Share

BAB 7. Dua Wanita

Author: o.vian
last update Last Updated: 2025-07-31 20:27:39

Serina terdiam. Hatinya mencelos. Bukan karena takut, tapi karena ia sadar bahwa ini bukan lagi pria yang bisa ia atur dengan ego atau air mata. Ghazam yang dulu ia remehkan, kini mengunci langkahnya hanya dengan satu kalimat.

Serina menggigit bibir bawahnya, berusaha menjaga wibawa. Namun, gengsi yang dulu kokoh mulai runtuh. Perlahan, ia duduk kembali di kursi, meski dadanya bergemuruh tak karuan.

Tok! Tok!

Pintu kembali diketuk. Suara hak tinggi terdengar cepat, lalu pintu terbuka. Seorang wanita muda melangkah masuk dengan anggun, percaya diri, dengan aura fashionista papan atas. Ia mengenakan gaun pastel sedikit di atas lutut yang membungkus tubuhnya dengan pas, membuat lekuk tubuhnya menonjol sempurna. Rambutnya dibiarkan tergerai rapi.

Namun, langkahnya langsung terhenti begitu melihat siapa yang ada di balik meja CEO.

Wajahnya mendadak pucat.

"Cindy Marella Arvenzo," gumam Ghazam pelan, menyebut nama itu seperti membaca ulang catatan utang.

Cindy terpaku. Mulutnya terbuka, tapi tak satu kata pun keluar. Ia menatap pria itu, pria yang beberapa waktu lalu ia tuduh mencuri, yang ia suruh massa keroyok, yang ia seret ke kantor polisi. Kini, pria itu duduk santai di kursi CEO, di kantor pusat JX Global.

“Ka–kau…?” suara Cindy tercekat.

Bahkan, Cindy yang semula bingung dengan keberadaan wanita lain di samping Ghazam dengan wajah basah, mendadak lenyap. Ia tak peduli lagi dengan siapa wanita itu atau apa urusannya di sini.

Ghazam menyandarkan punggungnya, menyilangkan kaki. Tatapannya tenang, tapi tajam.

“Seharusnya aku menyiapkan teh dan popcorn,” ucap Ghazam datar.

Serina melirik Cindy, lalu kembali memandang Ghazam dengan mata yang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Apa yang sedang terjadi? Dan kenapa Cindy Arvenzo, putri dari pemilik SA Luxe, tampak seperti melihat hantu?

Jelas, Serina tahu siapa Cindy. Sebab, selama ini Serina memang menggunakan pakaian dari brand mereka dan mengikuti perkembangan mereka.

Sementara itu, Cindy menunduk. Wajahnya memerah karena malu, terkejut, dan takut. Ia mencoba bicara, tapi suaranya nyaris hilang.

“Kau … bagaimana bisa?” gumam Cindy lirih.

Ghazam tak menjawab. Ia hanya menatapnya datar, lalu menggeser pandangannya pada Serina.

Keduanya diam. Dua wanita dari dua dunia berbeda kini sama-sama berdiri di depan pria yang dulu mereka anggap tak punya nilai.

“Silakan duduk,” ucap Ghazam pada Cindy. “Tapi sebelum bicara bisnis, kau tahu apa yang seharusnya kau lakukan.”

Cindy menelan ludah. Tangannya yang menggenggam map bergetar. Ia tak bisa lari dari kenyataan, ia salah besar. Dan jika kerja sama yang ingin ia bangun dengan perusahaan Ghazam sampai gagal, mungkin ayahnya akan menendangnya keluar dari keluarga.

BRUK!

Tanpa pikir panjang, Cindy langsung berlutut, menunduk dengan wajah penuh kekhawatiran.

“Saya… minta maaf,” ucap Cindy dengan suara bergetar. “Tolong … tolong biarkan kerjasama ini tetap berjalan.”

Ghazam tersenyum tipis. “Apa kau pikir semudah itu setelah membuat tubuhku babak belur?”

