Share

Bab 4. Ragu

Ketika Diana masuk ke kamar Ryan, dia menemukan Ryan duduk di kursi roda dengan tatapan kosong yang tanpa ekspresi.

"Tuan Muda Ryanoir, apa yang sedang Anda pikirkan?" tanya Diana, mendekat ke arah Ryan.

"Aku tidak tahu, Di. Semua terasa begitu sulit dan kabur aku ingat-ingat," jawab Ryan dengan menggelengkan kepalanya, ekspresinya tampak lelah.

Diana merasa iba pada Ryan, ia tahu betul bahwa Ryan sedang mengalami masa sulit dan butuh bantuan yang besar untuk bisa keluar dari situasi yang seperti sekarang.

"Dengar, Ryan. Aku ingin membantumu, tapi aku butuh kejujuranmu. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Diana, memandang Ryan dengan tatapan menyelidik.

Ryan menatap ke arah Diana, ia merasa takut jika harus membuka diri. Namun, ia tahu bahwa Diana bisa membantunya keluar dari tempat yang sulit.

Tapi keyakinan itu juga tidak bisa diambil secara cepat, sebab bagaimanapun juga Diana ini adalah saudara sepupu Selly, yang artinya keponakan dari ibu mertuanya.

"Aku... aku merasa diriku sedang dijebak, Di. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, tapi aku merasa bahwa semuanya bukan seperti yang seharusnya." jelas Ryan dengan nada lemah, cemas dan ragu-ragu.

"Bagaimana bisa aku membantumu, Ryan? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" Diana kembali mengajukan pertanyaan, mengangguk untuk memastikan bahwa Ryan bisa percaya dan nyaman dengan.

"Aku baru tahu bahwa aku adalah Tuan Muda Ryanoir Herlambang, tapi selain itu, semuanya terlihat kabur. Aku merasa bahwa ada yang disembunyikan dari diriku, tapi aku tidak tahu apa itu."

Ryan merenung sejenak, mencoba merangkai ingatannya yang terpecah-pecah agar bisa mendapatkan kalimat yang tepat untuk mengutarakan isi hatinya yang tidak bisa percaya pada siapapun untuk saat ini.

Diana mengangguk, ia tahu bahwa Ryan memiliki ingatan yang rusak dan butuh bantuan yang spesifik agar bisa pulih kembali.

"Kamu butuh terapi khusus untuk mengembalikan ingatanmu, Tuan Muda Ryanoir. Saya bisa membantumu, karena saya adalah ahli yang tepat untuk itu."

Ryan mengangguk, matanya memandang tajam ke arah Diana. Ia ingin mempercayai Diana dan merasa bahwa Diana adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya keluar dari perangkap yang dihadapinya.

Sayangnya, rasa ragu itu tetap mendominasi. Sedangkan jiwa pembunuh yang melekat kuat di dalam jiwanya, tentu memiliki insting yang kuat untuk menilai sesuatu.

"Saya percaya padamu, Di. Tolong bantuku keluar dari situasi ini." Akhirnya Ryan bersuara lembut, memancing Diana.

"Tentu saja, Ryan. Aku akan membantumu sebisaku." Diana merasa senang mendengar itu, ia akan membantunya dengan cara yang tepat agar Ryan bisa pulih kembali.

Namun, mereka tidak menyadari bahwa Emily sedang mengawasi gerak-gerik mereka. Emily sangat tidak senang dengan kedatangan Diana ke rumahnya dan merasa bahwa Diana adalah ancaman bagi rencananya.

Untungnya, tadi ia sempat berikan ancaman kepada keponakannya itu supaya mau bekerja sama dengannya. Emily tidak ingin Ryanoir kembali mengingat segala hal tentang harta kekayaan yang dimilikinya sebagai Tuan Muda keluarga Herlambang.

"Aku harus mengawasi Diana dan Ryan dengan waspada dan cermat. Aku tidak bisa membiarkan Diana mengganggu rencanaku." ujar Emily, memandang tajam ke arah kamar Ryan.

***

Hari berganti hari, Diana terus bekerja keras untuk membantu Ryan memulihkan ingatannya. Mereka berdiskusi dan bekerja sama untuk mencari tahu bagaimana cara mengembalikan ingatan Ryan yang hilang.

