Share

06. Kesepakatan

“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.

“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi  di dalam kereta dorong itu.”

“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”

“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi  di area  itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.

“Kenapa kamu membawa  bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.

“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.

“Mas, bagaimana ini, kita harus segera lapor polisi, anakku sudah hilang dari kemarin dan ini tidak bisa dibiarkan, ayuk Mas,” ajak Salsa menggeret suaminya  untuk pergi ke kantor polisi.

“Tenang Sayang, aku akan melaporkannya dan sekarang kamu minum dulu ya, biar kamu tenang.” Sadam memberikan segelas air putih untuk Salsa, dia pun menerimanya dan meminim air itu.

Bu Citra dengan wajah sedih pun berusaha membubarkan para warga yang menghadiri acara itu, agar tidak terlalu berkerumun di dalam rumahnya dan membagikan makanan kepada semua tetangga agar mereka segera pulang dan rencana itu berhasil.

Salsa yang telah meminum air di dalam gelas itu mulai merasa kantuk, kedua matanya terasa berat untuk di buka dan brukk ... diapun tertidur.

“Apa mereka sudah pulang semua, Bu?” tanya Desi segera berubah setelah Salsa terlihat pingsan.

“Sudah nggak ada warga, dan Ibu sudah tutup semua pintu dan jendela, dan dengan alasan kalau Salsa harus menenangkan diri dulu,” jawab Bu Citra tersenyum puas.

“Dan bagian persenku ada kan Mbak?” tanya Sadam seketika.

“Ada dan kamu tenang saja begitu uangnya masuk, Mbak akan kasih kamu limu puluh juta dan ibu juga lima puluh juta,” jawab Desi semringah.

“Loh kok bagianku sedikit Mbak? Nggak mau aku, minta lebih,” protesnya.

“Hei Sadam, masih untung kamu dapat segitu, jangan banyak protes aku ini butuh duit untuk mengembangkan bisnisku,” bela Dirga dengan sedikit emosi.

“Dan Mas juga perlu tahu kalau anak yang kamu jual adalah anakku, dan kamu tidak lupa kan soal itu?” Kini Dirga yang kembali diam karena memang kenyataan kalau anak yang mereka jual adalah bayi Salsa yang sengaja di jual oleh mereka.

“Oke, sekarang kamu minta berapa?” Desi mencoba menengahi perdebatan antara adik dan suaminya itu.

“Aku minta dua ratus lima puluh juta, Ibu lima puluh juta  dan itu sepadan kan, lagian kalian masih ada tujuh ratus juta, bagaimana, kalian setuju kan? Kalau tidak segera kembalikan bayi itu.” Ancam Sadam yang tak main-main dengan mereka.

“Ayolah Sadam, mungkin mereka sudah pergi membawa bayi itu entah ke mana dan kamu pun tidak bisa melacaknya dan apa buktinya kalau aku dan Desi yang menjual bayi kamu?” ejeknya dengan tersenyum sinis.

“Mas Dirga, mungkin kamu sudah lupa dengan pepatah mengatakan sedia payung sebelum hujan, dan itu sudah aku lakukan, kamu pikir aku ini anak kemarin sore apa, atau kamu menganggap aku sebodoh istriku, ya enggak lah, sebentar akan aku tunjukkan sama kalian,” jawab Sadam kini dia yang sekarang tersenyum sinis.

Sadam lalu mengambil ponselnya dari dalam saku celana dan memutar sebuah rekaman suara mereka saat merembuk untuk membicarakan masalah ini.

“Bagaimana sudah jelas kan, jika aku tidak mendapatkan uang seperti yang aku minta terpaksa aku memberikan bukti ini ke kantor polisi dan kita berempat akan masuk penjara.”

Dirga lalu merebut ponsel milik Sadam dan membantingnya hingga benda pipih itu hancur tidak berbentuk lagi.

Sadam hanya melihat bukti itu hancur dengan sedih sedangkan Dirga tertawa karena merasa sudah menghilangkan barang bukti itu.

