Share

Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung
Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung
Author: Fetina

Mendapatkan Warisan 2M

Author: Fetina
last update Last Updated: 2024-05-22 11:07:24

Bab 1

"Bu, aku mau pulang ke Indonesia besok."

"Pulang? Kok ngedadak sih, Alma? Apa nggak sebaiknya Minggu depan?" tanya ibu mertuaku. Ialah yang mengurus kedua anakku selain suamiku karena kedua orang tuaku sudah meninggal. Jadi, selama aku di Arab Saudi, suami dan mertua yang mengurusi anak-anak.

"Iya ngedadak. Soalnya aku nggak bisa ngabarin, udah dua Minggu lalu majikanku meninggal dunia. Aku mau pulang saja karena kangen sama anak-anak," jawabku.

"Kamu belum menghubungi Ikbal suamimu?" 

"Belum, Bu. Kang Ikbal susah dihubungi. Memangnya Ibu nggak ikutin berita ya? Kan berita meninggalnya majikanku ada di media-media Indonesia, khususnya di tok-tok."

"Nggak tau," katanya.

"Berarti Ibu nggak tau kalau aku dapat warisan 2M dari majikanku?" 

"Nggak tau juga, Ma. Ya udah kamu pulang aja, nanti Ibu akan menyambut kedatanganku dengan meriah," katanya.

"Baik, Bu."

Setelah menelepon Ibu, sepertinya ada yang janggal dengan percakapan tadi. Ibu memintaku jangan pulang dulu. Tapi setelah ia tau aku dapat warisan 2M, ia memintaku pulang. Ada yang salah dari perkataanku?

***

Aku sudah siap menuju bandara. Banyak kenangan di negara ini. Dimulai saat aku menjadi asisten rumah tangga di rumah salah satu Dokter yang terkenal di Arab Saudi. Ia sudah renta, tapi tak ada anak dan istri, aku sudah dianggap sebagai putrinya.

Karena penyakit tuanya, ia meninggal dunia. Aku meminta tolong kerabat jauhnya untuk mengurus pemakamannya. Selang beberapa hari, aku didatangi seorang pengacara. Ia mengatakan kalau aku mendapat warisan senilai 2M. Jujur, saat itu aku sangat terkejut dengan kabar ini.

Saat ini, aku hanya memikirkan keluargaku di kampung. Aku ingin membuka usaha di sana. Sudah lima tahun aku meninggalkan mereka. 

Saat itu anak pertamaku Hanifa berumur enam tahun, anak keduaku berumur empat tahun. Sekarang mereka sudah besar semua sekitar sembilan dan sebelas tahun.

Di dalam pesawat, aku tak bisa menghubungi keluargaku. Sebenarnya aku bisa meminta Kang Ikbal untuk menjemputku. Namun, sejak kemarin ia tak bisa dihubungi. Aku jadi kesal dan malas menghubunginya lagi.

Jadinya aku akan menggunakan travel dari Bandara ke kampungku di Bandung. Teman baikku yang membantuku mencarikan tiket travel. Paling nanti aku ganti ongkosnya.

Sesampainya di bandara dan semua proses sudah dilalui, aku mencari jemputanku. Lalu, aku pun melakukan perjalanan setelah beberapa orang naik juga di travel yang kutumpangi.

Akhirnya sampai juga di depan rumah. Rumahku sekarang lebih bagus daripada dahulu. Aku mengirim uang setiap bulan pada suami dan Ibu. Merekalah yang membangun rumah ini sehingga lebih bagus sekarang. Aku bangga hasil kerja kerasku bisa terlihat jelas.

"Alma!" Ibu mendatangi lalu memelukku. "Ayo masuk, semua sudah menunggumu."

Aku disambut oleh tim rebana. Rebana ditabuh saat aku melangkah memasuki rumah. Di depan rumah sudah ada suami dan kedua anakku.

"Selamat datang, Neng!" ucap Kang Ikbal.

"Iya, Kang. Aku kangen." Suami langsung memelukku erat. Namun, saat memeluknya aku mencium parfum wanita. Tak mungkin Kang Ikbal pakai parfum soft seperti ini.

"Bapak sama Ibu jangan lama-lama pelukannya. Hanif sama Hanifa juga pengen dipeluk," katanya.

Aku pun menghampiri mereka dan melebarkan tangan ini. Kupeluk keduanya sambil berjongkok. Hanif di sebelah kanan, Hanifa di sebelah kiri. Kami menangis haru saat ini.

"Hanif dan Hanifa udah gede. Mudah-mudahan kalian masih sayang sama Ibu," sahutku pada mereka.

Ada gurat kesedihan dimata kedua anakku. Tapi aku tak bertanya, keburu disuruh masuk sama Ibu. 

