Share

BAB 3: Rumah Baru

Olivia duduk di kursi rodanya keluar dari bandara, seorang pria berpakaian serba hitam mendorongnya dan mengantar Olivia masuk ke dalam mobil.

Pelukan Olivia pada Leary menguat, wanita itu tertunduk menatap lekat puterinya dengan nanar, mengusap wajah mungilnya dengan tangan gemetar. Olivia menutupi tubuh kecil Leary dengan jaketnya agar tidak banyak orang melihat wajah puterinya.

Mobil yang ditumpangi Olivia bergerak pergi meninggalkan bandara.

 Sepanjang jalan Olivia memperhatikan setiap bangunan yang dilewatinya dengan tatapan sendu menyimpan luka.

London, tempat ini menyimpan banyak kenangan.

Di sini, Olivia sempat merasakan arti dicintai, diperlakukan begitu baik, di sini juga Olivia merasakan artinya sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitan, dan semua yang pernah Olivia rasakan itu tidak terlepas dari sosok suaminya, Darrel McCwin.

Pria itu berhasil membuat Olivia memutuskan untuk menikah dengannya dan belajar menjadi seorang isteri juga ibu yang sempurna untuk keluarganya. Bahkan setelah menikah, Olivia mencoba untuk berhenti bekerja agar bisa mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya yang berharga.

Rumah tangga mereka begitu sempurna, sayangnya tidak berlangsung lama karena harus dihancurkan oleh pihak ketiga.

Setelah Olivia memutuskan pergi meninggalkan London dalam keadaan hamil, terkadang, di satu moment, Olivia masih sering menangis penuh penyesalan.

Olivia sangat menyesal karena sudah menikah dengan lelaki yang salah. Lelaki itu tidak pernah mengkhiantinya, dia sangat mencintai Olivia, tapi ternyata cinta saja tidak cukup untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Darrel terlalu lemah dan egois, dia hanya mencintai Olivia saja, tidak dengan anak-anak mereka.

Jauh Olivia melewatkan perjalanan, akhirnya kini dia meninggalkan kota London karena tujuannya adalah sebuah desa yang jauh dari jangkauan keramaian.

Mobil yang ditumpangi Olivia memasuki jalanan kecil yang sering dilewati delman dan kendaraan pengangkut.

Guncangan kuat kendaraan yang melewati jalanan berbatu membuat Leary terbangun dan samar melihat ke sekitar, tangan kecilnya bergerak mengusap dan mengusap wajah Olivia, begitu dia sadar ibunya yang tengah memeluknya, Leary kembali tidur dengan nyenyak.

Pelukan Olivia mengerat, wanita itu membungkuk, mengecup puncak kepala Leary beberapa kali dan menyembunyikan kesedihan di matanya. Olivia harus tetap kuat dan tegar di hadapan puterinya.

***

Kedatangan Olivia dan Leary disambut oleh seorang wanita cantik berpakaian modis, wanita itu berdiri di pinggiran jalan tengah menunggu, di belakang wanita itu terdapat dua pria asing yang berpakaian seadanya dan terlihat seperti penduduk asli di sana.

Mobil yang mengantar berhenti, seseorang membantu mengeluarkan beberapa koper dan meletakannya di depan wanita asing yang tengah menunggu itu.

Sekelompok orang yang semula mengikuti perlahan pergi begitu mobil yang mengantar Olivia juga pergi.

Willis meminta dua pria asing di belakangnya membantu membawakan koper-koper dan tas yang dibawa Olivia menuju rumah barunya.

“Kau tidak bisa menggunakan kursi roda di jalanan seperti ini,” kata Willis, menunjuk jalanan berbatu.

“Aku tahu,” jawab Olivia singkat.

“Biar aku gendong puterimu,” tawar Willis.

“Tidak perlu Willis, aku masih cukup kuat,” tolak Olivia dengan senyuman.

Olivia berjalan dengan tongkatnya, tanpa menunjukan rasa lelahnya wanita itu memeluk erat Leary yang kini masih tertidur lelap dalam gendongannya, dia tidak membiarkan siapapun menyentuh Leary sejak keluar dari apartement di Skotlandia.

Olivia dan Willis pergi cukup jauh dari jalan raya, pergi melewati jalanan setapak dan beberapa hamparan perkebunan, baru bisa sampai ke sebuah pemukiman desa kecil yang berada di sebrang sungai.

Di desa itu terdapat beberapa kelompok rumah yang berjauhan, namun jumlahnya tidak banyak, para pemiliknya pergi sibuk bekerja di kebun dan di pasar.

Di antara beberapa rumah yang ada, Willis membawa Olivia pergi menuju rumah paling belakang dengan halaman kecil dan kebun di belakangnya. Rumah itu terletak lebih jauh dari rumah-rumah lainnya.

Rumah yang Willis tunjukan cukup kecil, sederhana, berdinding batu, dan memiliki banyak jendela sebagai pentilasi. Ketika masuk ke dalam, keadaannya jauh dari apa yang diharapkan karena lantai ubin dan tidak memiliki perabotan yang cukup.

Rumah itu memiliki dua kamar dengan ranjang tua dan kasur yang sedikit keras, dapur kecil dengan tungku kayu perapian sebagai penghangat di musim dingin. Beruntungnya sudah ada telepon dan listrik, meski kondisi kamar mandinya berantakan dan harus dipompa untuk mengambil air karena untuk menghemat daya listrik.

Olivia terlihat cukup kecewa karena rumah yang dibelinya  tidak cukup nyaman untuk Leary, namun bila di ingat lagi, dia hanya memiliki beberapa ratus pousterling saja ketika menyerahkan uang kepada Willis.

Ada banyak hal yang harus Olivia perbaiki dengan rumahnya, terutama keamanan pintu dan jendela.

Selesai membaringkan Leary di kamar, Olivia pergi menemui Willis yang duduk di kursi rotan.

To Be Continued..

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status