Sementara itu, Emily bersama dengan Selly mengatur rencananya secara diam-diam. Mereka merasa takut jika Ryan berhasil mengingat kembali tentang semua kekayaan keluarga Herlambang yang selama ini telah mereka kuasai.

"Ia harus selalu disadarkan bahwa ia seorang pecandu obat-obatan dan alkohol," kata Emily pada Selly yang tentu saja mendukung dan membantunya.

"Aku juga gak sudi punya suami seperti itu, Bu!" protes Selly dengan bibir mengerucut.

"Ck, sabarlah! Sebentar lagi juga 'si lumpuh' itu lenyap dari dunia ini!" hardik Emily pada anaknya.

Emily mulai memasukkan obat-obatan dan membiarkan Ryan mengonsumsinya. Ia terus memantau kondisi Ryan, dan memberikan dosis yang cukup agar Ryan tetap seolah-olah lemah dan harus selalu bergantung pada pengobatan.

Sementara itu, Diana juga terus berusaha membantu Ryan. Ia merasa khawatir dengan perasaan yang selalu mengganggu Ryan. Diana merasa ada yang tidak beres di dalam pikiran Ryan tapi ia tidak tahu bagaimana caranya membantu secepatnya. Namun, ketekunan dan rasa sayang Diana pada Ryan membuat dia berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membantunya.

Tiba-tiba, suatu hari Ryan mengalami flashback dan tiba-tiba ia ingat tentang suatu peristiwa penting di masa lalunya, saat ia mendapatkan misi terakhir sebagai pembunuh dan mati saat beraksi.

"Jadi, aku benar-benar seorang pembunuh?" gumam Ryan dengan wajah tegang.

"Apa, Tuan Muda Ryanoir?" tanya Diana cepat saat mendengar perkataan Ryan yang tidak jelas.

"Eh, kamu ..."

Diana tersenyum menanggapi perkataan Ryan yang tidak selesai. Hal ini adalah sesuatu yang wajar untuk penderita amnesia, sebab ingatan mereka yang kadang kala hanya sepotong-sepotong sehingga tidak jelas.

Dari sikap Ryan, Diana tahu jika saat ini Ryan sedang mengingat sesuatu. Tapi ia juga ragu untuk membuat laporan tentang kemajuan yang dicapai oleh Ryan, sebab ia takut jika Emily dan Selly akan bertindak lebih brutal terhadap Ryan.

Ryan sendiri heran dengan tingkah Diana, yang tadi sempat tersenyum dan kini justru tampak murung.

"Di, apa yang terjadi padamu?" Ryan tak tahan untuk bertanya.

"Eh, a-ku ... saya, tidak ..."

Diana tidak bisa menjelaskan tentang permasalahannya yang pelik terkait keinginan ibu mertuanya Ryan. Ia tidak tega, tapi jika tidak mengikuti keinginan tantenya itu, Diana juga tidak bisa melunasi hutang ayahnya yang cukup besar pada Emily.

Hutang itu dilakukan ayahnya sebelum meninggal, dan uang dari hutang itu digunakan untuk membayar biaya ujian akhirnya sebagai dokter ahli kejiwaan.

Sementara itu, Ryan tetap pura-pura amnesia dan lumpuh sehingga Diana juga ragu, apakah dia akan bekerjasama dengan Emily, atau mengatakan yang sebenarnya pada Ryan.

"Di, apa ada masalah?" desak Ryan yang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaan tadi.

"Emh, tidak ada. Tidak ada apa-apa, Tuan Muda." Diana menjawab dengan sedikit gugup.

"Oh, syukurlah. Aku pikir kamu kenapa, atau mendapat ancaman yang ... membuatmu takut," pancing Ryan.

Ryan sadar ada yang disembunyikan oleh Diana. Dia yang pura-pura bodoh, mencoba menggali informasi dari Diana. Sedangkan Diana semakin merasa kasihan pada Ryan. Di sinilah pergolakan batin Diana, yang ingin menyampaikan ajakan kerjasama Emily, yang memintanya untuk tetap membuat Ryan amnesia.

Diana merasa bersalah sehingga terpanggil jiwa kemanusiaan dan tugas dokternya, yang harus menghadapi kenyataan dengan kebenaran supaya pasien seperti Ryanoir ini bisa secepatnya pulih.

"Ryan, sebenarnya ... "

"Diana!" panggil Emily dengan suara keras, membuat dokter muda itu terkejut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status