Para ogre hijau itu tampak waspada dengan kemunculan Allein. Hal itu karena mereka melihat salah satu pedang tulang milik salah satu kawan mereka yang kini berada di genggaman tangan Allein.
Para ogre hijau mulai mengambil posisi bersiap. Mereka saling menatap satu sama lain, seolah sedang merencanakan sesuatu untuk membunuh Allein.
"Shadow aura!"
Namun, sebelum mata mereka kembali menatap ke arah musuhnya. Allein langsung berlari menyerang dengan kecepatan penuh ke arah ogre hijau itu. Kali ini dia langsung menggunakan shadow aura untuk menguatkan fisiknya.
Para ogre hijau tersebut langsung kaget melihat Allein yang berlari dengan kecepatan tinggi untuk menyerang mereka. Salah satu ogre hijau pun dengan refleks berlari menyambut Allein.
Ogre hijau itu sepertinya berencana akan menghadang serta menghentikan Allein yang sedang berlari. Tangan besar ogre hijau pun mulai terkepal, dia terus berlari dengan kecepatan penuhnya ke arah Allein.
Tepat pada saat beberapa langkah lagi mereka akan berbenturan.
"Shadow hand!"
Tangan hitam dari shadow hand tiba-tiba mencengkram kaki kanan ogre hijau. Ogre hijau yang sedang berlari dengan kecepatan penuh tentu tidak bisa menghindarinya, cengkraman itu membuat sang ogre hijau kehilangan keseimbangan dan akan segera terjatuh.
Tepat pada saat ogre hijau itu akan terjatuh. Allein menebaskan pedang tulangnya dengan kekuatan penuh ke arah leher ogre hijau.
Sraaaaaat!
Kepala ogre hijau pun terpisah dari tubuhnya, disusul dengan darah yang memuncrat deras membasahi pedang tulang Allein.
Brrruuuggg!
Kepala serta tubuh ogre hijau itu pun terjatuh ke tanah.
Melihat satu kawannya mati dengan cukup mudah oleh Allein, ketiga ogre hijau yang tersisa pun tampak semakin waspada. Ada kemarahan yang jauh lebih besar di dalam kepala ketiga ogre hijau.
"Gruuuaaa grrruuuuuaaaaa!" Terbakar emosi, satu ogre hijau langsung bergerak maju menyerang Allein.
Allein tentu sudah menyadari hal ini. Tidak ada jalan mundur untuknya. Sedari awal dia sudah bertekad untuk menaikan kekuatannya. Jadi, ini termasuk salah satu cara baginya untuk melawan batasan tubuhnya.
Lagi pula di kehidupan Allein sebelumnya, ogre hijau adalah monster yang cocok untuk pemula, karena para ogre hijau tidak akan menyerang musuh secara berkelompok jika ukuran tubuh musuh tidak berbeda jauh atau lebih kecil dibanding ukurannya.
Ogre hijau langsung mengarahkan serangannya. Pukulan demi pukulan pun dilayangkan ke tubuh Allein. Namun, berkat penyerapan energi kehidupan dari black hole sebelumnya. Allein kini bisa dengan cukup mudah menghindarinya. Ia sengaja terus menghindari serangan ini hanya untuk melatih gerakan refleks nya supaya lebih cepat.
"Ayo ogre jadilah teman latihanku!" Allein mengeluarkan seringai khasnya.
Ogre hijau itu pun terus menyerang dan perlahan pola serangannya mulai berubah. Pukulan ogre hijau mulai mengincar titik vital, seolah ingin memberikan luka yang fatal. Allein masih tetap saja bisa menghindarinya. Dan kali ini dia sesekali menahannya menggunakan pedang tulang.
"Bagus ogre bagus sekali!"
Tepat sesaat setelah Allein berseru untuk yang ke dua kalinya, ogre hijau itu tiba-tiba berhenti. Kesal karena serangannya selalu bisa dihindari, ogre hijau itu pun mulai menunduk.
Dengan terburu-buru Allein langsung menyerang balik. Ia tahu ogre hijau akan memasuki mode rage. Bukan karena ia tidak mampu melawannya, tetapi ada 2 ogre yang tersisa. Ia tidak ingin menghabiskan mananya terlalu awal hanya untuk melawan satu ogre yang memasuki mode rage.
