Mag-log inTertangkapnya Eduardo telah sampai ke telinga Benigno. Benigno murka besar, dia menyerang semua anak buahnya dengan pukulan dan tendangan. Anak buah Benigno hanya dia menerima pukulan dan tendangan dari bos besar mafia penguasa Ciruz. Susah payah Benigno mengatur transaksi itu, akan tetapi transaksi gagal total dan diketahui oleh polisi.
"Sial. Kenapa bisa tertangkap. Eduardo benar-benar bodoh," umpat Benigno. Benigno berdiri di depan jendela dan menatap ke luar. Di luar sana air berjatuhan, walaupun tidak deras tapi membuat hati jadi galau, terutama Benigno yang saat itu hatinya campur aduk jadi satu. Rasa waswas akan Eduardo membuatnya tidak tenang. Kekhawatiran yang dia rasakan membuat kepalanya terasa sakit. Benigno takut jika Eduardo buka suara dan hancurlah semuanya. Di sela-sela kebimbangan hati, datanglah Scott. Scott adalah tangan kanan Benigno yang ditugaskan memantau transaksi narkoba. Sedangkan Scott tidak ingin melakukannya sendiri, lantas dia memerintahkan Eduardo. Namun, transaksi gagal dan Eduardo tertangkap. Benigno memanggil Scott dan menyalahkan Scott karena salah memilih orang untuk melakukan transaksi. "Bodoh. Kenapa kau bisa mengirim si gendut untuk bertransaksi? Anak buah mu kan banyak. Kau bisa mengirim yang lainnya," ujar Benigno sambil melempar kotak tisu yang ada di meja ke muka Scott. Scott hanya diam walaupun hatinya tidak terima diperlakukan seperti itu. Scott hanya bisa menunduk saat Bos Besar Benigno marah. Benigno bahkan sempat memukul Scott hingga darah keluar dari mulut Scott. Scott harus bisa menahan amarahnya, bagaimana pun juga Benigno adalah bos besar dari segala gangster. Scott tidak bisa membalasnya, jika dia membalas maka taruhannya adalah nyawanya sendiri. "Mana tanggung jawab mu, hah?! Kau ku pilih untuk menangani transaksi jual beli narkoba, tapi kali ini justru gagal total. Kau tahu, aku bisa rugi banyak dengan kejadian ini." Benigno menatap Scott. "Scott, tatap mataku sekarang. Kenapa kau selalu menunduk kepalamu?" lanjut Benigno meninggikan suaranya. "Saya minta maaf atas hal ini. Saya akan mencari dan menemukan siapa orang yang telah mencuri barang itu," tegas Scott. "Baiklah. Aku memberimu waktu sepuluh hari, jika kau gagal, maka nyawamu yang akan menjadi taruhannya." Setelah selesai diceramahi oleh Benigno, Scott keluar dari ruangan dan melangkah masuk ke dalam lift sambil menarik dasi yang terpasang rapi di kemejanya. "Sial. Kenapa si tua itu marah-marah?" Scott menatap dirinya sendiri pada bayangan yang terpantul di pintu lift. "Tapi benar juga apa yang dikatakan si tua itu. Jika Eduardo sampai buka suara, hancur sudah kerja keras ku selama ini. Aku harus bisa menemukan si pelaku yang membawa kabur narkoba. Aku tidak ingin mati sia-sia." *** Seorang pria tampan dengan rambut gondrongnya yang tidak rapi dan sedikit teracak. Pada bagian depan poninya menutupi mata sebelah kanan hingga menutupi bekas luka di pipi kirinya. Dia melangkah di bawah rintikan hujan sambil menggigit tusuk gigi. Memakai jaket berwarna hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya. Saat itu hujan rintik-rintik. Pria itu berjalan menyusuri jalanan pasar yang lumayan ramai walaupun air menerjang membasahi semua yang ditemuinya. Banyak mata yang menatap takut pada sosok pria tampan tersebut. Shin Alex