Hilda hanya melihat sekilas ke arah Firman tatkala terkejut setelah menerima panggilan masuk, setelah itu Hilda memalingkan pandangannya ke arah jendela.
Jalanan yang cukup padat, membuat tubuh terasa penat, belum lagi cuaca yang cukup menyengat pada siang ini, ditambah lagi kekacauan yang dirasakan di dalam hati dan pikiran Hilda saat ini.
“Eeemmm, Sayang, bagaimana kalau,,,”
“Mas, rasanya aku sedang tidak enak badan, bagaimana kalau makan siang kali ini kita batalkan saja? Rasanya badanku terasa sakit semua, dan kepala juga sedikit pusing.” Ujar Hilda memotong ucapan Firman tanpa mengalihkan pandangan.
“Ah, kamu sedang sakit? Ya sudah, kalau begitu kamu mending pulang aja, istirahat dirumah.” Ucap Firman seketika.
“Eeemmm, terus kalau aku pulang kamu gimana Mas? Kasihan kamu nggak jadi makan siang. Atau aku temani saja tapi aku nggak ikut makan?” kini Hilda menoleh ke arah Firman.
“Ah, kamu nggak usah mikirin Mas, gampang, nanti bisa bikin mie instant atau beli makanan cepat saji saja. Yang terpenting saat ini kamu. Aku pesenkan taksi online ya buat pulang kamu, tunggu sebentar.”
“Kok taksi online Mas? Aku maunya diantar kamu. Please.” Hilda berpura-pura mengiba.
“Sayang, Mas kan harus berangkat kerja lagi. Nanti kalau Mas telat kembali ke kantor bagaimana? Kamu naik taksi online saja ya?” Firman membujuk Hilda.
Hilda menghela nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan, “kalau begitu biar mobilnya aku bawa dulu ya Mas, kamu balik ke kantor naik taksi online, oke?” Hilda mencoba bernegosiasi dengan Firman.
“Ya nggak bisa begitu dong Sayang, masa aku harus ke balik ke kantor naik taksi online. Kamu aku pesankan taksi online ya, tunggu sebentar.” Firman menolak halus.
“Nggak Mas, kamu aja yang taksi online, aku yang bawa mobil. Mana sini kunci mobilnya?” kini Hilda mulai sedikit emosi.
“Hil, kok kamu jadi keras kepala begini sih? Apa susahnya kamu naik taksi online? Dan bukannya kamu lagi nggak enak badan? Malah maksain nyetir sendiri, nanti kalau ada apa-apa dijalan kan aku juga yang repot! Lagian juga biasanya kamu kemana-mana naik taksi online juga kan, udah deh nggak usah mancing emosi aku!” Firman pun ikut tersulut emosi.
Hilda hanya diam, tak ingin menanggapi ucapan suaminya itu yang menurutnya tak akan ada habisnya.
Hilda turun dari mobil, lalu menuju ke pintu mobil bagian pengemudi, dibukanya lah pintu mobil tersebut.
“Turun kamu Mas jika tidak aku akan berteriak kalau kamu akan menyakiti aku!” ancam Hilda kepada Firman.
Firman melongo melihat sikap Hilda yang kini dirasa dia berubah sangat drastis, Hilda cenderung lebih berani bahkan terlihat bar-bar.
Kali ini Firman memilih mengalah, dia tak ingin dipermalukan didepan banyak orang oleh istrinya sendiri, Firman pun turun dari mobil, kunci yang dipegangnya pun diserahkan kepada Hilda.
“Nah gitu kan enak Mas, pake acara diancam segala sih baru mau ngasih keinginan istri. Lagian kan ini mobil aku, masa aku mau pake nggak boleh.” Ucap Hilda ketus sambil duduk dikursi pengemudi dan memasang sabuk pengaman.
“Ya sudah, hati-hati kamu pulangnya.” Ucap Firman dengan nada kesal.
“Oke. Aku langsung pulang kok Mas, aku mau shoping dulu, aku mau bahagiain diri aku dulu Mas. Kalau nanti kamu sampai rumah duluan, kamu nggak usah nunggu aku pulang, kamu makan malamnya beli aja ya.”ucap Hilda sambil mengacungkan ibu jarinya lalu menutup pintu mobil.
“Katanya lagi nggak enak badan? Kok malah shoping sih?!” Firman menatap tajam sang istri, namun Hilda tak menggubrisnya sama sekali.
Diturunkannya sedikit kaca mobil, Hilda sambil tersenyum melambaikan tangan ke arah Firman yang masih terdiam menatap ke arah hilda, “bye Mas Firman, hati-hati dijalan juga ya. Ingat, habis makan siang langsung kembali ke kantor ya, jangan mampir kemana-mana.”
