Share

A4. Hilangnya Barang Bukti

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 22:25:42

Acara baku hantam di sebuah night club telah selesai dan polisi telah mengamankan Eduardo. Polisi pun telah menyisiri semua tempat yang ada di night club itu untuk mencari barang bukti, akan tetapi yang ada mereka hanya menemukan seorang yang tergeletak tidak sadarkan diri di ruang ganti.

"Sial. Kita kehilangan barang bukti," runtuk Danny.

"Lalu bagaimana, Pak?"

"Bawa alat penyetrum itu, siapa tahu ada sidik jari si pelaku," ujar Danny pada anak buahnya.

"Siap Pak!"

"Bawa dia sekalian." Danny menunjuk pria yang tergeletak tidak sadarkan diri itu. "Kita kembali ke markas sekarang."

Beberapa polisi mengangkat tubuh pria tersebut dan Eduardo juga di bawa ke kantor polisi untuk di interogasi lebih lanjut. Karena bagaimanapun juga antek-antek mereka sangat sulit untuk di tangkap.

Lalu di manakah barang buktinya?

✒✒✒

Sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan kecepatan rata-rata, membela jalanan ibukota. Tampak dua orang yang ada di dalam mobil itu tertawa keras.

"Kita berhasil membawanya." Han Yura tersenyum sumringah.

"Kau sangat pintar, sayang. Ini baru namanya wanita ku," ujar Peter tertawa dan membelai rambut wanita yang duduk di sampingnya.

Mobil melaju gelapnya malam, menembus dinginnya angin malam. Han Yura mengeluarkan sebagian tubuhnya dari pintu mobil depan. Wanita itu berteriak karena begitu sangat senang telah mendapatkan barang tersebut. Terlihat jelas di wajah wanita tersebut, terpancar kebahagiaan tersendiri.

Mobil berhenti di tepi jalan sebuah pemukiman.

"Apa kau akan singgah sebentar?" tanya Yura.

"Tentu saja aku akan singgah sebentar," jawab Peter.

Keduanya turun dari mobil, berjalan di sebuah trotoar kecil yang menuju ke rumah Yura dan masuklah mereka berdua di sebuah rumah kecil.

"Di mana Han Zea?" tanya Peter.

"Mungkin dia masih bermain di luar sana," jawab Yura asal. "Apa aku perlu pindah rumah? Yang pasti setelah ini akan banyak masalah yang muncul," imbuhnya dan menatap Peter.

"Hmm ... aku tahu. Setelah ini mungkin bahaya akan mengintai kita dan nyawa menjadi taruhannya." Peter membalas menatap Yura.

Yura terdiam sebentar, "Aku akan pindah sementara di tempat kakakku."

"Ide bagus." Peter mengangguk dan melihat jam tangannya. "Yura, aku tidak bisa berlama-lama di sini karena hari sudah hampir pagi. Kau simpan saja barang ini."

"Baiklah." Yura tersenyum dan mendekati Peter.

Sebuah ciuman panas pun terjadi di antara keduanya dan hal itu tidak sengaja di tonton oleh Han Zea dari balik pintu.

Sungguh sebuah adegan yang tak patut dilihat oleh Han Zea, tapi bagi Zea pemandangan itu sudah hal biasa baginya karena sang ibu pasti selalu membawa pulang laki-laki ke rumahnya.

Setelah Peter pergi, baru lah Yura mengambil sesuatu dari dalam laci. Dia mengeluarkan sebuah kotak lalu membukanya dan mengambil sebuah suntikan.

Yura menyuntikan benda yang berisi sebuah cairan bening ke tangannya. Perlahan tubuh itu mengejang dan terus mengejang. Mulutnya menahan sebuah teriakan hingga akhirnya terkulai lemas di ruang tengah dan lagi Han Zea melihat kejadian itu dari balik pintu kamarnya. Perlahan air matanya meleleh membasahi pipinya.

Di waktu yang sama di kantor polisi, Danny masih terus menginterogasi Eduardo. Polisi sudah tidak asing lagi dengan orang itu, dia selalu saja tertangkap tapi dengan mudahnya juga dia bisa bebas. Namun, tidak untuk sekarang. Kali ini Danny benar-benar akan memakai dia untuk memancing seseorang.

"Kau yakin tidak tahu siapa yang mengambil barang bukti itu?!" gertaknya menggebrak meja.

"Barang itu aku serahkan padanya." Eduardo menunjuk dengan dagu ke arah pria disampingnya. Danny menatap pria di samping Eduardo.