Srrreeet sreeet sreeet!
Pedang tulang terus menyayat tubuh ogre hijau dengan kecepatan yang tinggi. Ini adalah salah satu ciri khas teknik berpedang milik Allein yaitu permainan pedang yang cepat. Ia bertujuan untuk mencegah ogre hijau memasuki mode rage.
''Grrruaaa grruuua!'' Ogre hijau berteriak, dia tentu merasakan sakit karena sayatan itu. Bukan hanya sayatan yang cepat. Tapi, Allein sebenarnya menyayat setiap bagian otot di tubuh ogre hijau, yang tentu saja itu akan mengacaukan sirkulasi energi ogre hijau yang akan memasuki mode rage.
Brrruuuggg!
Ogre hijau pun roboh dan tergeletak. Allein pun langsung menghentikan serangannya. Dia hanya berdiri di samping ogre hijau yang sudah tergeletak itu, berdiri tegak dengan penuh kepercayaan diri.
"Sepertinya tubuhku banyak mengalami kemajuan," Allein bergumam, menyadari luka yang telah ia timbulkan di tubuh ogre hijau.
Ogre hijau itu mati dengan luka sayatan di sekujur tubuhnya dan kini darah menetes perlahan dari setiap luka yang Allein buat.
Berkat pengalaman di kehidupan sebelumnya, Allein tahu bahwa pada saat ogre hijau memasuki mode rage seluruh ototnya akan menguat dua kali lipat karena seluruh mana yang ogre hijau miliki akan dikonsumsi oleh otot-ototnya.
Pada saat proses memasuki mode rage itu ogre hijau harus berkonsentrasi untuk menguatkan ototnya. Oleh karena itu Allein langsung menyerang otot-otot ogre hijau untuk mengacaukan proses masuk mode rage. Hal itu juga sekaligus merupakan kesempatan terbaik untuk membunuh ogre hijau.
"Gruuuaaa gruuuaaa!" Suara ogre hijau terdengar seperti sebelumnya.
Allein langsung menoleh ke arah ogre hijau yang tersisa. Namun, ekspresi Allein langsung serius "Jadi kau sudah masuk mode rage. Ah, baiklah aku akan bertarung cukup serius mulai sekarang.''
Tak membuang waktu Allein dan ogre hijau pun mulai menyerang.
Traaang!
Benturan pun terjadi, pedang tulang Allein berbenturan dengan kepalan tangan ogre hijau.
"Cih! sudah kuduga tangannya pasti keras, tapi ini adalah latihan yang cocok untuk tubuhku!" Allein kembali mengeluarkan seringai khasnya.
Trraang trraaang trrrang!
Benturan terus terjadi, Allein terus menahan pukulan ogre hijau dengan pedang tulangnya.
Namun, lama kelamaan Allein terus tersudutkan, langkah kakinya terus mundur kebelakang. Tenaga dari setiap pukulan ogre hijau dalam mode rage tampaknya masih cukup sulit untuk ia imbangi. Anehnya mimik wajah Allein berkata lain, mimik wajahnya mengisyaratkan kesenangan dan gairah bertarung.
"Hahaha ayo terus ogre, rasa senang ini rasa senang dari pertarungan yang seimbang!"
Allein terus menangkis serangan demi serangan yang ogre hijau itu lancarkan. Sedikit demi sedikit tubuhnya mulai mengalami kemajuan, tangan dan ototnya perlahan bersinergi dengan isi kepalanya. Terus dan terus Allein tanpa henti terus menangkis tak membiarkan satu pukulan pun mendarat di tubuhnya.
Tetapi situasinya tidak sepenuhnya berpihak padanya, kakinya kini merasakan ada sesuatu dibelakangnya. Sebuah pohon akan menahannya dari belakang, ini membuatnya tak bisa mundur lagi.
Ogre hijau yang sedang dalam mode rage tentu tidak peduli dan terus menerus menyerang Allein. Kini setiap pukulan yang Allein tangkis terasa lebih berat. Ia harus mengeluarkan tenaga ekstra karena selain dengan cepat harus menangkis pukulan ogre hijau ia juga harus mempertahankan pijakannya.
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai