Saat adik-adikku sukses
Part 2"Maaf Bu, Nurma gak bisa ke sana, Tedi sedang rewel.""Emang si Hendi ke mana? suruh si Hendi jagain si Tedi!""Kang Hendi lagi ke mesjid Bu.""Ya sudah, kalau si Hendi sudah pulang kamu langsung ke sana!""Gak bisa Bu, badan Nurma cape tadi seharian masak, lagian kan Nurma gak ikut makan bareng, emang gak bisa Mala sama Dewi yang beresin?""Kamu ini, adik-adikmu itu baru datang, pulang ke rumah buat istirahat dan liburan bukan buat beres-beres.""Beresin bekas makan dan cuci piring bukan pekerjaan yang berat Bu, Nurma rasa jika mereka mengerjakan itu tidak akan membuat tubuh mereka sakit.""Nurma, kamu gak dengar suara takbiran? ingat, besok itu hari lebaran, bukannya minta maaf sama Ibu malah bikin Ibu kesal."Hendi yang tadi pamit berangkat untuk melaksanakan shalat isya berjamaah akhirnya pulang."Ibu," sapa Hendi pada Ibu mertuanya itu sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman."Ibu kenapa gak di ajak masuk ke dalam Neng, masa ngobrol di luar gini. Kan gak enak." tanya Hendi pada Nurma."Gak usah, saya ke sini cuma mau ngajak Nurma ke rumah. Di sana masih berantakan si Nurma main pulang aja."Hendi melirik istrinya."Kenapa gak ke sana lagi Neng? beresin dulu di rumah Ibu, kan besok lebaran, pasti banyak tamu malu kalau berantakan," ucap Hendi."Gak mau Kang, badan Nurma capek, dari siang Nurma udah konser di dapur, lagian Tedi dari tadi masih rewel. Dari pada di sana malah bikin recok ganggu orang kota yang lagi liburan." Nurma menyinggung apa yang di ucapkan Mala tadi.Nurma sudah sibuk di dapur Ibunya sejak adzan dzuhur berkumandang, begitu banyak makanan yang dia olah, selain memasak untuk berbuka, Nurma juga memasak beberapa makanan khas lebaran.Ratri mendengus kesal, dia akhirnya pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun."Neng capek ya? maafin Akang ya! karena keadaan Akang yang masih seperti ini, Neng di perlakukan seenaknya sama mereka, doain Akang ya semoga kedepannya kita menjadi lebih baik," ucap Hendi sambil menenangkan Tedi yang masih terisak."Tapi, kalau Neng gak ke sana, Ibu pasti marah ya Kang, besok lebaran kalau Ibu gak maafin Neng gimana ya Kang?""Jagain Tedi ya Kang, Neng mau ke rumah Ibu sekarang, Neng gak mau hidup kita tambah sulit karena Ibu gak ridho sama kita."Nurma langsung ke luar dari rumahnya dan berjalan menuju rumah Ratri, Ibunya.Sesampai di rumah Ibunya, ketiga adiknya sedang asik bercanda ria sambil menyalakan kembang api di depan rumah, beberapa anak kecil berkumpul ikut menikmati keindahan warna dari kembang api tersebut.Tidak ada yang sadar dengan kedatangan Nurma, ia lalu memilih masuk melalui pintu belakang.Keadaan ruang tamu tempat mereka makan bersama masih seperti tadi, bahkan jauh lebih berantakan. Nurma tidak habis pikir dengan perilaku adik-adiknya itu, jangankan ada keinginan untuk membereskan, sekedar menggeser piring kotor pun sepertinya mereka enggan.Nurma menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, dia sampai tak percaya dengan perubahan sikap adik-adiknya itu.Uang dan jabatan benar-benar bisa merubah seseorang.Dalam sekejap ruang tamu yang kondisinya seperti kapal pecah akhirnyan kembali rapih, bukan hal yang sulit bagi Nurma melakukan ini, mungkin karena pengalamannya yang pernah menjadi TKW selama bertahun-tahun.Setelah ruang tamu rapih, Nurma langsung berjalan ke dapur untuk mencuci piring, akan tetapi hanya satu piring dan satu gelas yang ia cuci, yaitu piring dan gelas yang di gunakan Ibunya, sementara itu dia tetap membiarkan piring-piring kotor lain yang di pakai oleh adik-adiknya tadi."Teh, tolong siapin kamar aku ya, aku mau istirahat, capek!" ucap Dewi sambil menyimpan mangkok yang masih berisi kuah bakso di depan Nurma.Dewi, adik keduanya itu memang sangat suka dengan bakso."Beresin aja sendiri! Teteh