Melihat Allein yang sudah tersudutkan, ogre hijau itu terus menyerang secara bertubi-tubi. Kini setiap pukulan yang dilancarkan ogre hijau tentu menjadi semakin menyulitkannya.
Benar saja, pukulan yang semakin bertubi-tubi itu mulai membuat Allein tidak bisa mempertahankan pijakannya. Tubuhnya kini benar-benar tersudutkan, bahunya sudah bersandar pada pohon dibelakangnya.
Dengan posisinya sekarang Allein sangat kesulitan, dia tidak punya pijakan yang cukup untuk melakukan gerakan berpedangnya dengan baik. Kemungkinan hanya dengan beberapa pukulan lagi dari sang ogre hijau maka Allein benar-benar tidak bisa menangkisnya lagi.
“Cih! aku tidak punya pilihan lain. Shadowblade!!” Sambil menggertakkan giginya, Allein mengeluarkan salah satu teknik sihir miliknya dari kehidupan sebelumnya.
Selain menyelimuti tubuhnya, kali ini sihir hitam juga menyelimuti pedang tulang yang digenggamnya. Perlahan warna pedangnya berubah menjadi warna hitam.
Bbrruaakkk!
Ledakan pun terjadi. Ogre hijau itu pun terkejut dan berhenti menyerang lalu dia mundur beberapa langkah kebelakang. Akibat ledakan tersebut Ogre hijau merasakan sakit di tangan kanannya.
Keterkejutan ogre hijau pun semakin bertambah setelah melihat tangan kanannya sendiri. Ternyata ada darah segar yang mulai menetes dari sela-sela jarinya.
Ogre hijau menjadi sangat waspada, dia kembali mengarahkan pandangannya pada Allein. Namun, dia langsung terkejut. Allein kini sudah berada tepat dihadapannya dan akan segera menebasnya. Tangan kiri ogre hijau pun dengan refleks mencoba menahan tebasan itu.
Srreeeet!
"Gruuuuuaaaagruuuuuaaaa!" Ogre hijau meraung dengan keras, tebasan Allein berhasil memotong tangan kirinya. Darah pun mengalir deras membasahi tanah dibawah kaki ogre hijau.
Allein tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Memanfaatkan momentum yang telah dibuatnya, dia langsung menyerang kembali ogre hijau. Gerakan berpedangnya yang cepat perlahan mulai terlihat, serangan demi serangan terus Allein lancarkan sekarang.
Nahas bagi sang ogre hijau setelah kehilangan tangan kirinya sekarang dia harus menahan tiap serangan dari Allein. Serangan Allein terasa membabi buta bagi ogre hijau. Sang ogre hanya bisa bertahan sekarang, menahan setiap serangan yang Allein lancarkan hanya dengan tubuhnya.
Satu demi satu luka sayatan terukir di tubuhnya, darah pun mengalir dari setiap luka sayatan itu.
Perlahan situasi berbalik, kini giliran sang ogre hijau yang tersudutkan. Bagi sang ogre hijau pedang tulang itu kini terasa sepuluh kali lipat lebih tajam dari sebelumnya, semakin lama dia menahannya semakin banyak pula dia terluka dan kehilangan darah.
Melihat ogre hijau yang sudah semakin melemah karena luka sayatan serta kehilangan banyak darah, Allein pun menghentikan serangannya dan bersiap mengeluarkan serangan terakhir.
Allein sedikit melompat dan mengeluarkan tebasan secara vertikal.
Srrraaaaat!
Tubuh ogre hijau pun langsung terbelah dua. Sebuah tebasan yang sangat dalam dan rapih dikombinasikan dengan waktu dan momentum yang tepat berhasil membelah tubuh ogre hijau menjadi dua bagian dengan sangat sempurna.
Brrugg!
Tubuh ogre hijau yang terbelah dua itu pun jatuh ke tanah disusul dengan darah yang keluar dan mengalir menjadi kubangan darah.
Allein berdiri tegap disamping tubuh ogre hijau yang sudah terbelah menjadi dua itu. Matanya melihat ke arah ogre hijau lainnya yang tersisa. Mata mereka berdua bertatapan. Allein menatap ogre hijau itu dingin dan dengan kepercayaan diri yang besar seolah menantangnya untuk bertarung.
Berbanding terbalik dengan Allein, ogre hijau yang tersisa itu justru merasakan ketakutan. Dia melihat Allein seolah melihat monster ganas yang telah membantai seluruh kawannya. Merasa terintimidasi dengan tatapan dingin itu, ogre hijau yang tersisa itu pun pergi melarikan diri.
Setelah dirasa ogre hijau itu sudah pergi cukup jauh Allein baru menunjukan kondisinya yang sebenarnya. Dia berjalan sempoyongan ke arah pohon yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Tubuhnya langsung ambruk, dia langsung bersandar pada pohon itu. Nafasnya juga terengah-engah saat ini.
''Haaaahhhhaaaaah sial seluruh manaku habis. Sandiwaraku berhasil, untung saja ogre hijau yang tersisa itu lari. Aku bahkan sudah tidak sanggup lagi untuk bertarung."
Teknik berpedang beserta sihir hitam yang dikombinasikan dengan cukup sempurna olehnya tadi bukan tanpa pertaruhan. Allein jelas mempertaruhkan seluruh mananya untuk bisa membunuh ogre hijau itu. Tindakannya yang sedikit nekat itu dia lakukan semata-mata agar lebih cepat bertambah kuat.
Kini tubuhnya sudah sangat kelelahan. Walaupun di kepalanya masih sangat banyak sihir dan teknik berpedang yang belum dia gunakan, Allein harus bersikap realistis tubuhnya sudah mencapai batasnya untuk hari ini.
Setelah beristirahat sejenak untuk memulihkan tubuhnya yang kelelahan, Allein bangun dari posisinya dan langsung mengeluarkan black hole untuk menyerap seluruh mayat ogre hijau yang sudah mati.
Dirasa energi kehidupan dari mayat ketiga ogre hijau itu sudah terserap, Allein lantas mencari makanan dan tempat untuk tidurnya malam ini.
Tidak jauh dari lokasi tempat bertarungnya tadi, Allein pun menemukan sebuah sungai. Sungai tersebut cukup bagus karena selain ada ikan untuknya makan dan air untuk minum Allein juga bisa mandi di sana.
Setelah perutnya kenyang dan tubuhnya bersih, Allein pun langsung memanjat pohon besar yang tak jauh dari sungai itu. Bukan tanpa alasan instingnya mengatakan bahwa dia akan lebih aman jika tidur di atas pohon itu untuk malam ini.
Hari pun sudah gelap Allein merebahkan tubuhnya ke sebuah batang pohon yang cukup besar. Matanya memandang bulan yang terang di langit malam. Rasa kesepian menusuk hatinya malam ini.
Saat ini tak ada manusia yang hidup satupun selain dirinya di pulau ini, sehingga tak ada yang bisa ia ajak bicara. Semuanya yang telah ia raih di kehidupannya dulu seakan sudah pergi meninggalkannya, sekarang dirinya benar-benar sendirian di dunia ini.
"Cahaya bulan begitu indah malam ini, setidaknya membuatku tak terlalu kesepian."
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai