Share

BAB 7

Author: L. Kirana
last update Last Updated: 2024-09-07 20:36:20

Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?

“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.

“Tidak!”

Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.

Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. 

Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.

Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempuan yang luar biasa membakar bara di dadanya. Durga yakin mereka pasti selamat jika saja ibunya tidak berkata, “Durga, tinggalkan ibu dan bawa adik pergi!”

Durga menggeleng keras. Dengan marah dia berkata, “Tidak. Ibu tidak boleh tinggal.”

Sekali lagi ibunya membujuk, “Dengarkan ibu, bawa adik pergi. Ibu bisa menyelamatkan diri sendiri. Sebaliknya kamu–”

Ibu menelan ludah. Mengabaikan perih yang membakar tungkai kanannya, ternyata berlari dengan satu kaki terlalu sulit. Medan yang berbatu ditambah kabut yang membuat mata yang sehat sekalipun tidak ada gunanya. “–kamu menyulitkan ibu.”

Telinga Durga berdenging. Omong kosong. Mengapa orang dewasa selalu merasa anak-anak bodoh? Tidakkah mereka tahu bahwa mengatakan omongan tidak masuk akal kepala anak-anak adalah tindakan yang luar biasa bodoh? Apakah mereka pikir anak-anak tidak punya otak?

Durga luar biasa marah. Dia telah menahan tangisnya dan dia harus menelan amarahnya juga. Durga tidak mengatakan apapun. Sebaliknya, energi kemarahan ini membawa langkah mereka lebih cepat.

Tidak peduli apakah itu batu yang membuatnya atau ibunya hampir tersandung atau lumpur hisap yang menjerat kakinya, Durga bisa menahan dan mempertahankan kecepatan langkahnya seolah-olah rintangan ini tidak pernah ada.

Pada malam ini, Durga menemukan kepribadiannya yang lain. Dia adalah gadis yang kuat dan pemberani. Semangat di hatinya meletup-letup. Tetapi sekali lagi ibu berkata dengan suara yang lebih lemah, “Durga, tinggalkan Ibu. Ibu–dengan satu kaki ini hanya akan menyulitkan kamu. Dari kita bertiga, Ibu berharap setidaknya kamu dan adik selamat.”

Perkataan ini seperti angin meniup bara di hatinya tanpa ampun. Hati Durga menjadi lemah, air mata hampir merembes dari matanya yang bulat. Seolah-olah takut ketahuan, Durga menggigit bibirnya kuat-kuat.

Durga tidak peduli. Dengan sekuat hatinya, dia mencoba mengabaikan perkataan penuh putus asa itu. Akan tetapi tubuhnya tidak bisa. Energi yang besar itu tiba-tiba lenyap entah ke mana.

Tiba-tiba Durga merasakan beban yang ditanggung kedua lengannya yang tipis menjadi sangat besar. Rasa takut merayap di hatinya. Jantungnya berdebar lebih keras. Ke mana perginya gadis yang kuat dan pemberani ini?

Tetapi waktu menjadi semakin sempit. Tanpa peringatan, Durga merasakan tubuhnya didorong dengan keras oleh sepasang tangan yang ringkih. Secara alamiah, dia berteriak keras dan dekapannya lebih erat. 

Itu adalah waktu ketika dia berpisah dengan ibunya. Dia berusaha naik dan merangkak seperti anjing. Tetapi apa yang dia temukan?

Dia hanya menemukan pakaian ibunya, tulang belulang dengan darah yang tersisa di seluruh bagian, dan singa yang berjalan menjauh ketika sampai di atas.

Malam itu menjadi mimpi buruknya. Dia selalu terbangun di malam hari dengan keringat sebesar biji jagung sambil berteriak atau menangis.

Sekarang ketika harus kembali berurusan dengan kejadian lama itu, dia merasa marah dan ingin menangis. Tenggorokannya terasa pahit hingga terasa asam. Dia menahan air mata yang hampir luruh.