"Aku tidak ingat setelah berada di ruang ganti. Seingat ku setelah aku melepas baju dan tiba-tiba seperti ada seseorang yang menyetrum ku dari belakang," ucapnya terlihat santai.

Danny mengangkat alisnya, menatap kedua pria yang ada di depannya itu secara bergantian.

"Bos, sudah kuduga ini akan terjadi lagi." Orang itu berbisik pelan pada telinga Danny.

Danny mengangguk, "Baiklah. Masukkan mereka berdua ke dalam sel," perintahnya. "Bagaimana hasil pemeriksaan sidik jari pada alat penyetruman itu?" lanjutnya.

"Belum keluar hasilnya, Pak."

Danny menoleh, "Kita tunggu sampai besok. Kau berjaga lah, aku ingin istirahat sebentar." Danny menepuk pundak anak buahnya yang termasuk tangan kanan Danny.

"Siap Pak!" jawabnya dengan lantang.

✒✒✒

Suasana pagi itu masih sunyi dan senyap. Langit masih terlihat gelap. Semilir angin dingin masih bisa dirasakan begitu menusuk kulit.

Seorang wanita membereskan baju-bajunya dan di masukkan ke dalam koper. Tak lupa dia membawa barang tersebut. Dia memasukkan ke dalam tas yang berisi sebuah kamera, menyimpan rapat bungkusan tersebut lalu memasukkan lagi ke dalam tasnya yang lain.

"Sebenarnya kita hendak pergi ke mana, Bu," tanya Han Zea. Anak itu masih terlihat mengantuk.

"Kau diam saja. Tidak perlu banyak bertanya. Nanti juga kau akan tahu ke mana tujuan kita."

"Kenapa kita selalu berpindah-pindah tempat?" celoteh Zea lagi.

"Jangan banyak bertanya. Cepat kemasi barang-barang mu, kita akan segera meninggalkan tempat ini."

Han Zea pun diam dan segera mengemasi barang-barangnya. Sudah beberapa kali dia harus seperti itu, benar-benar masa yang sulit. Dia harus meninggalkan tempat yang lama dan bertemu dengan tempat yang baru, dengan suasana yang baru pula. Pastinya juga dia harus menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, itu yang membuat Zea malas.

Zea menarik tas punggungnya melangkah menuju ruang tengah dan berjongkok untuk mengenakan sepatu. Yura segera menyusul Zea, dia pun memakai sepatunya dan bergegas keluar dari rumah tersebut.

Sebuah taksi sudah menunggu di depan gang. Yura dan Zea melangkah menuju taksi tersebut lalu masuk ke dalam taksi.

"Ke stasiun, Pak." Yura meletakkan tasnya tepat di samping. Yura sedikit melirik Zea yang sibuk mengamati suasana di luar taksi.

"Baik Nyonya." Sopir taksi tersebut lalu menginjak gas, taksi pun melaju membelah jalanan yang masih lenggang.

Beberapa menit setelah sampai di stasiun, Yura segera membayar taksi tersebut dan segera lah Yura menarik koper dan menyeberang jalan.

"Kenapa menyebrang jalan?" tanya Zea.

"Kita naik kereta bawah tanah saja," sahut Yura.

"Sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Zea. Anak tersebut mulai penasaran.

"Kau diam saja. Cukup menurut apa yang aku bilang," gertak Yura.

Han Zea akhirnya diam dan melangkah menuruni anak tangga menuju stasiun bawah tanah. Yura mengikuti di belakang Zea. Sangat terlihat sebenarnya Zea masih sangat mengantuk.

Pagi itu kereta bawah tanah memang masih sepi karena masih terlalu pagi untuk beraktivitas. Yura dan Zea segera naik ke dalam kereta bawah tanah. Tidak lama setelah itu kereta langsung melaju. Di dalam kereta pun belum begitu ramai, hanya ada beberapa seorang pria dan seorang wanita.

Kurang lebih tiga jam perjalanan kereta bawah tanah. Akhirnya kereta itu berhenti di sebuah stasiun. Yura dan Zea turun dari kereta bawah tanah tersebut. Mereka berjalan menuju tangga untuk naik ke atas.

Matahari pun sudah muncul menyinari kota. Zea menoleh menatap sebuah papan. "Emerland stasiun bawah tanah," beonya lirih. Zea menghela napas panjang dan menatap wanita yang ada di depannya itu. 'Sepertinya aku harus beradaptasi lagi di sini,' batinnya.