“Hrrggghhhh, sial! Dasar wanita belagu! Baru aja jadi Direktur lagaknya udah kayak Sultan aja! Hrrgghhh!!!” Firman teriak-teriak seperti orang kesetanan melihat kepergian Hilda dari hadapannya, bahkan beberapa orang yang lewat dihadapan Firman bergidik melihat tingkah Firman seperti orang gila.
Sadar jika banyak orang yang melihat ke arahnya, Firman gegas memesan taksi online untuk kembali ke kantor.
Berkali-kali ada panggilan masuk ke ponselnya juga dihiraukan olehnya, emosinya sedang memuncak kini, dia khawatir jika panggilan itu diterima, yang ada akan membuat Firman makin panas.
Sementara Firman kembali ke kantor dengan emosi dan amarah, Hilda justru tertawa semringah atas kemenangannya kali ini.
“Rasakan kamu Mas! Jangan harap kamu sekarang bisa bebas menggunakan barang-barang aku. Enak saja, kau pakai barang-barangku untuk bersenang-senang yang entah dengan siapa diluar sana. Sekarang tidak akan bisa Mas!” kecam Hilda didalam mobil.
Sementara dirumah, Alifa sibuk mencari buku raportnya yang besok rencananya akan dia kembalikan ke sekolah.
Berulang kali dia mencarinya didalam tas dan rak bukunya, namun hasilnya nihil, Alifa pun gegas menemui sang mama.
Sedikit berlarian, Alifa mencari sang mama ke kamarnya, “Ma, tahu buku raport Alifa nggak?”
“Nggak tau Sayang, coba kamu cari dulu, atau mungkin jatuh,” ucap sang Mama tanpa menatap ke arah Alifa karena masih fokus dengan gawainya.
“Udah Alifa cari Ma, tapi nggak ada. Besok harus dikembalikan Ma, tolong bantu Alifa cari yuk Ma.” Rengek Alifa.
“Sayang, kamu cari dulu sendiri ya, bentar lagi Mama nyusul.”
“Apa kebawa ditas Papa ya Ma? Kan kemarin habis dilihat –lihat juga sama Papa, terus ditanda tangani. Habis itu Alifa kayaknya nggak ada masukin buku raport ke dalam tas aku deh, soalnya aku juga keburu main waktu itu.”
Mendengar ucapan sang anak, sang mama pun menatap tajam ke arah Alifa, bukan hendak memarahi Alifa, namun mencoba merunut kejadian lusa, saat Alifa memberikan raportnya kepada sang Papa.
Ya, benar, setelah itu baik Alifa dan Mamanya memang tidak menerima kembali raport itu, namun mereka justru asyik bermain ditaman hiburan.
“Kamu yakin raport itu belum kamu kembalikan, Alifa? Jangan-jangan Alifa lupa kalau raportnya udah dikembalikan?” Mamanya berusaha memancing memori ingatan Alifa.
“Eeemmm, iya Ma, Alifa yakin Papa itu nggak ngembaliin raportnya ke Alifa. Aku ingat bener Ma, Papa masukin buku raport aku ke dalam tas kopernya. Iya Ma, aku ingat, dikopernya Papa! Soalnya kata Papa biar aman mending ditaruh dikoper Papa, gitu Ma.”
Sang Mama pun terdiam, jantungnya berdegup cukup kencang mendengar cerita anaknya itu.
Jika buku raport Alifa didalam koper Papanya, lalu siapa yang menemukan, bahkan sampai saat ini Papanya juga tidak memberitahu jika dia membawa raportnya Alifa.
“Ma, ayo telfon Papa, tolong suruh anterin buku raport Alifa dong Ma, please. Mama,,,” Alifa merengek sambil menggoyang-goyangkan lengan Mamanya.
“Diamlah Alifa, jangan bikin Mama makin pusing!” hardik sang Mama, sontak Alifa yang sedikit terperanjat kini mendadak diam.
“Maaf Ma.’ Ucap Alifa bergetar menahan tangis airmata mendengar sang Mama sedang marah, kini Alifa lebih memilih kembali kamarnya sendiri.