bukan tukang beres-beres kamar, Teteh juga sama capek!" ucap Nurma sambil menutup kran air yang mengalir."Emang Teteh capek apa sih?""Capek apa? kamu nanya Teteh capek apa?""Kamu gak sadar makanan yang kamu makan tadi siapa yang masak?" sambung Nurma."Cuma masak kan? apalagi aku yang tiap hari setres ngadepin kerjaan di kantor, harus mikir. Belum lagi kalau deadline, ngurusin client dan lain-lain, Teh jangan ngeluarin kata-kata toxic yang bisa menyakitu mentalku, aku pulang itu buat healing, karena mentalku sudah di hajar habis-habisan di tempat kerja.""Teteh tahu adik Teteh ini sudah menjadi orang pintar sekarang, bahkan bahasanya saja Teteh gak ngerti, tapi tolong sepintar-pintarnya kamu jangan sampai lupa dengan adab dan tatakrama.""Attitude maksudnya? jangan bahas itu teh, kalau attitude ku jelek aku gak mungkin di terima kerja di kantorku yang sekarang.""Terserah," ucap Nurma singkat, dia tidak ingin berdebat lagi. Karena percuma meskipun dia benar tidak akan ada yang membelanya.Dewi kemudian pergi meninggalkan Nurma di dapur, beberapa saat kemudian Ibunya mendatangi Nurma, sepertinya adiknya itu mengadu."Kamu kenapa gak mau beresin kamar Dewi? sampai nyebut Dewi gak punya adab? lihat tuh adikmu nangis!""Dewi memang gak punya adab Bu, kalau punya, dia gak mungkin nyuruh Nurma beresin kamarnya, Dewi itu sehat, punya tangan dan kaki lengkap, masa gak mampu beresin kamar sendiri. Kalau emang mau di layani seperti nyonya kenapa gak nyari pembantu aja?""Kan kamu tahu Dewi baru pulang, pasti dia capek!""Bu, perjalanan dari tempat kerja Dewi ke sini itu gak nyampe dua jam Bu, bukan perjalanan jauh yang harus melewati dua benua, Nurma mau pamit pulang udah malam.""Eh, itu di wastafel masih banyak piring kotor, cuci dulu,""Suruh Mala, Dewi sama Lukma cuci piring masing-masing Bu, kayak yang Ibu ajarkan di waktu kami kecil dulu, jangan mentang-mentang mereka sukses sekarang, sehingga Ibu memperlakukan mereka seperti raja dan ratu sedangkan aku seperti babu."Nurma langsung ke luar dari rumah Ibunya melalui pintu dapur.Sepanjang jalan Nurma di selimuti oleh rasa bersalah, dia merasa apa yang dia katakan pada Ibunya itu sangat lancang dan bisa melukai hati Ratri."Ampuni aku Bu," ucap Nurma lirih, sambil menghapus air matanya. Dia tidak mau suaminya melihat dia menangis."Tedi udah tidur Kang?" tanya Nurma saat sampai di rumah."Udah Neng, ya udah Akang mau takbiran lagi ya!""Iya Kang.""Jangan lupa kunci pintunya Neng!" pesan Tedi.Gema takbir berkumandang dari segala penjuru, membuat hati Nurma semakin sakit apalagi saat mengingat sang Bapak yang sudah kembali ke pangkuanNya saat dia masih berada di negeri orang."Seandainya Bapak masih ada, mungkin ada yang membelaku sekarang Pak," Nurma berbicara sendiri.Mungkin orang lain sedang sibuk mengolah berbagai hidangan yang akan di sajikan di hari raya esok, tapi tidak dengan Nurma, tidak ada aktifitas apapun di dapur sederhana itu.Sementara itu, di sudut masjid ada seorang laki-laki dewasa yang sedang bersedih, dialah Hendi, ia merasa tidak becus menjadi seorang suami dan Bapak. Hari raya sudah tiba di depan mata namun satu butir telur pun dia tidak mampu belikan untuk anak dan istrinya.Hendi baru pulang dua hari lalu setelah satu bulan penuh mengadu nasib di Ibu kota dengan menjadi kuli bangun, namun apa boleh buat sang mandor tempat dia bekerja tidak amanah, uang bayaran yang harusnya Hendi terima beserta teman-temannya yang lain, di bawa kabur oleh sang mandor.Saat adik-adikku suksesPart 3"Neng, maafin Akang ya!" lirih Hendi dengan keringat yang masih bercucuran.Hendi langsung menurunkan ransel lusuh dari pundaknya, ransel yang hanya berisi pakaian-pakaian butut milik Hendi, bukan baju lebaran seperti yang di harapkan.Nurma menatap mata Hendi yang memerah seperti menahan tangis."Akang