Home / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 108. Malam Di Ujung Pedang

Share

Bab 108. Malam Di Ujung Pedang

Author: Ine Time
last update Last Updated: 2025-05-27 22:39:36

Kamar pengantin malam itu tidak megah, tidak terbalut tirai merah, tidak ada lentera kertas berhiaskan doa panjang. Hanya ada meja bundar kecil di tengah ruangan. Sepasang pengantin telah duduk dalam debar jantung yang sama.

Pintu terdengar diketuk, Jiali dan Yuwen menoleh. Perlahan pintu terbuka. Shu Qiongshing masuk lebih dulu, mengenakan pakaian berwarna hijau pucat. Di belakangnya, Hui Fen membawa baki, dan Xiumei berjalan paling belakang sambil menunduk malu-malu.

“Maaf kalian menunggu lama,” ucap Qiongshing dengan senyum yang lembut.

Jiali hendak berdiri, tetapi Qiongshing memberi isyarat untuk tetap duduk.

“Kami hanya membawa tradisi kecil yang tidak boleh dilewatkan,” lanjut Qiongshing.

Hui Fen meletakkan baki di meja. Di atasnya, dua cawan kecil dari tembikar porselen terukir awan dengan bunga plum saling bersisian. Arak dalamnya hangat, uapnya masih naik pelan. Di dalam baki juga terisi satu piring kecil berisi kurma serta buah kastanye sebagai lambang harapan akan keturuna
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 109. Lebih Baik Menjadi Sampah.

    Malam kembali sunyi. Aroma dupa dan arak pengantin belum hilang sepenuhnya dari kamar mereka, tetapi malam tak memberi ketenangan seperti yang dibayangkan.Yuwen terlebih dahulu masuk ke kamar, meletakkan sabuk pedangnya di atas meja, melepaskan jubah luarnya lalu duduk di tepian ranjang. Jiali ikut melepaskan jubah luar lalu ikut duduk di samping Yuwen.“Kau ingin makan sesuatu?” tanya Yuwen pelan, tangannya merangkul Jiali yang langsung menyandarkan kepala ke bahu Yuwen.“Tidak,” Jiali menarik napas panjang, “Yuwen, aku minta maaf,” lanjutnya.“Maaf?”Jiali mengangkat kepalanya dari bahu Yuwen. “Tentang tusuk konde itu. Setelah hubungan pertunangan kami dibatalkan dan aku dijodohkan denganmu, aku memang tidak mau menyimpan barang-barang pemberiannya, tapi ….”“Tapi?”“Aku tidak mau membuang barang-barang itu. Bukan karena ada kenangan di dalamnya, tapi barang-barang itu masih layak digunakan. Bukan sampah.”“Aku mengerti.”“Aku memberikan tusuk konde itu pada Hui Fen sebagai kenang-

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 108. Malam Di Ujung Pedang

    Kamar pengantin malam itu tidak megah, tidak terbalut tirai merah, tidak ada lentera kertas berhiaskan doa panjang. Hanya ada meja bundar kecil di tengah ruangan. Sepasang pengantin telah duduk dalam debar jantung yang sama.Pintu terdengar diketuk, Jiali dan Yuwen menoleh. Perlahan pintu terbuka. Shu Qiongshing masuk lebih dulu, mengenakan pakaian berwarna hijau pucat. Di belakangnya, Hui Fen membawa baki, dan Xiumei berjalan paling belakang sambil menunduk malu-malu.“Maaf kalian menunggu lama,” ucap Qiongshing dengan senyum yang lembut.Jiali hendak berdiri, tetapi Qiongshing memberi isyarat untuk tetap duduk. “Kami hanya membawa tradisi kecil yang tidak boleh dilewatkan,” lanjut Qiongshing.Hui Fen meletakkan baki di meja. Di atasnya, dua cawan kecil dari tembikar porselen terukir awan dengan bunga plum saling bersisian. Arak dalamnya hangat, uapnya masih naik pelan. Di dalam baki juga terisi satu piring kecil berisi kurma serta buah kastanye sebagai lambang harapan akan keturuna

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 107. Pulang Bersama.