Cindy semakin bergetar, ia bingung harus melakukan apa sekarang selain meminta maaf. “Ma–maafkan kecerobohan saya … Tuan.”

Sementara itu, Serina masih terpaku di posisinya, bingung dengan apa yang terjadi di antara mereka.

Cindy mengangkat wajahnya, menatap Ghazam dengan penuh harapan. “Tuan, tolong lupakan kejadian itu. Saya… saya benar-benar minta maaf. Saya bersedia melakukan apapun asal Tuan mau melupakannya dan kerjasama ini bisa terus berjalan.”

Ghazam tidak langsung menjawab, ia hanya mengangkat satu alisnya sambil menatap Cindy dengan dingin.

“Bahkan … bahkan jika Tuan ingin tidur dengan saya, saya tidak akan menolak!” ucap Cindy lagi, seolah sama sekali tak peduli dengan apa yang baru saja ia ucapkan, bahkan dengan adanya Serina di sana.

Ghazam terkekeh, ia tak menyangka wanita itu akan dengan mudah menyerahkan tubuhnya hanya demi kerjasama bisnis.

Namun, Ghazam tidak munafik. Tubuh Cindy memang cukup sempurna. Meskipun tubuhnya tidak begitu tinggi, tetapi porsinya pas. Dada penuh, kulit putih bersih dan kenyal, pipi agak tembem dengan bibir yang juga tidak begitu tebal juga tidak begitu tipis. Semua terasa pas.

Dan ucapan itu, jelas membuat Serina menganga terkejut. Sama sekali tidak menyangka orang seperti Cindy akan dengan mudah menyerahkan dirinya.

“Satu wanita tak segan menyiramku dengan air bekas cucian piring, dan satu lagi menuduhku mencuri tasnya hingga membuat segerombolan orang memukulku,” ucap Ghazam dengan senyum tipis di sudut bibirnya, senyum yang sama sekali tidak tampak ramah.

“Dan sekarang, keduanya memohon ampun dariku. Menarik, bukan?” ucap Ghazam lagi, membuat kedua wanita itu terperangah karena akhirnya tahu apa yang telah masing-masing perbuat pada Ghazam.

Serina menatap Cindy sekilas, tidak percaya dengan apa yang Ghazam ucapkan tentang dirinya. Pun dengan Cindy yang menatap Serina terkejut, terlebih Cindy tidak tahu siapa Serina.

Ghazam menurunkan kakinya, sedikit mencondongkan tubuhnya, tangannya menaut di atas meja kerjanya. Ia menatap Serina yang berdiri di samping meja kerjanya, lalu beralih menatap Cindy yang masih berlutut di dekat sofa yang ada di depan meja kerjanya.

“Tapi, aku hanya bisa memaafkan satu orang,” kata Ghazam akhirnya. Membuat kedua wanita itu semakin terkejut. “Dan siapa yang bisa memuaskanku di ranjang, aku akan memaafkannya.”

Hening.

Serina masih menatap Cindy, seolah sedang mencari jawaban. Pun dengan Cindy.

Sementara Ghazam hanya diam menanti jawaban dari keduanya.

Hingga akhirnya—

“Saya bersedia,” ucap Cindy tanpa pikir panjang. Ia langsung berdiri, mengusap air matanya, dan melangkah lebih dekat ke depan meja kerja Ghazam.

Ghazam tersenyum tipis, tetapi tidak terkejut, seolah sudah tahu.

Sementara itu, Serina justru semakin terkejut. Ia jelas tidak bisa menjatuhkan harga dirinya, tetapi jika sudah seperti ini, bukan kah ia kalah?

“Oke, Serina Galenka, silakan pergi dari ruangan ini, dan perusahaan keluargamu akan tetap ada di tangan JX Global,” kata Ghazam tegas, seperti vonis.

“Tapi …”

Melihat ekspresi Ghazam yang tidak goyah, Serina menghentikan ucapannya. Ia mendengus kesal, tetapi juga tidak bisa berbuat apapun. Ia berdecak kesal dan meninggalkan ruangan itu. Namun, ia masih bertekad untuk mengambil kembali perusahaan keluarganya dengan cara lain!