namanya, pria itu tidak banyak bicara. Jika ditanya oleh penjual, Alex hanya diam dan hanya menatapnya tajam. Hal itu membuat Alex terlihat angker dan membuat banyak orang takut padanya. Itulah kenapa Alex tidak punya banyak teman. Alex berhenti di depan sebuah mobil yang menjual daging sapi. Alex mendekat dan memilih daging yang ingin dia beli. Si penjual daging agak sedikit takut saat melihat tangan Alex serta tatapan mata tajamnya. "A-anda i-ingin mem-beli apa, tuan?" tanyanya pada Alex yang diam menatapnya tanpa ekspresi. Alex tidak menjawab dan hanya mengunakan bahasa isyarat. Alex menunjuk tenderloin dan mengacungkan jari telunjuknya. Si penjual sudah paham apa yang dimaksud oleh Alex, akan tetapi si penjual sanksi kepada Alex. "A-apa k-kau a-kan me-memba-yar-nya?" Si penjual memberanikan diri untuk bertanya. Saat mendengar itu Alex mengangkat kepalanya dan melirik pada penjual daging, lalu tangan kanannya masuk ke saku depan hoodie-nya. Melihat hal itu justru si penjual daging ketakutan. "Ti-tidak tuan. Sa-ya akan memberi daging i-ni gratis pa-da anda." Lagi ... dan lagi. Alex menatap tajam si penjual, lalu dia mengeluarkan tangannya dari saku dan mengangkat tangannya yang memegang uang. Alex menyerahkan uang itu pada si penjual daging dan si penjual daging langsung membungkus kan daging bagian tenderloin, bahkan si pembeli memberikan uang kembalian pada Alex. "Terimakasih." Alex segera berlalu dari tempat itu. Alex melangkah pulang dengan tatapan dari para tetangga yang terus menggosipkan dirinya sebagai seorang teroris. Sikap pendiam yang dimiliki Alex serta sorot mata yang tajam membuat Alex terlihat angker dan menakutkan. Alex berdiri di depan sebuah rusun yang bertuliskan 'Toko Gadai' di dekat jendela lantai dua. *** Danny begitu sangat kecewa dengan hasil sidik jari yang terdapat pada alat setrum kejut listrik itu. Tidak ada sidik jari lainnya selain sidik jari si cungkring yang sekarang satu sel dengan Eduardo. Parahnya lagi Eduardo harus dibebaskan tanpa syarat karena tidak cukup bukti untuk menjebloskannya ke dalam penjara lebih lama. Eduardo dan si cungkring hanya menginap semalam di penjara kepolisian kota Cirruz. Tentu saja hal itu menjadi kabar baik bagi Benigno dan kabar buruk untuk Kapten Danny yang menangani kasus narkoba. Dia akan lebih lama untuk menangkap Benigno dan antek-anteknya. Saat Eduardo dibawa keluar dari sel dengan posisi tangan diborgol. Eduardo mulai memprotes pelayanan polisi terhadap dirinya yang tidak bersalah. "Hei, lepaskan borgol ini. Kalian tidak berhak memperlakukanku seperti ini. Kalian tidak ada bukti kuat untuk menangkap ku jadi lepaskan benda besi yang melilit tanganku ini," titah Eduardo. Danny yang saat itu berdiri menyandar dinding sambil melipat kedua tangannya di dada serta mulutnya terus melakukan aktivitas mengunyah permen karet menatap Eduardo dan dua anak buahnya yang sedang mengawal Eduardo. Danny menarik napas panjang saat mendengarkan ucapan dari tambun yang sebentar lagi akan bebas. Eduardo menatap Danny dari jarak satu meter sambil tersenyum puas. "Hei ... apa kau tidak ingin melepaskan ini!?" Eduardo mengangkat kedua tangannya. Lantas Danny memberi isyarat pada anak buahnya untuk melepaskan borgol yang mengunci kedua tangannya. Setelah borgol terlepas, Eduardo tersenyum smirk menatap