    Kereta-kereta kekaisaran berderet rapi. Kain penutupnya dihiasi lambang phoenix dan naga. Walau tanpa pengawalan ketat, semua yang melihat tahu kalau mereka adalah rombongan resmi istana.Han Dunrui berdiri di depan rumahnya. Ada kesedihan bercampur bahagia yang tidak bisa disembunyikan.Jiali mendekat, lalu berlutut perlahan di hadapan ayahnya. Tangan Dunrui langsung terangkat, berusaha menahan, tetapi tidak berhasil membuat Jiali bangkit dari penghormatan terdalam untuknya.“Ayah,” ucapnya pelan. “kali ini aku benar-benar akan pulang ke rumah suamiku.”Dunrui menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk dengan mata yang mulai basah. “Ya, pergilah, Putriku.”Jiali bangkit. Dunrui memeluknya pelan, lalu melepaskannya dengan satu helaan napas berat.“Aku pergi, Ayah,”Dunrui kembali mengangguk. “Ya, dan jangan pulang karena sedih lagi. Kalau kau pulang nanti, pulanglah karena rindu dan ditemani suamimu.”Jiali mengangguk. “Iya, Ayah.”Di belakang mereka, Lien Hua mendekat sambil menggande

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 106. Pengikatan Paling Utuh.

    “Sungguh? Dia menangis?”Xiumei mengangguk, tangannya masih menata rambut Jiali. “Iya. Tuan Gu Yu Yong sendiri yang mengatakannya. Yang Mulia berkata, 'kau kembali?’ lalu menangis.”Jiali tertawa kecil. “Aku tidak percaya semua ini terjadi.”Xiumei menyelipkan jepit emas lalu mundur selangkah. “Selesai, Nyonya.”“Aku gugup sekali, apa semua orang sudah datang?”Xiumei mengangguk. “Sudah, Nyonya, tetapi sepertinya Tuan Kasim Hong mewakili kehadiran kaisar.”“Ya, aku tahu. Yuwen bilang sebaiknya memang tidak datang karena khawatir ada hal yang akan terjadi di pihak lawan.”Xiumei duduk di lantai, menaruh kedua tangannya di dengkul Jiali. “Nyonya, apa kita bisa menunda sebentar saja upacara pernikahan ini? Kita bisa membongkar kereta pengangkut di toko. Aku rasa ada pakaian pengantin yang bagus.”Jiali menggeleng. “Tidak Xiumei. Kali ini tidak ada hiasan apapun kecuali restu dan cinta dari Yuwen. Itu yang paling penting.”Xiumei bangkit berdiri, lalu dengan hati-hati membantu Jiali bangu

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 105. Dermaga Menjadi Saksi Bisu.

    “Jiali!!” Suara itu mengguncang malam, memecah langit di atas dermaga yang sunyi. “Jiali! Han Jiali!” Suara itu datang lagi. Liar. Patah. Panik. Mengalahkan suara langkah kuda yang menghentak tanah seperti detak jantung. Yuwen memacu Feilong secepat angin, jubahnya mengepak, suaranya memekikkan satu nama yang tak pernah diizinkan keluar selama ini. “Jiali! Han Jiali!!” Di atas kapal, Jiali yang sedari tadi duduk diam di geladak mendongak pelan. Matanya mengerjap, ia mendengar sesuatu yang membuat helaan napasnya terputus, tetapi tubuhnya masih diam. “Jiali!!” Jiali berdiri. Sayup suara itu terdengar kembali, tetapi ia tidak berani berharap, tidak mau menoleh. “Jiali!” Suara itu terus memanggil. Suara yang dulu ditunggu, kini datang ketika ia sudah tidak menemukan kata untuk kembali. Xiumei, yang duduk tak jauh dari Jiali, menoleh tajam. “Nyonya, apa Nyonya mendengar itu?” “Jiali!!” Xiumei bangkit setelah yakin mendengar samar jeritan itu. “Jiali!!!!” “Bukankah itu suara

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 104. Tanpa Pamit, Tanpa Siapa-siapa.

    Jiali membuka satu per satu peti yang datang dari istana. Tangannya tak gemetar, tetapi jelas matanya tidak setegar tangannya. Xiumei berdiri tepat di sampingnya. Cemas karena kiriman dari istana ini sebagai satu tanda terakhir kalau memang tidak akan ada jalan untuk kembali. Jiali membuka kotak terakhir, tetapi tangannya tidak langsung menyentuh benda di dalamnya. Xiumei meremat tangannya sendiri. Meski tidak dikeluarkan, Xiumei tahu benda itu adalah jubah pemberian Yuwen. Benda yang paling disayangi Jiali. Hadiah pertama dari Yuwen. “Xiumei,” ucapnya pelan. “Ya, Nyonya?” “Tolong, buang kotak ini.” Xiumei coba untuk memahami, tetapi ia tidak tahan untuk bertanya, “Nyonya, apakah ini—” “Xiumei, walau sulit untuk tidak mengingatnya lagi, tapi aku ingin membuang benda yang akan mengingatkan aku padanya,” potong Jiali. Xiumei membungkuk, mengangkat kotak itu. “Baik, Nyonya.” “Buang sekarang karena sebentar lagi kita akan pergi.” “Baik, Nyonya.” Setelah Xiumei pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status