Yura menghentikan sebuah taksi, menarik tangan Zea ke dalam taksi dan taksi pun melaju ke tempat tujuan.

"Kita akan tinggal di sini?" tanya Zea mengamati sebuah rumah yang cukup sederhana.

Yura mengangguk, "Aku harap kau tidak banyak protes." Yura mengeluarkan sebuah kunci dan mencoba untuk membuka pintu.

Zea melangkah masuk, menaruh tasnya di sisi lemari kemudian tangannya memegang sebuah nakas. "Kotor sekali." Zea meniup tangannya.

"Aku bilang jangan protes. Hari ini kita akan membersihkan rumah ini." Yura mulai membersihkan tempat itu. "Aku harap kau bisa beradaptasi di sini dan kau juga bisa mendapatkan teman baru," ucap Yura.

Han Zea hanya menatap Yura, sang ibu. "Aku sudah biasa sendiri. Aku rasa di sini pun aku tidak akan mendapatkan teman," jawabnya acuh tak acuh.

Mendengar hal itu, Yura hanya bisa menarik napas.

"Kau bisa tidur di ruang ini. Setelah dibersihkan, kau bisa langsung istirahat," ujar Yura.

"Aku lapar." Zea memegang perutnya yang sedari tadi terus menerus berbunyi.

Yura meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah bungkusan.

"Makanlah ini. Setelah membersihkan seluruh rumah ini aku akan keluar sebentar." Yura mengulurkan tangannya, Zea menerima uluran sebuah bungkusan dari Yura.

Akankah setelah pindah di Emerland City, mereka akan hidup nyaman dan tenang?

Di sini lah awal mula dari kisah ini ...

::: TBC :::

See ya on next chapter, bantu vote dan komen ya manteman ☺

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A6. Kena Bullying

    Hari kedua tinggal di Emerland city membuat Zea harus melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Hari itu juga Yura mendaftarkan Zea sekolah dan di hari itu juga Zea langsung masuk sekolah.Hari pertama sekolah, Zea sama sekali tidak mempunyai teman. Tak satu pun anak-anak yang mau mendekati Han Zea dan berteman dengan anak berusia 10 tahun itu.Bagi Zea itu bukan hal baru lagi karena memang seperti itulah yang terjadi. Banyak anak-anak yang tidak mau dekat dengan Zea apalagi berteman. Bahkan seorang sahabat pun dia tidak punya.Di sekolah Zea sering terlihat duduk sendiri, dia lebih sering duduk dan memperhatikan anak-anak lain yang sedang bermain. Lim Yona adalah wali kelasnya, wanita berusia 24 tahun ini melangkah mendekati Zea yang sedang duduk sendiri. Wanita berparah cantik, berkulit putih bersih, dan mempunyai rambut sebahu dengan tinggi rata-rata 165 cm itu mencoba untuk mengajak bicara Zea."Namamu Zea, kan?" panggilnya lembut? Kemudian duduk di samping anak perempuan itu

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A5. Bebas Tanpa Syarat

    Tertangkapnya Eduardo telah sampai ke telinga Benigno. Benigno murka besar, dia menyerang semua anak buahnya dengan pukulan dan tendangan. Anak buah Benigno hanya dia menerima pukulan dan tendangan dari bos besar mafia penguasa Ciruz. Susah payah Benigno mengatur transaksi itu, akan tetapi transaksi gagal total dan diketahui oleh polisi."Sial. Kenapa bisa tertangkap. Eduardo benar-benar bodoh," umpat Benigno. Benigno berdiri di depan jendela dan menatap ke luar. Di luar sana air berjatuhan, walaupun tidak deras tapi membuat hati jadi galau, terutama Benigno yang saat itu hatinya campur aduk jadi satu. Rasa waswas akan Eduardo membuatnya tidak tenang. Kekhawatiran yang dia rasakan membuat kepalanya terasa sakit. Benigno takut jika Eduardo buka suara dan hancurlah semuanya.Di sela-sela kebimbangan hati, datanglah Scott. Scott adalah tangan kanan Benigno yang ditugaskan memantau transaksi narkoba. Sedangkan Scott tidak ingin melakukannya sendiri, lantas dia memerintahkan Eduardo. Namu

