gadis itu.

Raka terdiam dan terus mendengar Dania dengan seksama.

“Meskipun umur mereka singkat, mereka benar-benar menikmatinya.”

“Apa kau tahu kupu-kupu itu malaikat alam?” tanya gadis itu.

“Iya aku tahu,” jawab Raka.

“lihatlah ulat itu,” ujar Dania sambil menunjuk ulat yang berada di atas sebuah daun.

Raka mengikuti arah tunjuk gadis itu.

“Dia akan menjadi kupu-kupu yang cantik kelak,” kata Dania sambil merekahkan senyum.

“Aku iri tahu,” ucapnya dengan wajah cemberut sambil berpindah melihat kupu-kupu biru.

“Kupu-kupu itu bisa menyentuh langit, sedangkan aku tidak bisa,” ujarnya dengan tatapan senduh.

“Aku penasaran, bagaimana mereka bisa mendapatkan sayap yang cantik,”

“Bayangkan, aku memiliki sayap yang indah itu. Pasti akan kugunakan untuk terbang menyentuh langit,” ujar Dania kemudian tersenyum senduh.

Raka menoleh, “Kau bisa jadi kupu-kupu tanpa memiliki sayap itu,” sahutnya.

Dania mendongkak, “Bagaimana?” tanyanya penasaran.

Raka menatap kedua netra gadis itu, “Bangkit dari keterpurukan dan menjadi orang yang baru,” jelas Raka.

Dania tertegun mendengar jawaban dari Raka. 

“Kau akan memiliki sayap yang lebih indah dari kupu-kupu biru itu,” lanjutnya.

Dania kembali menatap lurus kedepan. Gadis itu memikirkan perkataan Raka. Yang dikatakannya ada benarnya, seperti suatu maksud yang tersirat.

Dania mengangguk, “Akan kulakuan.”

“Kau bisa bercerita padaku bila ada masalah,” ucap Raka tiba-tiba.

Dania mengedipkan matanya pelan, “Hm... Tentu kau satu-satunya tempatku bercerita selain ibu,” jawab gadis itu.

“Lantas mengapa kau menyembunyikannya?” tanya Raka.

Dania tersentak, “Tidak ada yang kusembunyikan, Raka.” jawab gadis itu terus terang.

Raka membuang nafas kemudian membenarkan posisinya. Dia menatap Dania sebentar, kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.

“Aku hanya tidak mau membagi masalahku,” ucapnya pelan sembari menatap punggung Raka yang kian menjauh.

“Leo, ayo kita pulang.” ajak Raka sambil menggandeng tangan kecilnya.

Leo mendongkak, “Um.. iya ayo kita pulang,” jawabnya sambil mengangguk.

“Pulang ke rumah kak Raka, ya?” ajak Raka.

“Main?” tanya Leo dengan wajah berbinar.

Raka mengangguk, “Iya main,” jawabnya.

Leo membulatkan kedua matanya, “Yey! Main sama om Pratama,” serunya kegirangan.

“Kak Dania mana, kak?” tanya Leo setelah tak melihat Dania.

Raka ikut melirik ke sekelilingnya.

“Dania” panggilnya setelah mendapati gadis itu tengah melamun di belakang.

Dania segera membuyarkan lamunannya dan bergegas, “Iya... Iya tunggu,” jawabnya sambil berlari kecil.

Setelah menikmati jalan-jalan di taman safari selama dua jam setengah, mereka pun pulang. Jarak taman safari dari rumah Raka tidak terlalu jauh. Jadi tak butuh waktu yang lama untuk sampai di kediaman Raka.

Mereka memasuki kawasan rumah Raka. Dari jauh Dania dapat melihat dengan jelas bangunan bercat putih dengan gerbang yang cukup besar.

Setelah memarkirkan motornya, Dania dan Leo segera turun.

“Kenapa kita kerumahmu?” tanya Dania bingung sambil memberi helm ke Raka.

Raka menaruh helm itu dan berganti menggenggam tangan Leo. “Leo ingin bermain,” jawabnya sambil menggendikkan bahunya.

Dania membuka mulutnya sambil mengedipkan matanya cepat. 

“Ayo masuk,” ajak Raka bersemangat.

Dania memperbaiki tas selempangnya kemudian mengekor di belakang Raka.

Setelah mengetok, Raka membuka pintu itu dengan wajah berseri. “Ayo Leo kita main,” ucapnya sembari menggandeng tangan Leo.

Langkahnya tiba-tiba saja berhenti ketika matanya menjelajar di ruangan itu. 

Pratama dan Banar menoleh bersamaan. 

Raka menajamkan netranya, “Apa yang anda lakukan disini?” tanyanya tajam.

Banar kemudian bangkit dari duduknya, “Lama tidak bertemu, tuan Raka” jawabnya sambil tersenyum.

Perlahan Raka melepas genggaman tangannya. Dania pun berdiri tepat di belakangnya. Gadis itu tampak bingung dengan situasi ini, Raka yang menahan langkahnya secara tiba-tiba.

Tuan? tanya Dania dalam hati.

“Raka... Kemari,” panggil Pratama.

Rahang Raka mengeras, “Papa, apa yang dia lakukan disini?” tanyanya.

“Ah, duduk dulu kita bicarakan ini,” ucap Pratama mencoba menenangkan Raka yang nampak menahan emosinya.

“Nak Dania? Ayo masuk,” panggil Pratama ramah sambil berjalan menuju Dania.

Dania menunduk dengan canggung, “I-iya om,” jawabnya.

“Ajak Leo bermain di kamar Raka dulu,” pinta Pratama sembari berbisik membiarkan mereka masuk.

Dania yang kebingungan melirik Raka, dan mulai berjalan masuk dengan canggung. Dania melihat pria asing itu, ia mengenakan jas dan tampak sangat rapi.

“Raka,” panggil Pratama sekali lagi.

Mau tidak mau, Raka segera duduk.

“Bagaimana kabar anda, tuan Raka?” tanya Banar kembali membuka percakapan.

“Kabar saya sangat baik sejak majikan anda meninggalkan saya,” jawab Raka datar.

Raka merasakan perasaan yang begitu berkecamuk. “Nomornya kublokir, malah datang kesini” ucapnya dalam hati.

“Maafkan atas kedatangan saya yang tiba-tiba,” ucap Banar.

“Langsung saja  jelaskan tujuan anda datang kemari,” sahut Raka yang tak suka basa basi.

Bahar tersenyum, “Anda tidak berubah,” jawabnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sischa Nabilla
semangat kak karyanya baguss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status