Tangannya mengepal dengan erat hingga bergetar.

Jika…jika memang permaisuri berhubungan dengan urusan ini, dia pasti melakukannya untuk melenyapkan Durga yang dia pikir sudah mati. Dia ketakutan ketika Putri Wulan menyadari bahwa Durga masih hidup. Dia takut jika Durga tiba-tiba kembali dan membongkar seluruh rahasianya.

Pada akhirnya, air matanya luruh. Durga menahan isakannya. Dia tidak akan memaafkannya. Dia akan membuat wanita itu merasakan hal yang serupa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 12

    Rajendra mengurut dahinya ketika membaca sepucuk surat yang datang bersama merpati pos.Suasana hatinya tampak buruk, jadi tangan kanannya yang setia, Bayu tidak berani mendekat. Tetapi Rajendra justru memanggilnya, “Pergi ke Rumah Bulan Biru dan bawa Durga kemari!”Satu perintah Rajendra selalu bersifat mutlak. Tetapi Bayu juga tidak bisa tidak terkejut. Dia tahu betul siapa itu Durga. Tuannya telah membuatnya terlibat dalam penyelidikan yang berhubungan dengan gadis itu.Siapa sangka dia malah ada di rumah pelacuran sekarang? Tidak heran tuannya sangat murka.Dia langsung pergi ke rumah pelacuran saat itu juga dan membawa Durga pergi ke rumah tuannya.Ketika mereka tiba, Durga langsung mengambi

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 11

    “Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 10

    Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 9

    Tuan Araratyan?Durga tercenung. Perasaannya saat ini agak kacau. Rasanya seperti menghilangkan barang bukti dengan tangannya sendiri meskipun sebenarnya dia tidak melakukan itu.Dia mengernyit ketika menyadari sesuatu. Langkah yang diambil permaisuri terlalu beresiko. Selalu ada beberapa kemungkinan dalam setiap keputusan yang diambil. Dari tindakannya, sepertinya permaisuri ingin melenyapkan semua saksi yang dapat berbicara dalam satu rencana. Tetapi sepertinya dia tidak cukup teliti untuk menyadari bahwa ada tokoh lain bernama Rajendra di sini.“Seseorang memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Araratyan dan putri pada malam perjamuan. Keduanya pamit dalam sebelum perjamuan selesai. Ketika pelayan bangun untuk membangunkn putri di pagi hari, mereka berdua ada di sana,” Bhisma menggigit bibirnya, “Di bawah selimut, tanpa pakaian.”Durga berdecak pelan. Ini cerita klise.Perbedaannya, tidak ada yang berakhir bahagia sekarang. Semua tokoh mati dengan mengerikan dan tidak ada yang bisa

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 8

    Durga sedang tidur setelah menangis diam-diam hingga matanya bengkak ketika suara jeruji yang digoyang dengan tidak sabar membangunkannya. Kepalanya luar biasa pusing dan dia linglung seperti orang dungu. Sepertinya terlalu lama berada di penjara membuat kebiasaannya sebagai pemimpin bayangan yang waspada dan disiplin semakin terkikis.“Bangun dan dengarkan!”Ketika dia mengangkat wajahnya, dia menemukan kepala penjara ada di sana. Jarang-jarang dia menemukan pria berkumis tebal itu mengunjungi sel seseorang secara langsung. Kecuali jika…“Persidangan akan dijadwalkan dalam tiga hari. Bersiaplah untuk nanti.”…jika memang ada hal-hal yang sangat penting untuk dikatakan.Kepala penjara langsung pergi sementara dia kehilangan rasa kantuknya secara mendadak. Dia bersandar dengan lengannya dan tiba-tiba teringat pada Rajendra.Orang itu…apa yang akan dia lakukan?Apakah dia benar-benar bisa mengeluarkannya dari penjara seperti yang dia katakan sebelumnya?Meskipun dia seorang jenderal te

  • Kembalinya Putri Yang Telah Mati   BAB 7

    Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.“Tidak!”Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status