minta maaf kenapa?""Akang pulang gak bawa uang sepeserpun Neng, mandornya kabur, Akang bisa pulang juga nebeng-nebeng sama truk." Hendi mengusap wajahnya kasar.Impian Hendi untuk membahagiakan Tedi dan Nurma pupus sudah, Hendi bahkan rela tidak mengambil libur selama satu bulan penuh agar bayaran yang di terima cukup besar."Akang sabar ya, mungkin belum rezekinya keluarga kita," Nurma berusaha membesarkan hati suaminya, meskipun hatinya pun sama kecewanya seperti Hendi.Nurma tahu suaminya itu sudah berusaha keras. Dan untuk saat ini keluarga kecilnya mungkin harus sedikit bersabar lagi."Maafin Akang ya Neng, Akang gak bisa beliin Neng sama Tedi baju
Saat adik-adikku suksesPart 4"Pintunya di kunci Kang, kayaknya gak ada siapa-siapa di dalam," ucap Nurma pada Hendi."Terus gimana? kita pulang lagi?""Pulang lagi aja, buat apa di sini juga, kita juga kan gak tahu kapan mereka pulang."Hanya Ratri orang tua yang di miliki Nurma dan Hendi saat ini, karena Hendi sudah menjadi yatim piatu sejak masih bujang, untuk berkunjung ke rumah saudara-saudara Hendi pun jaraknya sangat jauh karena berada di luar kabupaten."Loh, kamu kok ada di sini Nur? gak ikut sama Ibu dan adik-adikmu?" tanya Mbak Ria, tetangga samping rumah Ibunya.Nurma langsung bangkit dari tempat duduknya, dia lmengulurkan tangannya sambil mengucapkan minal aidzin.Mbak Ria memang biasa memanggul Nurma dengan panggilan Nur."Iya Mbak, Mbak tahu Ibu dan adik-adikku pergi ke mana?""Oalah, masa kamu gak tahu sih? emang gak di ajak?""Engga Mbak, aku nggak tahu.""Ibu sama adik-adikmu udah berangkat dari subuh, mereka mau ke rumah calon mertuanya Mala yang ada di luar kota,
Saat adik-adikku suksesPart 5Nurma mempercepat langkahnya agar segera sampai di rumah Ibunya, dia tidak sabar ingin mengetahui kebenaran tentang tanah yang di jual.Nurma masih ingat saat Ibunya meminta di kirim uang untuk membeli tanah itu, saat itu Nurma baru saja mengirim semua gajinya, namun beberapa hari kemudian Ibunya kembali menghubungi Nurma."Kamu gak bisa ngusahain Nurma? ini tanahnya bagus loh, posisinya sangat strategis, yang punyanya lagi kepepet makanya di jual murah, sekarang mana dapat tanah pinggir jalan harga segitu di sampingnya lagi di bangun buat bikin Indo April, itu loh toko yang kalau belanja pake alat yang bunyinya nit nit," ucap Ratri."Gimana ya Bu? kan Ibu tahu semua gaji Nurma sudah di kirim, emang gak ada tabungan sama sekali?""Ya gak ada lah, gajimu itu cuma pas-pasan, biaya kuliah Mala sama Dewi mahal, belum lagi Lukman sekarang udah SMK, dia juga lagi ngerengek minta di beliin motor gede, ayo kamu coba ngomong sama majikan kamu, cuma 25 juta masa g
Saat adik-adikku suksesPart 6"Tunggu, tunggu. Kita tidak bisa menggeledah rumah orang begitu saja, lebih baik bicarakan saja baik-baik!" ucap Pak RT."Gak bisa Pak RT, langsung saja cari uangnya!" Mala tidak setuju dengan apa yang di katakan Pak RT."Kita tidak boleh main hakim sendiri, Nurma apa kami boleh masuk?" tanya Pak RT pada Nurma selaku pemilik rumah."Nurma apa benar kamu mencuri uang Ibu kamu?" tanya Pak RT saat mereka sudah duduk bersama untuk bermusyawarah."Nurma bukan mencuri Pak RT, Nurma hanya mengambil hak Nurma sendiri, tanah yang di jual itu murni hasil kerja keras Nurma selama di luar negeri, jadi Nurma juga berhak atas uang hasil penjualan tanah tersebut," Jawab Nurma tegas."Tapi kan itu tanah atas nama Ibu, jadi yang lebih berhak itu Ibu," Mala tidak mau kalah dengan pendapat kakaknya itu."Meskipun atas nama Ibu, tapi tanah itu tidak akan bisa di miliki jika bukan karena hasil kerja kerasku.""Sepertinya ini hanya kesalahan pahaman saja, sebaiknya selesaikan
