Share

Mereka pergi

Saat adik-adikku sukses

Part 3

"Neng, maafin Akang ya!" lirih Hendi dengan keringat yang masih bercucuran.

Hendi langsung menurunkan ransel lusuh dari pundaknya, ransel yang hanya berisi pakaian-pakaian butut milik Hendi, bukan baju lebaran seperti yang di harapkan.

Nurma menatap mata Hendi yang memerah seperti menahan tangis.

"Akang minta maaf kenapa?"

"Akang pulang gak bawa uang sepeserpun Neng, mandornya kabur, Akang bisa pulang juga nebeng-nebeng sama truk." Hendi mengusap wajahnya kasar.

Impian Hendi untuk membahagiakan Tedi dan Nurma pupus sudah, Hendi bahkan rela tidak mengambil libur selama satu bulan penuh agar bayaran yang di terima cukup besar.

"Akang sabar ya, mungkin belum rezekinya keluarga kita," Nurma berusaha membesarkan hati suaminya, meskipun hatinya pun sama kecewanya seperti Hendi.

Nurma tahu suaminya itu sudah berusaha keras. Dan untuk saat ini keluarga kecilnya mungkin harus sedikit bersabar lagi.

"Maafin Akang ya Neng, Akang gak bisa beliin Neng sama Tedi baju baru, padahal kalau mandornya amanah, Akang bisa bawa uang banyak, cukup buat lebaran."

"Udah Kang, udah ya! gak beli baju baru juga gak apa-apa kok."

"Makasih ya Neng udah sabar, jujur Akang malu sama Neng."

___

"A Hendi, kata Mama, ke rumah!" seorang anak kecil menepuk pelan tubuh Hendi.

"Ada apa emang Vin?" tanya Hendi pada anak kecil bernama Davin itu.

"Gak tahu, katanya ke rumah aja!" ucap Davin.

Davin lalu kembali bermain bersama temannya menabuh bedug bersama-sama.

Hendi lalu berjalan menuju rumah orang tua Davin yang tidak jauh dari masjid.

"Maaf Bu, apa Ibu benar manggil saya?" tanya Hendi pada Bu Lela yang kebetulan sedang berada di depan rumahnya.

"Iya, tunggu dulu ya bentar!" Bu Lela masuk ke dalam.

Beberapa saat kemudian Bu Lela kembali ke luar menjinjing sebuah kresek hitam.

"Ini tolong di terima ya, suami saya tadi beli daging kebanyakan, padahal saya juga udah beli ayam. Mau di simpan di kulkas udah penuh kulkasnya, ini bawa ya, dan ini buat jajan Tedi!" Bu Lela menyelipkan sebuah amplop pada tangan Hendi.

"Tapi Bu, apa gak kebanyakan? ini seekor utuh ayamnya?" tanya Tedi.

"Gak apa-apa, udah bawa aja!"

"Terima kasih banyak Bu, terima kasih," berkali-kali Hendi mengucapkan kata itu.

Dengan hati gembira, Hendi membawa ayam pemberian Bu Lela itu pulang ke rumah.

"Neng, buka Neng!" ucap Hendi sambil mengetuk pintu rumahnya.

"Akang bawa apa?"

"Alhamdulilah kita dapat rezeki Neng, Bu Lela ngasih ayam seekor sama ngasih ini buat jajan Tedi katanya." Hendi langsung memberikan ayam dan amplop yang baru saja dia terima.

Nurma langsung membuka amplop pemberian Bu Lela, saat di buka, amplop itu berisi dua lembar uang berwarna biru.

Bu Lela memang termasuk orang mampu di kampung ini, dia dan suaminya memiliki beberapa usaha, diantaranya toko grosir, pabrik penggilingan padi dan satu pabrik tahu.

"Alhamdulilah ya Allah," Nurma berkali-kali mengucap syukur, air matanya bahkan menetes tidak kuat menahan haru dengan rasa bahagia yang ia dapat malam ini.

"Iya alhamdulilah, Neng langsung masak ya, Akang mau takbiran lagi!"

"Iya Kang."

Nurma langsung membawa ayam itu ke dapur, ayam sudah bersih dari bulu dan kotorannya, ia hanya tinggal memotong ayamnya menjadi beberapa bagian. Nurma memisahkan bagian sayap dan paha yang akan di buat ayam goreng untuk Tedi, sementara bagian yang lainnya akan dia olah menjadi semur ayam.

