"Di mana lagi aku bisa menemukan istri yang meracuni suaminya di malam pernikahan?" Ketika satu kalimat ini terucap dari bibir Rajendra, Durga gemetar luar biasa. Seperti ucapan laki-laki itu, di mana lagi ada istri yang meracuni suaminya di malam pernikahan? Tentu saja dia satu-satunya! Dan...bagaimana bisa seseorang yang seharusnya mati tiba-tiba menawarkan kerja sama yang menggiurkan di depan matanya? Itu tidak mungkin kan? Tetapi tawaran ini sungguh menggiurkan. Durga jadi tergoda untuk bertanya, "Kesepakatan apa yang ingin kamu tawarkan?" Rajendra tersenyum dingin. "Aku akan mengeluarkanmu dari penjara. Sebaliknya kamu harus masuk ke istana dan kembali sebagai seorang putri. Itu saja."
View MorePada periode pemerintahan Raja Askar di Grahana, pembunuhan terhadap sekelompok orang yang bertalian erat dengan keluarga kerajaan sebelumnya dilakukan secara besar-besaran untuk melindungi tahta raja. Semua bawahan dan pelayan sebelumnya juga ditangkap dan disiksa tanpa ampun.
Setelah berlangsung dua puluh empat tahun penuh ketakutan, akhirnya Raja Askar melepas semua kecurigaannya dan menarik perintah pemusnahan sisa anggota keluarga kerajaan sebelumnya. Bukan karena Raja Askar merasa tindakannya tidak diperlukan, melainkan karena orang-orang yang dianggap mengancam tahtanya sudah habis dibunuh.
Saat itu adalah malam hari di awal bulan kesembilan, angin bertiup dengan lembut dan masuk dari jendela yang terbuka. Durga baru saja menyiapkan dua cangkir kosong di atas meja. Dia mengenakan pakaian yang sangat tipis, jadi dia pergi menutup jendela kamarnya.
Ketika pintu kamar tiba-tiba dibuka, dia menemukan suami yang baru dinikahinya pagi tadi di sana. Dia baru saja mandi. Rambutnya yang gelap agak basah dan pakaiannya tidak terkancing sempurna membuat tubuhnya sedikit terekspos.
Dari penglihatan gadis normal manapun, Rajendra luar biasa tampan. Durga adalah gadis yang normal. Dia merasa agak gugup.
“Rajendra,” panggilnya lembut.
Mata gelap Rajendra memandangnya dengan lembut dan dia berkata, “Maaf menunggu terlalu lama,” Rajendra meraih tubuh Durga, “Mari tidur.”
Durga merasa gugup. Apa yang dimaksud suaminya bukan tidur dalam artian yang sebenarnya, Durga mengerti.
Mereka baru saja menikah dan seharusnya malam ini adalah malam pertama mereka.
Durga mencengkeram tangan Rajendra dengan lembut, “Apakah kamu tidak ingin minum teh? Kamu baru saja kembali dan langsung mandi. Kamu bahkan belum makan atau minum.”
Rajendra memandang Durga agak lama sebelum dia berkata, “Baiklah. Mari minum teh dulu.”
Durga segera menuang teh ke dalam cangkir kosong. Pertama untuknya, lalu untuk suaminya. Durga segera menghabiskan tehnya dalam sekali minum. Tetapi ketika dia selesai, Rajendra belum menyentuh tehnya dan hanya memandang dirinya.
“Ada apa? Kenapa kamu belum minum? Apakah kamu tidak suka teh?”
“Tidak. Aku suka.”
Durga merasa heran. Jika dia suka, kenapa dia tidak minum tehnya?
Rajendra menarik sudut bibirnya, “Hanya saja…”
Durga memandangnya lamat-lamat. Dia menunggu jawaban pria itu dengan penasaran.
“Hanya saja apa?” Dia tidak sabar.
Tetapi yang diperolehnya bukan jawaban. Rajendra mencondongkan tubuhnya melewati meja dengan tubuhnya yang tinggi. Dalam satu gerakan, dia sudah memeluk Durga.
“Aku ingin meminumnya dengan cara yang berbeda.” Rajendra berbisik di telinganya.
Durga terkejut. Dia menahan pekikan ketika merasakan sapuan lembut di lehernya. Tangannya terkepal hingga buku-buku jarinya memutih.
Durga menahan dirinya untuk menarik kepala pria itu dari sana. Tetapi keinginan itu langsung hilang ketika dia merasakan kepala Rajendra jatuh ke bahunya bersamaan dengan bunyi ‘prang’ dari cangkir tanah liat yang pecah.
Durga menepuk punggung Rajendra berkali-kali, tetapi Rajendra bahkan tidak bergeming. Kemudian dia melirik cangkir yang pecah. Tidak basah. Rajendra telah menghabiskan tehnya.