"Ayo masuk aja, Ma. Kamu pasti capek. Makan dulu ya!" ajaknya sembari menyeret lenganku.

Anak-anak dan suami mengikuti dari belakang. Ada makanan kecil dan makanan besar terhidang. Sanak kerabat yang dekat juga datang.

"Selamat ya, Alma. Kamu jadi orang paling kaya sekarang di kampung ini," kata Bi Ikah--adiknya Ibu mertua saat aku ke dapur. 

"Ah masa, Bi. Masih ada Pak Haji Sanusi yang kaya raya," sahutku.

"Pak Haji udah bangkrut. Uangnya habis dipake anaknya." Ia berbisik padaku.

"Apa? Dipake sama Susi?" Karena kutau anaknya Pak Haji cuma Susi--teman baikku yang memesankan travel untukku. Tapi, dia belum terlihat sampai saat ini.

"Iya, sama Susi. Dengar-dengar Susi itu dimanfaatkan sama seseorang. Tapi belum ketauan siapa yang manfaatin Susi. Susi sendiri nggak pernah bicara sama keluarganya," ucap Bi Ikah.

"Oh gitu ya, Bi."

"Tapi, Bibi sih curiga sama seseorang."

"Siapa, Bi?"

Tiba-tiba Kang Ikbal datang, ia langsung membawaku ke dalam sebelum Bi Ikah bilang sesuatu padaku.

Aku harus mengorek Bi Ikah. Siapa tau ia punya banyak informasi tentang keadaan di sini. Terutama informasi tentang Ibu Mertua dan Suamiku.

"Sebentar, Kang. Aku mau ke toilet dulu." Kang Ikbal masuk lagi ke dalam. Aku mendekati Bi Ikah.

"Siapa Bi kira-kira yang memanfaatkan Susi? Oya selama aku di Arab, gimana Ibu sama suamiku?" 

"Untuk Ibumu bisa tanya ke anak-anak. Kalau suamimu,--" ada raut kh

awatir dari wajah Bi Ikah. 

Apa yang terjadi pada mereka selama aku tak ada?

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Candaan Anak-anak

    "Udah, ini sedang dijalan. Teh Alma mau pesen apa? Biar nanti saya bawakan?""Nggak usah.""Oh ... saya bawakan martabak aja ya. Oya teh, saya mau ngenalin teteh sama kedua anak saya. Kapan teteh kira-kira bisa?"Wah, ada apa ya Kang Rahman sampai nyari waktu buat ketemu anaknya."Mmm kapan ya? Memangnya pada di rumah?""Sedang libur pesantren. Ini juga mereka jalan-jalan sama anak-anak saya, Teh.""Masa?""Ya udah nanti aja pas pulang, tinggal turun. Kenalan sama saya," sahutku."Iya sih. Tapi pengennya ada makan siang di rumah saya, Teh. Teteh dan anak-anak datang ke rumah.""Oh gitu. Ya udah aku pikirkan dulu ya!""Baik, Teh."Kang Rahman jangan-jangan memang masih ingin memperistriku? Rasanya aku takut sekali kalau harus menikah lagi. Apalagi Kang Rahman punya dua anak. Kalau mereka nggak suka aku bagaimana? Kalau Pak RT memang masih bujangan, tapi aku belum sreg dengannya. Ah benar-benar memusingkan.Memang, perceraianku dengan Kang Ikbal sudah tiga bulanan. Tapi untuk menentukan

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Anak-Anak Jalan-jalan dengan Kang Rahman

    "Bu Alma, kenalkah denganku?" Ia membuka cadarnya sebentar. Aku langsung mengenalinya."Tini! Kamu Tini kan? Apa kabar?" Aku memeluk sahabat lamaku waktu jadi TKW di Arab Saudi."Iya, Alma. Aku Tini!" Kami saling berpelukan. "Kamu udah sukses sekarang, Al. Kalau aku belum bisa sesukses dirimu."Kamu mau buka kebab atau nasi uduk? Kenapa nggak menyapaku tadi?" "Malu aku, Al. Masa orang sepertiku menyapa pembicara. Mending kek gini aja, di balik layar. Hehe. Kamu hebat loh kemarin sempet terkenal, ada di televisi," kata Tini."Ah, iya. Padahal aku sedih banget majikanku meninggal. Beliau seperti ayah bagiku. Yang ngajarin aku bisnis itu siapa lagi kalau bukan majikanku," jawabku."Oh gitu. Pantas, pulang dari sana kamu malah pinter bisnis. Semoga akupun ketularan dengan membuka gerai kebab mini dan nasi uduk," ucapku."Eh, ngobrolnya di rumahku yuk! Kangen nih sama kamu," sahut Tini."Nggak bisa Tin, anakku masih pemulihan kemarin mereka sempat kecelakaan," jawabku."Ya Allah, dua-duan

