Lantas mengeluarkan barang dari balik baju. “Nona, ini yang harus Nona cantik miliki. Untung ada saya, kalau tidak.” Menggeleng, seolah merasa sedih. Mengeluarkan satu manik permata berwarna biru muda.Ruying maju, meraih. Li xiao mundur mengucapkan. “Maaf, barang ini tinggal satu, ada yang mau beli. Saya menjualnya 20 tael emas.” ‘What?!’ Xia yu tidak tinggal diam, mencakar di otak Li xiao. Mereka bertiga berkomunikasi.‘Diam! Aku mau jualan, cepat yakinkan dia mau beli batu murahan atau mahal ini. Aku gak tau juga, kucuri dari Nian!’ Adiknya. ‘Gila kau, menjual barang begitu mahal, mana pula barang curian!’ Xia yu habis pikir, akan tuannya.Jiu feng memang harus mempelajari terus menerus kepribadian tuannya. Agar tidak terkejut lagi dan lagi. ‘Master, aku kira mau menolong, eh ternyata mau menodong.’‘Sust, diam kalian, uang ada— kalian juga suka! Siapa yang bayar makanan kalian?’ Mereka diam, kembali normal.“Baik, akan kubayar— berapapun aku mau, apa tidak tambah lagi?” Ruying
Ada sekelompok orang, mengelilingi gerbong kereta. Dua dayang, sigap mendekati Ruying. "Nona, cepat masuk, di sini bahaya." Lebih ke memaksa masuk. Ini adalah pertunjukan bagus. Melirik ke belakang sekilas. "Kalian pulanglah, biar aku yang urus." Melambaikan tangan.Dua dayang tersenyum lega, akhirnya ada yang menolong dari sekelompok berbaju hitam. "Ayo, kita pergi biarkan Tuan Lio menangani ini.” Ruying enggan meninggalkan. "Tunggu, dia … dia, sendirian apa bisa melawan mereka sem–" Bugh! Pukulan mendarat di pundak Ruying, dayang sebelah kanan memberi hormat sebelum pergi. "Terima kasih Tuan, saya mengingat jasa Tuan. Ketika hamba kembali, akan membawakan hadiah untuk Tuan dan membicarakan pertolongan Tuan." Bangun dari bungkukan, melompat ke dalam kereta.Sekelompok pria berbaju hitam tidak mengejar, mereka bukan targetnya. Pria paling tinggi maju tiga langkah, auranya cukup mencengkam. "Hahah, tiba ajalmu Nona!" Mengangkat tangan kanan, sedetik dikepalkan. Memberi isyarat maj
Meremas dada.“Aghh! Berhenti sialan!” teriakan membana.Tidak mau selesai, malah tersenyum lebih genit. Tubuh Li xiao menggigil, mulut merapat, memberi tatapan menajam ke pria berkulit gandum.Ingin memotong tangan kotornya. ‘Sial, tunggu aku lepas. Kuputuskan tangan menjijikanmu!’ kutukan hatinya. Namun apa daya, keluar dari jaring tidak bisa, hingga telapak tangan menghitam gosong. Keringat dingin, mulai menitik ke dahi. Kumis palsunya, terlepas ulah keringat ketakutan, siap mendatangkan masalah besar. Pria gandum, semakin tertawa dan mengulangi lagi. Malahan, menjulurkan kedua tangan berbelulang melepas baju Li xiao. “Haha, kita lihat apa yang ada di sini.” Puih! Meludahi, mata melotot tajam. “Cuih! Kuperingatkan, jangan lakukan hal diluar kemampuanmu!”Menghindar, pria ini semakin marah, meluapkan tamparan sekali.Plak!“Sampah ini, rupanya tidak mau di lembutin? Heh! Lebih suka di kasarin? Baiklah!” Mengusapi air liur di pipi kiri. Memaju, auranya lebih mengintimidasi, dua t
“Awas!” Maju, menghadang. Yushen membalikan kursi— cukup satu untasan tangan, dua pria terjatuh. Li xiao terkesima, entah seberapa kuat pria ini?Terpaku dengan kekuatannya, tapi kekesalan dan kejijikan di hati jauh-jauh-jauhhh lebih besar. Mengenali pria berkulit gandum, hampir … hampir melihat aset paling berharga.“Dasar pria lumpuh! Mau ikut campur saja!” Meremehkan, sesaat bangkit, siap menyerang.Swesssh! Selendang mengelebat cepat.“Akhh!”Sebelum tegap berdiri, teman sampingnya kembali terjatuh. Memegangi leher, menguraikan darah segar. Dua tangan bergetar, tidak mungkin. Rupanya salah mencari mangsa. “Si-si-siapa kamu?” suara terbata-bata. Mundur dua langkah, pupil bergetar ketakutan. Aura Yushen semakin pekat, mengambil pedang di bawah. Tanpa omong, membunuh pria tadi, dia selanjutnya. Memegang pedang, memandang ke depan. Mengingat, begitu jijik! Ingin mencabik-cabik sebelum dibunuh. “Terlalu baik, mengirimmu dengan satu tebasan.” Menyeringai, ain mengutuk, pedang terang