“Sudah lihat kan, apa yang akan aku lakukan jika tidak menuruti semua perkataanku?”

“Hahaha ...kamu memang sudah menghancurkan ponselku dan kamu harus menggantinya, tetapi apa aku sebodoh itu Mas Dirga, wahai kakak iparku tersayang?”

“Aku sudah mengcopynya menjadi ratusan dan bisa saja aku sebar kepada tetangga, atau  Pak RT, atau lebih baik langsung ke kantor polisi saja, bagaimana?” ancam Sadam kembali membuat Desi dan Dirga berpikir dua kali.

“Sudah turuti saja toh, kalian ini keluarga dan kita sudah terlanjur membuat masalah,  jangan sampai ada pertikaian darah karena akan menyeret kita semua, dan Ibu nggak mau  ikut-ikutan masuk dalam penjara hanya masalah ini mau taruh di mana wajah Ibu nanti, malu.”

“Dirga, Desi turuti saja apa yang diminta oleh Sadam, dia benar anak yang kalian jual adalah anak Sadam, wajar saja dia meminta uangnya itu pun hanya dua puluh lima persen dari kalian dapatkan, iya nggak sih?”

“Jangan berdebat lagi, sekarang katakan apakah orang itu sudah mentransfer uangnya ke rekening kamu?” tanya Bu Citra menatap Dirga yang terlihat masih sedikit kesal. 

“Sudah Bu, sebelum datang ke sini Rere sudah mentransfer uangnya ke rekening Desi,” jawabnya dengan bahagia.

Sadam lalu mengirimkan pesan singkat nomor rekeningnya kepada Desi.

Tit! Tit! Tit, suara ponsel dari Desi terdengar sebagai tanda ada pesan singkat untuknya. Desi membuka pesan itu yang ternyata dari Sadam.

“Mbak, sekarang transfer ke rekening itu,” ucapnya seketika membuat wajah Desi sedikit cemberut. Mau tak mau akhirnya Desi menuruti permintaan adiknya untuk mentransfer sejumlah uang yang diminta dan kepada ibunya lima puluh juta.

“Nah, begini kan enak, nggak usah berdebat, lagian kalian sudah untung dapat uang segitu, sekarang kalian pulang saja, biar  aku yang  tangani Salsa,” ucapnya dengan wajah semringah setelah melihat nilai angka nominal terpampang jelas di depan matanya.

“Baiklah kalau begitu, aku kan juga harus akting bersedih karena sudah lalai menjaga si kecil, Ayuk Mas kita pulang, aku mau menginap di hotel mewah dulu  untuk menenangkan hati dan pikiran aku, bagaimana?”

“Oke Sayang.” Dirga memegang tangan istrinya  dengan mesra.

“Ibu, Sadam kami pergi dulu, Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam,” sahut mereka serentak.

Desi dan Dirga akhirnya pulang ke rumah, mereka pun bersiap-siap untuk pergi untuk berpesta pora  dari  uang hasil  menjual bayi  Salsa.

Sadam masuk kembali ke kamar dan diikuti oleh Bu Citra  untuk  melihat kondisi Salsa dari jauh yang masih tertidur. Dia lalu mendekati ranjangnya dan duduk di samping  sambil menatap lekat wajah istri yang cantik, membelai lembut pipinya, menjauhkan anak rambut  dari keningnya.

Maafkan aku Salsa, sungguh bukan maksudku untuk melakukan semua ini, aku hanya ingin kamu bahagia dan aku berjanji setelah ini kamu akan tetap tersenyum, lupakan bayi itu kita bisa memiliki anak lagi, kamu jangan sedih lagi ya,” ucapnya tanpa rasa malu.

Sadam lalu mencium kening istrinya  dengan lembut.

“Kamu benar Sadam, kamu memberikan Ibu ide yang brilian, bagaimana cara mendapatkan uang dengan mudah,” ucap Bu Citra dengan pemikiran yang sudah ada dalam  kepalanya.

“Apa maksud  Ibu?” tanya Sadam bingung dan penasaran.

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status