Apakah berarti racunnya sudah mulai bekerja?
Durga menarik kepala Rajendra dan menyandarkannya di atas meja. Rajendra terpejam dan terlihat damai. Tetapi dari sudut bibirnya ada aliran darah pekat yang perlahan menetes ke bajunya.
Durga mengecek napasnya. Tidak ada. Seharusnya benar bahwa Rajendra sudah mati. Tetapi Durga selalu berhati-hati.
Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh dada Rajendra. Tepat ketika dia hampir menempelkan tangannya, di luar seseorang berteriak dengan tidak sabar.
“Jenderal! Jenderal! Ada penyusup!”
Durga menarik tangannya dan buru-buru melarikan diri.
Sekarang ketika mengingat kembali kejadian lima tahun lalu, Durga jadi mengutuk dirinya sendiri. Kenapa dia tidak menusuk Rajendra dan hanya memercayakan niat jahatnya pada satu racun yang dioles ke gelas?
“Lama tidak bertemu.”
Seseorang bersandar di pintu dengan seringai tipis di wajahnya. Dia mengejek, “Lima tahun berlalu, kemana perginya pemimpin bayangan yang percaya diri?”
Orang ini mendecakkan lidah, “Pembunuh, tidakkah kamu tahu betapa menyedihkannya kamu saat ini?”
Durga gemetar.
Suami yang dibunuhnya pada malam pernikahan sekarang berdiri di depannya yang sedang duduk dengan tangan dirantai besi.
Rajendra mengurut dahinya ketika membaca sepucuk surat yang datang bersama merpati pos.Suasana hatinya tampak buruk, jadi tangan kanannya yang setia, Bayu tidak berani mendekat. Tetapi Rajendra justru memanggilnya, “Pergi ke Rumah Bulan Biru dan bawa Durga kemari!”Satu perintah Rajendra selalu bersifat mutlak. Tetapi Bayu juga tidak bisa tidak terkejut. Dia tahu betul siapa itu Durga. Tuannya telah membuatnya terlibat dalam penyelidikan yang berhubungan dengan gadis itu.Siapa sangka dia malah ada di rumah pelacuran sekarang? Tidak heran tuannya sangat murka.Dia langsung pergi ke rumah pelacuran saat itu juga dan membawa Durga pergi ke rumah tuannya.Ketika mereka tiba, Durga langsung mengambi
“Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali
Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Tuan Araratyan?Durga tercenung. Perasaannya saat ini agak kacau. Rasanya seperti menghilangkan barang bukti dengan tangannya sendiri meskipun sebenarnya dia tidak melakukan itu.Dia mengernyit ketika menyadari sesuatu. Langkah yang diambil permaisuri terlalu beresiko. Selalu ada beberapa kemungkinan dalam setiap keputusan yang diambil. Dari tindakannya, sepertinya permaisuri ingin melenyapkan semua saksi yang dapat berbicara dalam satu rencana. Tetapi sepertinya dia tidak cukup teliti untuk menyadari bahwa ada tokoh lain bernama Rajendra di sini.“Seseorang memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Araratyan dan putri pada malam perjamuan. Keduanya pamit dalam sebelum perjamuan selesai. Ketika pelayan bangun untuk membangunkn putri di pagi hari, mereka berdua ada di sana,” Bhisma menggigit bibirnya, “Di bawah selimut, tanpa pakaian.”Durga berdecak pelan. Ini cerita klise.Perbedaannya, tidak ada yang berakhir bahagia sekarang. Semua tokoh mati dengan mengerikan dan tidak ada yang bisa
Durga sedang tidur setelah menangis diam-diam hingga matanya bengkak ketika suara jeruji yang digoyang dengan tidak sabar membangunkannya. Kepalanya luar biasa pusing dan dia linglung seperti orang dungu. Sepertinya terlalu lama berada di penjara membuat kebiasaannya sebagai pemimpin bayangan yang waspada dan disiplin semakin terkikis.“Bangun dan dengarkan!”Ketika dia mengangkat wajahnya, dia menemukan kepala penjara ada di sana. Jarang-jarang dia menemukan pria berkumis tebal itu mengunjungi sel seseorang secara langsung. Kecuali jika…“Persidangan akan dijadwalkan dalam tiga hari. Bersiaplah untuk nanti.”…jika memang ada hal-hal yang sangat penting untuk dikatakan.Kepala penjara langsung pergi sementara dia kehilangan rasa kantuknya secara mendadak. Dia bersandar dengan lengannya dan tiba-tiba teringat pada Rajendra.Orang itu…apa yang akan dia lakukan?Apakah dia benar-benar bisa mengeluarkannya dari penjara seperti yang dia katakan sebelumnya?Meskipun dia seorang jenderal te
Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.“Tidak!”Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments