Share

Bab 5. Tekad

Emily duduk di depan komputer, sibuk merencanakan kecelakaan yang akan dialami oleh Diana saat pulang dari rumahnya. Dia merasa senang dan kegirangan karena akhirnya akan bisa menyingkirkan Diana yang dianggap menghambat niatnya.

Dia menggigit bibirnya dan berkonsentrasi pada layar komputernya, memperhatikan setiap detail dari rencana itu. Emily merancang kecelakaan itu begitu detail dengan cermat dan hati-hati, menginginkan Diana mengalami kecelakaan yang cukup parah agar dia tidak bisa membocorkan rahasianya untuk memanipulasi Ryanoir.

"Baiklah, semuanya sudah selesai," gumam Emily sambil menikmati hasil kerjanya.

"Ini lebih dari kata sempurna!"

Wanita itu tersenyum puas saat melihat rencana kecelakaannya yang sempurna di layar komputernya. Rencana tersebut tidak hanya menargetkan mobil Diana, namun juga memasukkan kendaraan lain ke dalamnya untuk memastikan Diana tidak bisa lolos dari maut.

Emily mengirim pesan singkat ke temannya yang bekerja sebagai sopir truk besar. Dia meminta bantuan temannya untuk mempercepat truknya dan menghalangi jalur mobil Diana. Emily juga merencanakan untuk menyiapkan sebuah jebakan berupa genangan minyak agar mobil Diana keluar dari control dan terguling menghantam trotoar.

Emily tersenyum licik di wajahnya saat membayangkan adegan kecelakaan yang sedang dirancangnya. Dia merasa puas karena keinginannya untuk menghilangkan Diana akan segera tercapai.

"Sekarang waktunya," gumamnya lirih.

Saat melihat jam di dinding, Emily merasa lega karena waktunya sudah hampir tiba. Dia membuka laci meja dan mengambil peralatan pertolongan pertama yang dia siapkan. Dia tahu bahwa akan menjadi lebih meyakinkan jika dia membantu Diana di tempat kecelakaan nanti. Dengan santai, dia mengambil kunci mobil dan mematikan lampu di sekitar rumah untuk memastikan tidak ada yang tahu keberadaannya saat itu.

Pada akhirnya, Emily mengetahui info tentang kecelakaan yang telah merenggut jiwa salah satu keluarganya tersebut. Dia mendapat kabar dari petugas polisi yang sudah berada di tempat kejadian.

"Ya, saya tantenya. Baik, saya akan segera ke sana!" Emily mengangguk saat menerima telepon.

***

Beberapa jam kemudian, Selly yang sudah berada di rumah mendapatkan kabar dari ibunya tentang kematian sepupunya - Diana.

"Kecelakaan lalu lintas? Kapan, Bu?" tanya Selly yang tidak mengetahui rencana dadakan ibunya kali ini.

"Dua jam yang lalu, saat pulang dari rumah membantu suamimu terapi."

"Ya, aku segera ke rumah sakit!"

Ryan yang secara tidak sengaja ikut Mendengar pembicaraan telepon mereka, merasa shock dan tidak percaya atas kematian Diana. Ia merasa hancur dan merasa semua usaha yang dilakukan bersama Diana beberapa waktu lalu menjadi sia-sia.

"Saat itu, semuanya terasa baik dan aku merasa bahwa Diana sedang bergerak maju untuk menjadikan terapi ku lebih baik. Sekarang, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kematian Diana." Ryan berujar dengan nada kesedihan.

Emily dan Selly memang memberikan reaksi yang seharusnya dimiliki oleh saudara jika ada kabar duka, tapi insting Ryan yang peka, merasa ada sesuatu yang tidak benar dari sikap keduanya. Sebab setahu Ryan, istri dan ibu mertuanya tidak memiliki rasa empati pada penderitaan orang lain.

Seandainya instingnya tepat, atau setidaknya mendekati kebenaran, Ryan bertekad untuk keluar dari kepura-puraan amnesianya. Ia akan membalas dendam karena mereka berdua yang selalu ingin mencelakakan dirinya. Jadi, besar kemungkinan kecelakaan Diana juga ulah istri dan ibu mertuanya.

"Ryan, ayo cepat! Kamu ikut ke rumah sakit, Diana mati." Selly berkata dengan ketus saat mengajaknya pergi.

"Diana ... Diana mati? Kenapa mendadak?" tanya Ryan pura-pura tidak tahu.

Hal ini karena Ryan merasa ada sesuatu yang aneh dengan kematian Diana. Pada awalnya dia tidak tahu pasti apa yang membuatnya merasa seperti itu, tapi setelah ia mengamati sikap Selly, ia semakin yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Tadi, saat di telepon Emily dan Selly seperti memiliki rasa simpati yang besar, tapi sekarang Selly sepertinya tidak terlalu terpukul oleh kematian Diana, padahal mereka adalah keluarga dekat Diana.