“Dan kau,” ujar Ghazam lagi, menatap Cindy dengan dingin. “Datang ke alamat yang akan dikirim asistenku. Saat aku datang, pastikan dirimu tidak lagi memakai pakaian apapun selain pakaian dalam berwarna merah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 24. Lagi-lagi

    Ghazam melirik ayahnya sekilas, lalu berdiri, menarik kursi untuk mempersilakan Freya duduk di sampingnya.Melihat itu, Freya tersenyum dan menyambut maksud Ghazam dengan baik. Namun, sebelum ia duduk, ia lebih dulu menyapa Althar. “Om, maafkan aku membuat makan malam kalian terganggu.”Althar menggelengkan kepala, masih dengan senyum di wajahnya. “Tidak mengganggu sama sekali. Malah Om senang melihat kamu lagi. Bagaimana kabarmu?”“Aku baik, Om. Om Althar sendiri gimana?” Freya tersenyum hangat sambil mengatur posisi duduknya.“Om baik, biarpun belakangan pusing karena ditinggal anak Om yang hobinya berkelana ini.” sahut Althar sambil sedikit melirik Ghazam.Freya terkekeh kecil, menutup mulutnya sopan. “Bukannya anak Om ini memang dari dulu nggak bisa diam ya? Selalu saja ada yang dia kejar.”Ghazam mengangkat alis sambil menatap Freya sekilas, lalu menyiapkan piring dan alat makan untuk Freya.“Kalau nggak dikejar, nggak akan dapat, kan?” sahut Ghazam ringan, seolah menanggapi deng

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 23. Anak Sotong

    Ghazam menghela napas.Sejak dulu, Althar memang seolah ingin menjadikan Freya sebagai menantunya. Padahal, Ghazam sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka berdua hanya teman biasa. Namun, tetap saja itu tidak membawa pengaruh apa-apa.Meski awalnya Althar terkesan hanya bercanda, tetapi setelah melihat bagaimana kedekatan Ghazam dan Freya, terutama ketika melihat putranya berdiri dengan Freya, ia merasa mereka berdua sangat cocok. Maka sejak itu, Althar terus mencoba membuat keduanya semakin dekat. Namun, setelah Ghazam memutuskan untuk keluar sejenak dari kehidupan mewahnya, Althar tak lagi ikut campur.“Ayah,” kata Ghazam malas.“Coba bayangkan akan sesempurna apa hidupku. Anakku adalah CEO perusahaan besar dunia, punya kemampuan khusus di dunia mi—”“Ayah, sudahlah,” potong Ghazam langsung. Ia berdiri dan berjalan keluar ruangan. “Anak-anak itu sudah menunggu di meja makan, kalau kita masih terus bicara di sini, aku rasa mereka bisa masuk rumah sakit karena kelaparan.”Althar te

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 22. Mantan Calon Menantu

    Ghazam bangkit dari kursinya, lalu berjalan tenang ke arah Serina yang masih berdiri di ambang pintu. Wajahnya menunjukkan senyum sinis, sangat berbanding terbalik dengan Serina yang tampak tegang dan penuh amarah.“Kau yang memulai, kenapa aku yang kau sebut gila?” kata Ghazam dengan tajam.Serina menggertakkan giginya “Kau …”“Kenapa? Tidak menyangka kalau aku akan langsung tahu bahwa ini semua ulahmu?” sahut Ghazam langsung, sorot matanya menusuk ke arah Serina, seolah tak memberi celah untuk Serina melawan.“Kamu memasang kamera pengawas di rumahku sejak dulu? Itu melanggar hukum, Ghazam!” seru Serina, seolah tak peduli dengan ucapan Ghazam sebelumnya.Ghazam terkekeh. “Aku tidak memasang kamera pengawas, Kakek Damar sendiri yang menyuruh memasang CCTV di rumah, apa kau lupa?”Serina membulatkan matanya. Jelas ia ingat dengan hal itu.Beberapa bulan setelah Ghazam dan Serina menikah, Ghazam memang mengusulkan pada Tuan Damar untuk memasang beberapa kamera CCTV di sudut rumah denga