Danny. Pria tambun itu melangkah mendekati Danny dan menurunkan kepalanya. "Kau lihat kepala ini? Tentunya kau masih ingat kejadian malam itu di klub malam?" Eduardo mengangkat kepalanya dan kedua mata Eduardo serta Danny saling beradu pandang. "Dengarkan baik-baik, kau dan semua polisi tidak akan pernah bisa menangkap kamu," lanjut Eduardo lalu berlalu dari hadapan Danny. "Hei, gendut," panggil Danny. Panggilan itu membuat Eduardo menghentikan langkahnya dan membalikkan badan berhadapan dengan Danny. Kedua tangan Danny terangkat untuk merapikan kemeja Eduardo. "Sampaikan pesanku pada bos mu. Sampai ke ujung dunia pun aku akan mencari dan menangkapnya."Yura membaca kertas yang disodorkan oleh Ronald. Pria itu menyuruh Yura untuk membacanya dengan detail. Ronald tidak ingin ada kesalahpahaman atau hal yang buruk terjadi."Aku tidak ada maksud buruk denganmu atau mungkin kau berpikir aku akan mengubah isi surat itu setelah kau tanda tangani." Ronald meyakinkan Yura yang tampak masih ragu.Ada rasa takut saat Yura ingin menatap Ronald. Yura sangat tahu betul siapa Ronald. Ronald dan Benigno memang tidak jauh beda. Mereka berdua sama-sama berkecimpung di dunia hitam."Yura——namamu, bukan?" tanya Ronald dan dijawab anggukan kepala dari Yura. "Aku sudah tahu keadaanmu. Kau punya seorang anak yang masih butuh biaya banyak. Rumah yang masih mengontrak, tidak punya suami, dan terkadang susah untuk makan." Ronald menatap Yura dan Yura membalas tatapan Ronald. Yura mengangguk. Ronald mengembuskan napas dan menyandar ke head board. 'Jadi semua informasi yang dicari Pablo benar, lalu apa hubungan wanita ini dengan Peter? Apa mereka berdua sep
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 siang. Hanya ada sisa waktu satu jam tiga puluh menit. Padahal jarak tempuh dari apartemen Peter ke rumah Yura kurang lebih sekitar 45 menit. Belum lagi waktu yang ditempuh untuk sampai ke klub malam.Akhirnya Peter meminta pada Yura untuk datang ke apartemennya, jadi pria itu masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan diri.Beruntung Yura wanita penurut. Wanita itupun sanggup untuk datang ke apartemen Peter siang itu juga. Entah kenapa Yura begitu patuh dan nurut pada Peter atau karena Yura terlalu cinta pada Peter sehingga wanita itu rela melakukan apapun yang diperintahkan oleh Peter.Jawabannya ada pada si Author hehe ....Setelah mengiyakan panggilan dari Peter, Yura langsung mempersiapkan diri untuk segera menyusul ke apartemen Peter.Tidak butuh waktu lama Yura sampai di apartemen, karena untungnya siang itu tidak terlalu macet.Sesampainya di apartemen, Peter pun sudah siap dan dia pu
Jantung Brandon berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Apakah kesempatan dia hidup hanya sampai hari itu? Brandon berpikir jika Ronald akan akan membunuhnya. "Apa maumu?" tanya Brandon. "Mauku ... hmm, soal klub malamku yang kau porak porandakan itu." Diam menatap Brandon. "Ah, sud———" "Jadi kau ingin menuntutku?" potong Brandon. Ronald memalingkan wajahnya untuk menatap Brandon. Alis sebelah kiri terangkat. "Aku tidak akan menuntutmu, tapi aku akan menawarimu sebuah pekerjaan," balas Ronald. Kini giliran Brandon yang alisnya menukik tajam. Menatap tajam dengan tatapan seolah pria itu tengah mempermainkannya. Brandon tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. "Benar-benar aneh!" cicitnya. "Aku akan melepaskanmu jika kau menerima tawaran ku. Tentunya kau juga butuh uang untuk hidup. Sedangkan kau sudah tidak punya pekerjaan lagi," papar Ronald. Brandon kembali diam. Kepalanya menunduk. Dalam hatinya dia berkicau dan memaki. 'Persetan dengan gengsi. Aku