"Diana pasti tidak mati begitu saja," gumam Ryan dalam hati.

"Ada yang tidak beres di sini," gumamnya lagi.

Ryan bertekad untuk melakukan penyelidikan sendiri dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada saat kecelakaan itu terjadi. Dia akan menghubungi seseorang, yang tentu saja sangat dikenalnya pada kehidupan sebelumnya sebagai seorang informan.

Tapi kali ini Ryan harus berhati-hati dengan tidak menyertakan identitasnya setiap dia masih harus menyelidiki dengan teliti.

Sebagai mantan seorang pembunuh handal, jiwanya bergejolak dalam situasi seperti sekarang ini. Apalagi Diana sempat bersikap aneh setelah berbicara dengan Emily, ketika ibu mertuanya itu memergoki mereka berbicara serius.

"Selly, aku merasa tidak enak badan. Bagaimana kalau kau saja yang ke rumah sakit?" Ryan menolak untuk ikut.

"Huh! Dasar tidak berguna, bilang dong dari tadi." Selly mendengus dingin.

"Ya, pergilah."

Setelah memastikan istrinya pergi, Ryan cepat masuk ke dalam kamar ibu mertuanya. Ia ingin mencari sesuatu yang bisa dijadikan bukti atas kecurigaannya yang sedari tadi mengusik pikirannya.

Beberapa waktu kemudian, setelah mengutak-atik komputer ibu mertuanya. Dan tak lama kemudian, ia menemukan sesuatu yang sangat mengejutkan.

Ternyata, Emily yang merancang kecelakaan tersebut untuk membunuh Diana, karena Diana mengetahui rahasia Emily dan Selly yang ingin memanfaatkan amnesianya Tuan Muda Ryanoir. Dalam kecemasannya, Emily merasa bahwa Diana akan mengungkapkan rahasia tersebut dan merusak rencananya untuk memanipulasi Ryan dengan kepura-puraannya.

"Brengsek!" umpat Ryan marah.

Setelah mengetahui kebenaran itu, Ryan merasa sangat marah dan kesal. Dia merasa jika istri dan ibu mertuanya itu sangat jahat, tega membunuh saudaranya sendiri demi keuntungan mereka pribadi.

Akhirnya Ryan memutuskan untuk menghadapi Emily dan Selly saat mereka di rumah nanti, meminta penjelasan atas tindakan mereka yang diluar batas.

"Aku akan membuat kejutan untuk mereka," lirih suara Ryan dengan senyum misterius.

***

Saat tengah malam, Selly bersama ibunya baru saja pulang. Mereka langsung duduk di ruang tengah, mengistirahatkan tubuh lelah mereka.

"Huhfff ... capek juga, Bu." Selly mengeluh.

"Heh, tak perlu tunjukkan rasa lelahmu! Yang penting sekarang, Diana sudah mati. Jadi, rahasia kita tetap aman." Emily memarahi anaknya.

"Iya, kok bisa ibu punya rencana seperti itu dan tidak memberitahu aku?" Selly menuntut penjelasan dari ibunya.

Akhirnya Emily memberikan penjelasan pada Selly, kenapa dia sampai berbuat nekat seperti itu. Ia tidak mau jika Diana membocorkan rencananya, padahal sedikit lagi rencana mereka berhasil.

Meskipun mereka tahu kalau Ryanoir sedang amnesia, tapi banyak saudara-saudara Ryanoir yang menginginkan hartanya juga. Jadi mereka harus bisa bertindak cepat agar Ryanoir segera menandatangani surat wasiat, setelah dengan mudah akan disingkirkan.

"Kenapa kalian melakukan ini pada aku dan Diana?" tanya Ryan dalam suara yang penuh amarah.

"Ry ... Ryanoir?"

"Tuan Muda?"

Emily dan Selly terkejut mendengar pertanyaan tersebut, dan lebih terkejut lagi dengan kondisi Ryan yang tidak duduk di kursi roda tapi berdiri dengan tegap di depan mereka.

"Katakan padaku, cepat! Mengapa kalian melakukan ini?" Tanya Ryan lagi, dengan nada yang lebih kuat dan tegas.

"K-amu sudah sembuh?" tanya Emily, tidak menghiraukan pertanyaan Ryan.

Selly juga masih ternganga, melihat kondisi suaminya yang sekarang. Saat ini, Ryanoir terlihat jauh lebih sempurna tanpa kursi roda dan wajah polosnya.

Ryan menggebrak meja, membuat kedua wanita yang ada di depannya ini terlonjak kaget. Bahkan keduanya sampai berdiri, takjub dan gugup dengan apa yang mereka lihat sekarang ini.

"Kalian pembunuh!" tuding Ryan pada istri dan ibu mertuanya.

"K-ami?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status