Seluruh keluarga Lu, siap mengadili kesalahan Li xiao. Meng yi paling antusias, sekaligus kesal mengapa masih selamat? “Kakek, lihat dia,” menunjuk. “Kenapa bisa pulang malam?”Lu San Tu memandang penuh, mencoba memberinya pembelaan. Sebelum bisa, dipotong Lu Nian. “Sudah jelas, melakukan perbuatan ‘tak senonoh!”Sang ibu segera meralat tuduhan, “Tunggu, tanyakan lebih dulu. Xiao er, sini.” Penuh lembut memapah masuk.Semakin Li xiao diam, mereka lebih penasaran. “Lihat, aku diantar siapa?”Bing bin mencemooh, “Kereta? Memang, siapa yang mau menampung wanita sepertimu?” Menggeleng, diikuti senyum meremehkan.Kereta belum menghilang sepenuhnya. “Itu saja tidak tahu, apa harus memberimu mata lagi? Atau, menghilangkan mata itu?” Mendengar ucapannya, serasa umpatan. Menambah kekesalan. “Heh! Palingan, pria hidung belang yang menod—agh!”Plak!Tamparan sopan, “Tutup mulutmu! Lihat baik-baik. Siapa yang punya tandu bersimbol singa emas?” Lu san tu, menekankan lambang kereta. Meskipun jarang
Menarik sekuat tenaga!Menghindar ke kiri, mengangkat tangan, jijik disentuh. “Bedebah, hari ini biar aku yang menghukummu!” Sring!Dua jarum emas turun di ujung kanan jemari mungilnya, memutar sekali lempar!Jarum melesat maju, kecepatannya tidak bisa diimbangi mata si gendut. Menancap dua betisnya. “Aghh!”Merunduk, dua tangan menumpu tubuh, kalau tidak— sudah berguling di tanah. Si hitam mendekat. “Kamu kenapa? Cepat bangun!”“Kakiku, sakit! Gak bisa gerak!” Mengusapi dua kaki di balik hanfu coklat. Temannya mengikuti rabaan tangan gemuk. Mencoba mencari akar permasalahan di kaki.Merasakan ada yang ganjal, “Agh!” Tidak bisa dicabut, terlalu sakit. Jarum emas tertancap sepertiga, panjangnya setelunjuk. “Wanita gila, kau tidak tahu siapa ayahnya?” Tidak peduli! Jangankan ayah si pria gendut seorang wakil biro jasa hukum tingkat 3. Bahkan, anak kaisar pun tidak melepaskan begitu mudah.Menyilangkan tangan, bibir kiri meninggi dengan sedikit senyum. “Owh! Kata terakhirmu?” Li xiao
Mata hitam menunduk takut, keringat mulai bercucuran, disertai darah menetes di dahi. Air mata, merembes keluar tidak bisa ditahan, tetapi mulut masih kokoh merapat. Tidak mengeluarkan suara. Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi tipis, saking nyaris tidak memiliki daging. Dibalut kulit kecokelatan, menonjolkan tulang pipinya. Meski pipi tipis kurang gizi ditampar, gadis itu masih mendiam. Tampak, seorang gadis sedikit dewasa, mendekati gadis yang berlutut menerima tamparan. Memasang ekspresi polos, akan halnya, sorot mata penuh keangkuhan. "Apa kamu yang mencuri jepit rambut Kakak?" nada selidik. Jauh di lubuk hati perempuan itu, menyimpan senyum. Mungkin, tawa menghiasi ruang hatinya. Terlihat lagi, ada seorang gadis lebih muda mendekat.
Rumbai-rumbai cahaya, menerebos pintu kayu kuning keemasan. Menemani, dua orang di tengah halaman. Ukiran kayu yang cantik nan rumit, inilah keindahan. Tertata, buah dan bunga di meja. Aroma kantung bunga lavendel, terus menari di udara. Sungguh disayangkan, untuk keadaan saat ini, harus ada suara penuh minat. "Kamu harus segera mencari wanita, yang bisa mengamankan dan mengokohkan posisimu. Mengerti!" suara seorang wanita penuh keinginan. Sedikit menekankan kata menikah.Lelaki di depannya, tetap menunduk dan tidak mengiyakan ataupun menolak. Kedua tangan menyatu, diletakkan di depan dada. Sedikit bungkukan, guna memberi hormat lalu pamit keluar.Tepat baru 2 langkah, mencoba melirik ke belakang, memperlihatkan ujung dagu dan ekor mata. "Saya tidak memiliki waktu luang untuk itu," ucapan