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 21. Terseret

    Suasana ruang konferensi semakin hening. Bahkan, suara ketikan dari wartawan pun tak ada. Semua pandangan tertuju pada Ghazam yang berdiri penuh percaya diri di tengah podium.Kemudian, Ghazam melangkah keluar dengan mantab tanpa peduli dengan wartawan yang mulai memanggilnya.Tak lama kemudian, hasil konferensi telah sepenuhnya menyebar di semua kanal berita. Lagi-lagi, nama Ghazam J. Manggala menduduki posisi pertama di jajaran berita terpanas.[Ghazam J. Manggala Dianggap Menantu Benalu oleh Keluarga Galenka][Fakta Baru: Ghazam Bukan Ingin Merebut Galenka, Justru Menghidupkan Galenka Kembali, Tetapi Malah Diusir?][Keluarga Galenka Memutar Fakta Soal Ghazam J. Manggala. Benarkah Itu?]Namun, beberapa menit kemudian, semua kembali heboh setelah ada sebuah akun media sosial yang mengunggah rekaman Ghazam dipukuli segerombolan orang di area pemakaman mewah dengan baju kusut, basah, dan bau.“Wah sepertinya, rekaman konferensi pers itu benar. Video ini diambil pada tanggal yang sama d

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 20. Fakta Baru

    Suasana lobby IGD sontak gaduh. Beberapa orang berbisik-bisik, bahkan ada yang menatap ke arah Ghazam yang hanya berdiri kaku di tempat.“Tuan …” gumam Janu lirih. Jelas ia sudah tahu soal pernikahan Ghazam, tetapi ia tidak menyangka akan ada yang memelintir berita itu untuk menjatuhkan Ghazam.Namun, belum sempat Ghazam merespon, tiba-tiba Freya telah kembali datang dengan ponsel yang menampilkan laman berita serupa dengan di televisi.“Zam …” lirih Freya.Sebenarnya, meskipun Freya tidak sedekat itu dengan Ghazam, tetapi dia bisa menilai bahwa Ghazam bukan tipe pria yang seperti itu. Apalagi, Ghazam ini orang kaya. Mana mungkin ia rela menikah hanya untuk menguasai satu perusahaan kecil?Namun, ucapan Ghazam selanjutnya cukup membuat Freya tercengang.“Aku memang pernah menikah dengannya,” ujar Ghazam dingin dengan sorot mata tajam.“Tapi … tidak dengan pernyataan soal menguasai perusahaan mereka, kan?” tanya Freya memastikan dengan ragu.“Apa aku tampak seperti orang yang melakukan

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 19. Berita Sensasional

    Freya sempat tertegun mendengar ucapan spontan itu, lalu tak kuasa menahan tawa kecilnya. Pipi tipisnya merona samar, sesuatu yang jarang sekali terlihat dari seorang dokter yang biasanya begitu tegas.Ghazam, di sisi lain, hanya bisa menghela napas pendek sambil menatap Alin dengan tatapan setengah heran. “Alin…” suaranya berat, bernada seperti hendak menegur, tapi sulit menyembunyikan senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya.“Apa? Kan bener,” jawab Alin polos, matanya berbinar. “Kalau Kakak Azam sama Ibu Dokter kerja sama nolongin anak-anak, pasti tambah banyak yang bahagia.”Freya melirik sekilas pada Ghazam, lalu tersenyum lembut pada Alin. “Terima kasih, Alin. Kamu pintar sekali melihat hal yang baik.”Alin mengangguk puas, merasa kata-katanya tidak ditolak. Ia pun akhirnya benar-benar berjalan ke sisi ranjang Nina.Setelah gadis kecil itu menjauh, suasana antara Ghazam dan Freya sempat hening beberapa detik. Keduanya saling menatap singkat, lalu buru-buru memalingkan wajah. A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status