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Bertemu Sahabat

    Luar biasa semangat Kang Ikbal yang mau merubah nasib dengan terus berikhtiar untuk berbisnis.Hanif sudah baikan. Sedikit demi sedikit ia bisa mengingat kejadian sebelumnya. Kadang saat dia inget, langsung ia sebutkan saja."Oya Ibu, aku ingat dulu ibu pergi keluar negeri, trus aku nangis," katanya.Ya Allah, kenangan itu. Saat pertama kali aku akan berangkat ke Arab Saudi. Hanif dan Hanifa menangis terus, mereka bersama Bapaknya. Hanif dipangku oleh Kang Ikbal, sementara Hanifa, ia berdiri di sebelah bapaknya.Saat itu, aku akan menaiki mobil yang akan membawaku ke bandara. Sedih sekali harus meninggalkan suami dan kedua anakku."Ibuu!" teriak Hanif, ia turun dari gendongan bapaknya, lalu mengejar mobilku. Aku yang berada di dalam mobil, tak bisa berbuat apa-apa. Jika aku saat itu turun dan memeluk Hanif, mungkin aku takkan jadi berangkat ke Arab Saudi.Kulihat Hanifa hanya menangis sembari memegangi tangan bapaknya. Satu tangan lagi ia gunakan untuk mengusap wajahnya yang basah.Ak

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Hanif boleh Pulang

    Saat aku kembali ke ruangan, Hanif sedang dipegangi oleh Kang Rahman dan Pak RT. Infusan bergeser, sehingga ada darah yang naik di selang. Gegas Perawat membenarkan posisinya agar tidak ada darah yang tersedot di selang infus.Selain itu, perbannya sudah tercabik-cabik. Perawat membenarkan posisi perban juga. Aku hanya bisa memperhatikan yang dilakukan perawat."Sudah, Bu.""Sus, mengapa bisa demikian ya? Anak saya jadi tiba-tiba mengamuk tanpa sebab," sahutku."Memang ada beberapa kasus seperti anak ibu. Pasca operasi kepala, mereka tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Biasanya dibutuhkan waktu, sehingga harus sabar agar si pasien kembali sembuh," sahut Perawat itu."Ya Allah, terima kasih ya Sus atas keterangannya. Mudah-mudahan saya diberi kesabaran yang lebih," sahutku."Insya Allah, Bu. Buat yang merawat harus tetap semangat berjuang," katanya.Selepas Perawat keluar dari kamar Hanif, kuhampiri anakku. Ia memandangiku."Hanif, tadi kenapa?" Ia diam, mungkin tidak ingat

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Hanifku

    "Hanif masih sakit. Dia tak bisa pulang sekarang, Hani. Insya Allah nanti menyusul ya!" sahutku."Iya, Bu. Mudah-mudahan, aku kangen sama Hanif. Nanti siapa temen berantemku? Lagipula nanti aku di atas kesepian, kalau kamar Hanif kosong," katanya."Kalau kamu mau ditemenin Ibu atau Bi Ikah, bilang aja ya!""Iya, pengen banget, Bu. Aku nggak mau sendirian," sahut Hani.Kami pulang dan sampai di rumah setelah 30 menit berlalu."Eh, Neng Hani udah pulang," sapa Bi Ikah."Iya, Bi. Hani Alhamdulillah udah baikan dan diizinkan pulang.""Berarti aa Hanif belum boleh pulang ya?" tanya Bi Ikah."Iya, Bi. Bantu doa ya semoga bisa cepet pulang!" sahutku."Aamiiin."Hani kubawa langsung ke kamarnya agar ia bisa segera beristirahat. Setelah ia merebahkan diri, aku mengatur barang-barangnya. Tak lama Bi Ikah membawakan teh manis hangat untuk anakku."Diminum dulu Neng Hani dan Bu Alma," katanya."Eh, Bibi pake panggil Bu segala. Panggil nama aja kenapa sih?""Kan Ibu udah jadi pengusaha sukses, mas

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Menjenguk Hanif

    Tangannya sudah menggenggam, tapi ia belum membuka matanya. Aku bertanya pada perawat, kapan Hanif akan sadar, katanya secepatnya Insya Allah.Aku menungguinya di sini, ya. Di ruangan dingin ini. Sesekali aku, Kang Rahman dan Kang Ikbal bergantian jaga.Hanif sadar pasca sehari dioperasi. Ia memutar matanya, melihat seluruh sudut ruangan tempatnya dirawat. Aku memperhatikan tingkah laku anakku.Alhamdulillah, Hanif udah buka mata. Mudah-mudahan kamu bisa segera keluar dari sini, ya, Nif!" Kuambil tangannya, lalu kucium punggung tangan anakku yang masih kebingungan saat tersadar."Ini dimana?" tanyanya."Di rumah sakit, Nif. Kamu bisa pulang sebentar lagi, ya!" hiburku.Hanif mengangguk, tapi sepertinya ia belum bisa menyerap apa yang terjadi padanya. Ia tertidur kembali, dan aku menjaga di sampingnya. Hingga akhirnya ia terbangun, tapi malah mengamuk."Anda siapa?" tanya Hanif."Aku ibumu. Kamu lupa?" Ia mengangguk. Apa benar ia lupa?"Ya sudah, nggak apa-apa. Ibu ke depan dulu, ya!"