Sudah satu minggu ini Firman harus rela menggunakan jasa taksi online untuk pulang pergi menuju kantor tempatnya bekerja, mobilnya yang biasanya digunakan oleh Firman, kini dipegang alih oleh Hilda. Firman tak ingin berdebat panjang dengan istrinya, karena jika salah bicara, bisa-bisa Hilda bertindak bar-bar seperti waktu lalu. Sejak Firman tak lagi menggunakan mobil pribadi, dia tak lagi bisa pulang malam dengan alasan lembur karena malam hari pasti taksi online sulit ditemukan. “Udah sarapan belum Mas?” tanya Hilda yang baru saja selesai mandi sehabis lari pagi, karena ini hari minggu, Hilda memang biasa berolahraga disaat dia sedang libur kerja. “Belum, memang kamu sudah masak?” tanya Firman yang sedang menikmati acara televisi diruang keluarga. “Malas masak aku Mas, kamu traktir aku aja deh yok, kita cari sarapan diluar.” Ajak Hilda dengan antusias. “Ya udah ayo.” Firman setuju lalu beranjak dari duduknya. Mereka berdua pun bersiap-siap untuk mencari sarapan diluar, Firman m
PoV HildaAku pikir 3tahun pernikahanku dengan Mas Firman adalah waktu yang cukup untuk kami saling mengenal lebih dalam tentang kelebihan kita masing-masing dan bisa saling mengisi kekurangan dalam diriku dan Mas Firman, namun faktanya tidak.Mas Firman, yang aku berikan kepercayaan sepenuhnya ternyata menyimpan kebohongan dan kebusukan, meski aku belum tahu pastinya namun aku yakin dia telah mengkhianati pernikahannya denganku.Kini aku harus mencari tahu sendiri sejauh mana kebohongan yang telah dia sembunyikan selama ini dariku.Aku mengenal Mas Firman melalui Riana yang merupakan temanku sejak dibangku kuliah. Dia bilang jika Mas Firman ini adalah tetangga Riana dikampung dan halaman, dan dia ke kota karena ingin mencari pekerjaan.Aku pun membantu Mas Firman untuk mencarikan pekerjaan, kebetulan orangtuaku memiliki koneksi yang cukup luas karena Papaku memiliki perusahaan yang cukup bonafide di kota ini sehingga tak perlu waktu lama mencarikan pekerjaan untuk Mas Firman.Baik Ri
Pov Firman Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan yang layak dikota besar, dan kebetulan sekali sepupuku, Riana, memiliki teman disana, bahkan Riana juga kini bekerja disana berkat bantuan temannya itu. Ya, 4tahun yang lalu aku merantau ke kota, ku tinggalkan anak istriku demi membahagiakan mereka, Elisa istriku, tidak ingin hidup susah terus menerus. Meski awalnya aku berat untuk meninggalkan Elisa dan Alifa putri kecilku, namun harus ku lakukan, dan janjiku pada Elisa jika aku sukses, aku akan membawa mereka juga untuk tinggal di kota. Setelah sampai dikota, aku menyewa sebuah kamar kost, tak apalah sempit asalkan bisa untuk tempat berteduh dan mengistirahatkan badan. Keesokan harinya aku dikenalkan kepada Hilda yang merupakan teman Riana. “Kenalin Hil, ini yang namanya Mas Firman,” Riana mengenalkan aku pada Hilda. “Hai, Hilda,” ucap Hilda tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Saya Firman mbak,” ucapku gugup sambil menjabat tangan Hilda. “Mas Firman sebelumnya kerja dima
Dengan perasaan kesal, Hilda melajukan kendaraannya menuju Jalan Sudirman, dia berencana menemuai Riana dikostnya.Hilda tak mempedulikan lagi Firman yang masih terpaku dikantornya, sudah besar ini nanti juga bisa pulang sendiri, pikir Hilda.Hanya butuh waktu sekitar 20menit untuk sampai ditujuan, nampaknya Riana juga sudah tiba dikostnya, kendaraannya sudah terpakir disana.Tok Tok TokHilda mengetuk pintu kamar Riana dan mengucapkan salam, tak menunggu lama terdengar suara seseorang memutar anak kunci pintu tersebut.“Hilda? Lho kok kamu bisa tiba-tiba disini?” Riana tercengan mendapati Hilda yang sudah berdiri diambang pintu.“Kamu itu bukannya menjawaba salamku malah bengong gitu,” ucap Hilda terdengar kesal.“Ya habisnya kamu nggak biasanya aja tiba-tiba datang kesini Hil.” ucap Riana tanpa menyuruh Hilda untuk masuk ke dalam.“Berarti aku nggak boleh nih main kesini? Ya sudah, aku pulang aja, maaf kalo ganggu kamu!” Hilda dengan kesal langsung memutar balik tubuhnya dan hendak