Brandon masih merasa asing dengan suara tersebut. Pria itu masih bertanya-tanya siapa dia? Bahkan tidak bisa dipungkiri jika hati Brandon juga tengah berdebar-debar. Ada rasa takut? Pastinya iya karena dia merasa jika dirinya sudah dikepung. Brandon terus menggerakkan kedua tangannya yang terikat dan sepertinya rasa perih sudah menjalar ke lengan atasnya.'Siap sekali aku ini, huh! Kenapa tali ini susah sekali untuk dibuka?' keluhnya dalam hati.Antara pasrah dan ikhlas jika memang hidupnya harus sampai di hari itu saja. Brandon tidak bisa berteriak dan dalam keadaan terikat. Tenaganya sudah terkuras habis hanya untuk berteriak dan bergerak berusaha melepaskan diri, akan tetapi nihil. Hal itu tidak mungkin terjadi.Brandon masih memasang telinganya dengan tajam. Pria itu masih penasaran di mana dia berada dan siapa mereka. Jika terbukti mereka adalah orang suruhan Alex, maka Brandon akan membuat perhitungan dengan pria itu."Tuan, kami sudah membawanya ke sini," ujar Pablo."Hm, jadi
Peter membawa Yura ke sebuah klub malam guna menawarkan sebuah pekerjaan. Sebenarnya bukan Peter yang menawarkan pekerjaan, tapi bos-nya Peter.Yura sendiri memang sedang membutuhkan pekerjaan karena bagaimana pun juga ketika wanita itu sedang nge-fly, dia butuh serbuk putih yang banyak. Maka dari itu tentunya dia pun butuh uang banyak.Wanita itu mengikuti saja kemauan kekasihnya. Peter pun tidak bisa terus menerus memberi Yura serbuk putih gratis, karena Peter pun mendapatkannya dengan uang juga alias membelinya."Kau yakin menyuruhku kerja di sini?" Yura menatap Peter."Terus kau ingin bagaimana? Tidak mungkin aku terus memberimu secara gratis," ucap Peter ketus.Memang sangat menyakitkan, tapi Yura pun paham akan hal itu. Wanita itu tidak mungkin harus terus bergantung pada Peter. Mengingat Yura punya rasa trauma pada sosok ayah dari Zea. Seorang pria brengsek yang tidak mau bertanggung jawab. Pria bodoh yang begitu saja menghilang bak ditelan bumi."Bagaimana?" Peter menyakinkan.
Zea melangkah naik ke atas sambil tersenyum. Senyum yang begitu bahagia dan lega ketika melihat seseorang yang baru saja sampai. "Paman pulang." Berlari menghampiri Alex. "Paman tahu kalau aku punya keyakinan paman akan pulang hari ini." Alex tidak menjawab Zea. Pria itu terus melangkah naik ke lantai dua diikuti oleh Zea. Alex menghentikan langkahnya saat melihat sesuatu. Ya, sebuah kantung berisi susu dan sandwich. Alis Alex berkerut saat mendapatkan bungkusan yang lainnya tergeletak di sudut dinding. Zea muncul dari belakang Alex dan kepalanya terangkat menatap pria itu. Kini tatapan Zea beralih ke bekas bungkus sampah botol susu dan plastik bungkus sandwich. "Maaf, paman." Zea menatap Alex dengan mimik wajah takut, lalu menundukkan kepalanya. "Aku tidak mencurinya. Aku hanya membantu memakannya agar tidak basi dan aku sudah meminta izin pada paman," lanjutnya menjelaskan. Alex menoleh menatap Zea. Bocah itu mundur satu langkah. Bahkan Zea mendengar embusan napas kasar dari