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Aku Harus Kuat

    "Aku di rumah Teteh nih. Katanya lagi ke rumah mantan mertua ya?""Iya, Kang. Tadi memang nengokin ibu. Tapi, terjadi kecelakaan motor Kang Ikbal yang membonceng anak-anak. Sekarang aku ada di rumah sakit Sejahtera, Kang.""Astaghfirullah, aku mau ke sana ya! Ditunggu saja. Pantesan Teteh nggak di rumah. Aku bilangin ke Bi Ikah ya, biar beliau nggak khawatir," ucapnya."Iya, aku lupa bilang, Kang."Kang Rahman sedang di perjalanan menuju rumah sakit ini. Aku masih menunggui Hanifa. Hani sadar, ia mencari adiknya. Hanif ada di ruangan berbeda dengan Hanifa."Bu, Adek Hanif gimana?" tanyanya."Hanif masih tidur. Kamu sabar ya! Kamu juga butuh istirahat yang cukup, Nak," sahutku."Iya, Bu. Mudah-mudahan Hanif juga nggak apa-apa. Tadi aku lihat Hanif kelempar jauh, aku jadi takut Hanif kenapa-napa," ucap Hani."Aamiin, insya Allah." Hanifa tertidur kembali. Mungkin ia masih pusing.Hasil scan sudah ada, katanya Hanif harus operasi secepatnya. Kang Ikbal menandatangani persetujuan operasi

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Kecelakaan

    Kemana perginya Kang Ikbal? Sampai kini ia masih belum kembali. Apa ia menculik anak-anak? Ah, tidak mungkin, ia kan sudah berubah lebih baik. Lagipula anak-anak sudah besar, tak mungkin diam saja saat diculik dan Kang Ikbal sendiri kan ayah dari mereka."Bu, Kang Ikbal lama sekali ya sampai jam segini belum ada kabar?" tanyaku.Ibu menggeleng. Sepertinya aku harus bertindak dan mencarinya."Assalamualaikum. Bu Odah!""Waalaikumsalam, silahkan masuk!" Kupersilahkan orang itu masuk karena mencari ibu. "Ada apa, Pak?" tanyaku lagi setelah ia masuk. Orang ini habis berlari, dan sekarang sedang mengatur napasnya terlebih dahulu. Aku menantikannya untuk bercerita."Itu, Kang Ikbal kan bawa dua anak ya. Trus, di ujung jalan sana, ia kecelakaan. Menghindari truk, dilempar ke kiri dan anak-anaknya luka-luka. Kang Ikbal tadi membawanya ke rumah sakit. Saya ikut mengantarkan ke sana, dan sekarang diminta memberitahukan ke sini," katanya."Astaghfirullah. Memangnya Kang Ikbal nggak bawa ponsel

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Menjenguk Neneknya Anak-anak

    "Ada apa Hanif?""Kapan jenguk Nenek?" tanyanya."Tadi sih rencana hari Minggu ini. Kalian bisa kan?" tanyaku pada Hanif."Aku bisa, Kak Hanifa nggak tau deh. Katanya sih ada kerja kelompok."Aku keluar kamarku untuk menanyai Hanifa."Memangnya kerja kelompok jam berapa?" tanyaku."Jam 9 sampai jam 12 paling, Bu.""Oh, gitu. Berarti kita jenguk Nenek jam satu siang aja ya!" "Oke siap.""Baiklah, Bapak akan siapkan makanan kesukaan kalian. Kalian suka bakso kan?" tanya Kang Ikbal."Iya, kami suka bakso, Pak. Makasih ya, Pak!" ucap Hanifa. "Aku kembali ke kamar ya! Soalnya mau belajar.""Oke anak Bapak yang paling cantik! Semoga kamu pintar selalu ya!""Iya, Pak. Makasih ya."Hanifa ke atas, disusul Hanif yang katanya pengen tiduran aja di kamarnya."Oke, Hanif ganteng. Nggak apa-apa. Bapak juga mau pulang sekarang," katanya."Iya, Kang. Hati-hati aja di jalan ya!""Oke, Neng."Kang Ikbal sekarang hanya memiliki motor bebek biasa. Katanya ia beli bekas. Harganya jauh dibawah motor spor

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status