Sudah 3hari Hilda merasa kondisi tubuhnya makin kurang sehat, tak ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, dia hanya bisa makan buah itu pun jenis tertentu.Dia juga sudah memeriksakan keadaanya, dokter mengatakan jika Hilda positif hamil dan usia kandungannya memasuki 5bulan.Hal ini sebenarnya yang ditakutkan oleh Hilda, disaat dia mencium kebusukan sang suami, namun Tuhan memberikan hadiah yang seharusnya menjadi hadiah terindah bagi dia dan Firman.Tok Tok Tok“Hil, kamu masih nggak enak badan? Kamu masih cuti hari ini? Mau aku antar ke rumah sakit?” tanya Firman diluar kamar sambil mengetuk pintu kamar Hilda.Tak ada jawaban apapun dari Hilda, Firman sebenarnya khawatir kondisi Hilda, namun sejak pertengkaran terakhir, Hilda benar-benar menghindar dari Firman, bahkan Firman tak pernah bertemu dengan Hilda meskipun sebenarnya Hilda berada dirumah.Hilda sengaja tak ingin bertemu dengan Firman, dia tak ingin suaminya
Brak!!!Hilda menutup pintu mobil bagian penumpang depan dengan begitu kencang, emosinya kali ini sudah benar-benar diubun-ubun kepala.Firman yang duduk dikursi pengemudi sambil terlonjak mendengar kencangnya suara pintu mobil ditutup, kali ini mau tak mau Hilda harus satu mobil dengan Firman, karena Firman yang bersikukuh ingin mengantar Hilda ke rumah sakit guna memeriksakan Hilda.Tak mungkin Hilda menolak, karena Firman juga sudah berpamitan dengan Alex bahkan dihadapan Hilda sendiri, dengan menjaga nama baik hubungan Hilda dan Firman, akhirnya Hilda menyetujui.“Jangan marah-marah tak jelas Hil, kamu jangan mudah percaya ucapan dari temanku, mereka hanya bergurau,” Firman berusaha meredakan emosi Hilda.“Baiklah, kalau begitu besok aku akan menemui teman kamu Mas untuk menanyakan langsung benar atau tidak ucapannya.” Jawab Hilda datar sambil memandang keluar jendela.“Tak baik jika kamu berburuk sangka terus dengan aku, biar bagaimanapun aku ini masih suami kamu Hilda, kamu waji
“Hai Hil, kenapa kamu bisa tiba-tiba datang kemari? Bukankah kamu tadi ke rumah sakit diantar oleh Firman?” tanya Alex setelah Hilda masuk ke dalam ruangannya.“Ada yang perlu aku tanyakan dengan kamu Alex, soal Firman. Benarkah dia sering kau tugaskan keluar kota untuk tugas kantor, meeting dengan para klien?” tanya Hilda.“Tidak, aku tak pernah menyuruhnya untuk pergi keluar kota.” Jawab Alex.Hilda seketika diam membisu, kini semakin banyak kebohongan Firman terungkap olehnya.“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian?” selidik Alex.Sebenarnya Alex dan Hilda sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka pun sudah saling kenal, sebelum Firman mempersunting Hilda, awalnya mereka akan dijodohkan, namun Hilda menolak secara halus.Hilda kini bingung, hendak menceritakan soal rumah tangganya kepada Alex atau tidak, karena sejujurnya dia tak ingin membuka aib keluarga dia sendiri kepada orang lain, apalagi Hilda juga belum memiliki bukti yang jelas jika Firman mend
Malam ini Hilda terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit oleh Firman, karena tubuhnya terkulai lemas, bahkan suhu badannya pun cukup tinggi. Sampai dirumah sakit Hilda langsung ditangani oleh seorang dokter, dan karena Hilda benar-benar drop, dokter menyarankan agar Hilda dirawat inap. Setelah mengurus administrasi dan mendapatkan kamar inap, akhirnya Hilda pun dipindahkan ke ruangan. “Apakah selama ini Ibu Hilda tidak pernah meminum vitamin dan obat anti mualnya Pak?” tanya dokter yang menangani. “Maaf Dok, saya juga kurang tahu.” Jawab Firman. “Pak Firman, saya harap Bapak bisa lebih perhatian terhadap Ibu Hilda, apalagi usia kandungannya yang masih dalam trimester pertama terlalu rentan dengan keguguran, apalagi sepertinya Ibu Hilda benar-benar tidak dapat menerima makanan. Ini sebenarnya biasa terjadi pada usia kandungan yang masih muda, oleh sebab itu peran seorang suami sangatlah penting disaat seperti ini.” Terang sang dokter terhadap Firman sambil tersenyum “Kandungan Dok?