Uang dari amplop tadi sebagian Nurma belikan bumbu, minyak dan 5 butir kentang, Nurma sengaja membeli kentang untuk campuran semur ayam.

Akhirnya malam ini Nurma bisa memberikan yang Tedi mau, yaitu ayam goreng.

"Alhamdulilah ada rezeki kamu Nak, besok kamu bisa makan ayam goreng," bisik Nurma pada telinga Tedi.

Saeekor ayam tadi sudah berubah menjadi semur ayam satu kuali penuh, Nurma sengaja memasaknya dengan kuah yang cukup banyak.

Pukul tiga pagi Hendi kembali ke rumah untuk mandi setelah itu Hendi kembali ke masjid siap-siap melaksanakan shalat idul fitri, Hendi memang biasa menghabiskan waktu satu malam penuh di masjid saat malam takbiran.

Setelah adzan subuh berkumandang, Nurma kemudian membangunkan Tedi.

"Tedi, bangun Nak, yuk sholat subuh dan siap-siap shalat ied," ucap Nurma sambil mengusap lembut tubuh Tedi.

"Mama udah masak ayam goreng buat Tedi."

Tedi hanya menggeliat, namun saat mendengar kata ayam goreng mata Tedi langsung terbuka lebar.

"Ayam goreng Ma?"

"Iya, sekarang Tedi mandi dulu ya, udah mandi langsung makan!"

"Siap Ma,"

"Pakai baju baru kan Ma?" tanya Tedi setelah selesai mandi.

"Iya," ucap Nurma sambil membuka lemari kayu sederhana yang pintunya hampir lepas.

Beruntungnya sejak jauh-jauh hari, Nurma sudah mempersiapkan baju baru untuk Tedi, meskipun baju itu di dapat dari hasil kredit sehari seribu. Satu stel baju koko dan satu stel lagi baju biasa.

"Tedi mau makan dulu ya Ma, sekarang gak puasa kan Ma? kan udah lebaran."

"Ya udah Tedi makan dulu ya, udah makan langsung susul Bapak ke masjid!"

Dengan semangat Tedi berjalan ke dapur.

"Ayam gorengnya dekat kompor, di bawah tutup panci," teriak Nurma agar Tedi tidak kesulitan mencari makanan yang dia inginkan sejak kemarin sore.

Tedi sangat menikmati ayam goreng buatan Ibunya, dia mengambil ayam itu sedikit demi sedikit karena sayang jika buru-buru di habiskan.

"Tedi ke masjid dulu ya Ma," ucap Tedi pamit setelah perutnya kenyang terisi.

"Iya, awas ya jangan main-main, jangan ganggu orang lain!" pesan Nurma pada anak satu-satunya itu.

Tedi memang sudah terbiasa pergi ke masjid sendirian karena jaraknya dari rumah cukup dekat.

Nurma pun langsung bersiap, dia menggunakan pakaian terbaik yang ia punya, lalu melangkahkan kaki ke masjid.

Setelah shalat ied selesai, Nurma, Tedi dan Hendi pulang secara bersamaan, sepulang dari masjid mereka langsung saling meminta maaf satu sama lain, lalu mereka menikmati sarapan pertamanya setelah 30 hari berpuasa.

"Masakan Neng emang enak, lihat tuh, Tedi lahap banget sampai berkali-kali nambah," Hendi memuji masakan istrinya.

"Langsung ke rumah Ibu, Neng?" tanya Hendi saat makan telah selesai.

"Iya,"

"Ya udah Akang tunggu di depan ya!"

"Iya, Neng beresin dapur dulu ya, sama nyiapin nasi dan semur ayam yang akan di bawa ke sana."

Nurma mengambil rantang, kemudian memasukkan nasi dan semur ayam ke dalamnya. Karena hanya itu yang dia punya, meskipun dia sudah bisa menebak Ratri pasti tidak akan menghargai apa yang dia bawa sekarang.

Nurma, beserta suami dan anaknya pergi ke rumah Ratri dengam berjalan kaki karena memang rumah Nurma dan Ibunya itu sangat dekat.

Sesampainya di sana, rumah Ibunya ternyata sepi tidak ada siapa-siapa, berkali-kali Nurma mengucap salam namun tidak ada jawaban, pintu rumahpun dalam keadaan terkunci, sepertinya Ibu dan adik-adiknya itu memang tidak ada di rumah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
D6ta
baru baca sampe sini, rasanya sedih banget :-(
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status