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A4. Hilangnya Barang Bukti

    Acara baku hantam di sebuah night club telah selesai dan polisi telah mengamankan Eduardo. Polisi pun telah menyisiri semua tempat yang ada di night club itu untuk mencari barang bukti, akan tetapi yang ada mereka hanya menemukan seorang yang tergeletak tidak sadarkan diri di ruang ganti."Sial. Kita kehilangan barang bukti," runtuk Danny."Lalu bagaimana, Pak?" "Bawa alat penyetrum itu, siapa tahu ada sidik jari si pelaku," ujar Danny pada anak buahnya."Siap Pak!""Bawa dia sekalian." Danny menunjuk pria yang tergeletak tidak sadarkan diri itu. "Kita kembali ke markas sekarang."Beberapa polisi mengangkat tubuh pria tersebut dan Eduardo juga di bawa ke kantor polisi untuk di interogasi lebih lanjut. Karena bagaimanapun juga antek-antek mereka sangat sulit untuk di tangkap.Lalu di manakah barang buktinya?✒✒✒Sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan kecepatan rata-rata, membela jalanan ibukota. Tampak dua orang yang ada di dalam mobil itu tertawa keras."Kita berhasil membawanya."

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A3. Transaksi Narkoba

    Ciruz City, 11.45 pm.Malam semakin larut, sebuah klub malam di kota Ciruz justru malah semakin ramai. Salah satu klub yang memang sudah diincar oleh polisi. Klub itu sering sekali dijadikan area jual beli narkoba dan tempat mangkalnya para teroris beserta antek-anteknya.Han Yura adalah salah satu wanita panggilan yang sedang bersenang-senang di klub malam tersebut. Dia datang bersama seorang gembong narkoba. Namun, kekasihnya Peter ikut serta berada di klub malam tersebut.Floor dance dipenuhi dengan orang-orang yang sedang berdansa, gemerlap lampu mengikuti alunan musik membuat semua yang ada di lantai dansa menikmatinya. Han Yura wanita yang mempunyai postur tubuh seksi dengan tinggi 165 cm itu menikmati kebersamaannya dengan Eduardo.Gemerlap kelap kelip lampu disko menambah suasana semakin erotis. Berbeda dengan keadaan di luar klub malam tersebut. Di luar tampak sebuah mobil van berwarna putih berisi empat orang polisi sedang memantau keadaan tempat itu, beberapa di antaranya s

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A2. Toko Gadai

    Delapan Tahun Kemudian.Sorot mata tajam dengan wajah datar tanpa ekspresi menatap seorang wanita. Wanita yang umurnya sekitar 55 tahun itu tampak terlihat takut pada sosok pria dengan potongan rambut sedikit gondrong.Pria itu menundukkan kepalanya dan menatap deretan roti yang ada di depannya. Dia berdiri di sana sudah lama, kurang lebih 15 menitan.Entah apa yang dicari pria itu. Padahal di sana banyak pilihan cemilan. Pria tampan itu bernama Alex. Dia tidak memperlihatkan ekspresi ramahnya, hanya sesekali melirik wanita si pemilik toko."Jika kau tidak ingin membeli daganganku. Silakan kau pergi dari tokoku. Kau membuat pelanggan ku ketakutan dan tidak ada yang berani datang kemari," keluh wanita itu.Alex mengangkat kepalanya dan menatap wanita tersebut, lalu Alex kembali menundukkan kepalanya."Aku beli dan membayarnya!" Alex mengangkat sebuah roti berbentuk panjang, lalu dia meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja.Saat Alex berlalu dari sana, ada dua orang pemuda yang d

  • Kembalinya Sang Mantan Pasukan Elite   A1. Game Over

    Alex berteriak mengeluarkan beban pikiran yang ada. Alex seperti menyesali dengan nasib yang tengah menimpa dirinya. Rasanya hidupnya tidak berarti lagi tanpa sosok seorang Reyna, tapi bagaimana pun juga Alex harus tetep melanjutkan hidupnya dengan atau tanpa Reyna. Jalan hidup Alex masih panjang. Namun, ada kalanya manusia punya rasa jenuh yang menghinggapi setelah mengalami kejadian yang membuatnya trauma."Bodohnya aku telah menghilangkan dua nyawa yang tidak berdosa," ujarnya terlihat menyesalinya.Penyesalan yang mungkin tidak bisa dia tembus sampai kapan pun bahkan dia sampai tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Orang yang dia sayangi telah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.Sosok menakutkan yang ada dalam diri Alex saat itu sirna. Dia menjadi pria cengeng yang setiap waktu selalu menitihkan air mata saat teringat akan kejadian itu.Terpukul berat? Ya. Mungkin itu yang sedang Alex rasakan. Yang pasti tentunya dia bisa melindungi mereka, tapi ternyata Alex sendiri juga h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status