Saat adik-adikku suksesPart 7"Kang, dengar penjelasan Neng dulu!""Penjelasan apa Neng? Neng jangan bilang karena nafkah yang Neng terima kurang membuat Neng nekat seperti ini?""Kang, ayo masuk dulu! biar Neng jelasin, Tedi ayo masuk Nak, Mama mau jelasin semua!"Nurma meminta suami dan anaknya masuk ke dalam rumah. Setelah itu lalu ia jelaskan semuanya tentang apa yang terjadi sebenarnya"Oh, jadi seperti itu Neng? terus kenapa Neng gak cerita?""Neng sebenarnya udah ada niat buat cerita sama Akang, tapi gak tahu kenapa lupa terus.""Maafin Akang ya Neng, sudah suudzon." Hendi mengucap lembut pucuk kepala Nurma."Terus Tedi harus gimana Ma? kalau teman-teman ngejek Tedi lagi?""Tedi jawab aja, Mama Tedi bukan pencuri, Mama Tedi di fitnah, udah cukup, kalau mereka gak percaya itu terserah mereka.""Oh, iya Ma, iya, Tedi akan ngomong gitu kalau teman-teman ngejek lagi.""Tedi emang pintar," ucap Nurma.Malam hari di saat suami dan anaknya sedang terlelap, Nurma masih sibuk di dapur,
Saat adik-adikku suksesPart 8"Makanya Nurma jangan bikin dosa sama Ibu kamu sendiri, hidup kamu jadi makin susah kan? sampai jualan keliling gini," ucap Mbak Tuti saat Nurma lewat di depan rumahnya dan menawarkan dagangan yang ia bawa. Mbak Tuti merupakan sahabat karib Ibunya Nurma."Kenapa Mbak Tuti? Mbak Tuti mau jajan?" Nurma pura-pura tidak mendengar apa yang baru saja Tuti katakan."Idih, na jis jajan di anak tukang nyuri kayak kamu, modal dagangnya juga pasti pakai duit haram, uang hasil nyuri.""Kalau gitu mari Mbak Tuti."Mbak Tuti memang terkenal dengan lidahnya yang tajam dan ceplas ceplos, ia tidak bisa menyaring apa yang keluar dari mulutnya.Nurma memilih untuk tidak meladeni sahabat Ibunya itu, jika berurusan dengan Mbak Tuti masalah Nurma akan semakin runyam, apalagi Mbak Tuti salah satu orang yang paling dekat dengan Ibunya."Nurma, sini! jualan apa kamu?" Anis berteriak memanggil Nurma, Anis merupakan teman sebayanya Nurma, dulu saat sekolah mereka pun satu kelas."N
Saat adik-adikku suksesPart 9Nurma tidak habis pikir mengapa ada orang setega itu memfitnah dirinya, orang itu ialah Mbak Tuti yang tidak lain adalah sahabat ibunya sendiri, entah apa tujuan Mbak Tuti sampai berbuat demikian, mungkin ini ada kaitannya dengan kurang harmonisnya hubungan Nurma dengan sang Ibu. padahal Nurma sendiri tidak pernah memiliki masalah apapun dengan Mbak Tuti.Nurma tahu sebagai sahabat pasti ikut kesal jika sahabatnya memiliki masalah dengan orang lain, apalagi masalahnya dengan anak kandung sendiri, tapi tidak seharusnya Mbak Tuti melakukan hal sekeji ini sampai memutus rezeki Nurma dari berjualan.Hari ini uang yang Nurma peroleh dari berdagang hanya sebesar 30 ribu rupiah, jangankan untung untuk menutupi modal saja tidak bisa. Tapi Nurma tetap bersyukur, beruntung ada Anis yang lebih percaya pada dirinya dan tetap mau membeli dagangannya.Karena dagangan masih tersisa begitu banyak, Nurma memutuskan untuk membawanya ke rumah Nenek Hindun, seorang lansia
Saat adik-adikku suksesPart 10"Neng, istighfar Neng, sadar gak ngomong apa?""Neng sadar Kang, Neng cape hidup di hina terus kayak gini.""Maaf kalau Akang egois, tapi sampai kapanpun Akang tidak akan mengizinkan Eneng menjadi TKW lagi, Akang tidak akan membiarkan kita bertukar peran."Nurma hanya menangis mendengar jawaban suaminya."Neng itu tulang rusuk, tugas Neng itu di rumah jaga dan rawat Tedi, urusan nafkah dan mencari uang biar jadi urusan Akang.""Pokoknya mulai dari sekarang Akang janji akan berusaha lebih giat lagi dalam bekerja, Neng jangan protes kalau Akang jarang pulang karena hari libur akan Akang gunain buat nyari uang tambahan.""Kang, Neng minta maaf ya udah ngomong yang enggak-enggak.""Iya, tapi tolong ya Akang gak mau dengar Neng ngomong kayak gitu lagi, percaya sama Akang, Akang bakal terus berusaha bahagiain kalian."***Setelah kejadian kemarin, Nurma memutuskan untuk berhenti berjualan, karena namanya sudah jelek di mata orang-orang satu kampung, mereka s