Home / Urban / Kembalinya Sang Pewaris Terkaya / Berlututlah kepadaku!

Share

Berlututlah kepadaku!

Author: Emak pipit
last update Last Updated: 2024-04-03 10:53:01

"Aa–aapa? Bahkan anak tadi meneriaki Anda. Dia sungguh tidak sopan dan saya minta maaf kepada Anda. Anda pasti merasa tersinggung," ucap wakil kepala tadi.

Tuan Brando menghela napas lalu mengeluarkan ponselnya. Mengotak-atik sebentar dan menaruhnya di atas meja wakil kepala yayasan.

Sebuah video sedang diputar. Max dan wakil kepala melongo ke arah meja untuk melihat.

"Video apa ini? Ini pasti editan!" Wajah Max merah. Ia merasa terjepit. Bukti jelas ada di hadapannya.

Wakil kepala yayasan menelan salivanya lalu menatap Tuan Brando dengan wajah pucat pasi. "Ini ada kesalahpahaman," ucapnya grogi.

Tuan Brando mendekati wajah wakil kepala yayasan. "Anak itu bebas. Artinya dia tidak bersalah."

"Tapi–" Masih saja Wakil kepala mau mengelak.

"Dia bukan orang yang memiliki kekuasaan dan uang, bukan? Kali ini apa kalian mau menuduhnya karena menyogok polisi agar bisa keluar dari penjara?" tebak Tuan Brando.

"Saya bersamanya di lokasi. Saya saksinya kalau dia yang menabrak." Max masih kekeh dengan ucapannya.

Tuan Brando kini beralih menatap tajam ke arah Max.

"Bagaimana bisa saya mempercayai Anda, sementara tadi Anda berbohong dibuktikan dengan video yang saya punya? Ahhh, barangkali Anda yang menabrak lalu menuduh anak tadi? Ck. Haruskah saya mencari kebenarannya lagi?" Tuan Brando mulai memainkan ponselnya lagi.

"Aaa ... tidak, tidak! Saya rasa Anda benar. Saya berjanji akan memanggil Radit kembali dan tidak jadi mengeluarkannya dari kampus ini. Tapi, saya mohon ... tolong jangan sampai kasus tadi terdengar sampai ke telinga Pak Ketua yayasan," pinta kepala yayasan setengah memohon.

Ia melirik ke arah Max yang masih saja berdiri dengan wajah semakin pucat.

"Ck. Kau memikirkan nasib karirmu tanpa memikirkan nasib mahasiswamu yang masa depannya bisa hancur cuma karena dia bukan siapa-siapa dan bermasalah dengan orang yang lebih kaya."

"Dan kamu!" Mata Tuan Brando beralih kepada Max. "Kamu bisa dituntut dipenjara karena kasus pemukulan dan pencemaran nama baik. Saya rasa saya perlu bertemu orang tuamu untuk berdiskusi hukuman apa yang pantas kamu terima setelah melakukan perbuatan yang merugikan orang lain," ancam Tuan Brando.

Kedua orang di hadapan Tuan Brando mulai ketakutan. Masing-masing sibuk memegangi kaki Tuan Brando sambil berlutut meminta belas kasih.

"Enyahlah kalian berdua sekarang, temui orang yang sudah kalian bikin susah. Minta maaflah dan akui kesalahan kalian masing-masing. Tidak peduli seberapa ramai orang di luar sana. Kalian pantas dipermalukan!" Tuan Brando lantas mencoba melepaskan kakinya dari dua orang itu dengan kasar. Kemudian merapikan pakaiannya lalu pergi dari ruangan itu.

Wakil kepala yayasan menatap nelangsa kepergian Tuan Brando. Sadar seperkian detik, ia lalu menoleh ke arah Max yang masih sejajar membungkuk seperti dirinya lalu memukul kepala mahasiswanya itu dengan kesal.

"Kau membuatku malu. Awas saja sampai aku diberhentikan. Aku akan membuatmu tidak akan menyandang status sarjana!"

"Ampun, Pak! Ampun ... tolong jangan beritahu ayahku. Aku bisa dihajar jika terlibat masalah seperti ini," pinta Max dengan pasrah dipukuli wakil yayasan.

"Apa kamu bilang? Kamu yang membuat masalah, tapi kamu tidak mau menerima konsekuensinya. Kau tidak dengar apa kata Tuan Brando tadi, hah? Orang tuamu akan tahu. Kau bahkan bisa saja dituntut jika orang tuamu tidak mau menghukummu! Sial. Aku bahkan sekarang harus meminta maaf kepada anak ingusan itu sekarang!"

Kepala yayasan lalu berdiri. Dengan langkah berat ia harus keluar dari ruangannya dan mencari Radit. Ia berharap Radit belum pergi dari kampus itu. Jika tidak, riwayatnya menjadi wakil kepala yayasan akan tamat hari itu juga.

Sementara di tempat lain.

Radit masih dengan emosi yang bergejolak di benaknya mencoba menenangkan diri dengan meminum air mineral di kantin kampusnya. Biasanya ia duduk di pojok agar tidak terlihat, kali ini sengaja ia duduk di keramaian. Ia ingin terlihat, setidaknya untuk hari terakhirnya di kampus itu.

Baru beberapa tegukan air, ia terkejut melihat sosok Tuan Brando mendekat ke arahnya. Nampaknya sisa emosinya masih ada. Dengan wajah ketus Radit membuang pandangannya.

"Tuan muda saya minta maaf atas kejadian di ruangan tadi."

"Tidak perlu memanggil saya tuan muda. Tidak perlu sok baik dan minta maaf. Tolong jangan ganggu saya lagi," sahut Radit.

"Saya sudah membereskan semuanya. Saya pastikan Anda akan tetap menyelesaikan pendidikan di sini tanpa hambatan. Mereka juga akan mendapatkan hukuman dari perbuatan mereka."

Radit mulai tertarik. Ia lalu melirik ke arah Tuan Brando. "Bagaimana bisa saya percaya sedangkan tadi Anda diam tak membela saya. Saya difitnah dan direndahkan di dalam sana."

"Tunggu dan lihat saja." Tuan Brando tersenyum lalu membungkukkan badannya. "Saya permisi. Sampai jumpa lagi, Tuan muda."

Radit masih bengong sampai Tuan Brando menghilang dari pandangannya. Ia mulai terpengaruh perkataan Tuan Brando. Ia merasa pria itu tidak mungkin berbohong. Dan benar saja, selisih beberapa menit saat Radit berdiri memutuskan untuk pergi dari kantin, ia melihat wakil kepala berlari-lari ke arahnya. Wajahnya penuh keringat. Napasnya naik turun.

"Radit! Radit! Ahhh, akhirnya aku menemukanmu," ucapnya dengan nada ngos-ngosan.

"Anda mencari saya, Pak? Bukankah tadi Anda bilang Anda tidak mau lagi melihat wajah saya?" sindir Radit.

Wajah wakil kepala yayasan tak enak tapi mencoba menyembunyikannya dengan senyum palsunya. "Ayolah, jangan ngambek seperti itu kepada saya. Saya mencarimu untuk menyelesaikan masalah yang terjadi," ucapnya sambil mencoba merangkul Radit. Lalu menepuk-nepuk bahu Radit.

Radit mengernyit. "Menyelesaikan masalah? Bukankah sudah diputuskan saya dikeluarkan?"

"Oh tidak! Tidak! Kata siapa, saya tidak mungkin mengeluarkan murid pintar dan hebat sepertimu. Begini ... Sebenarnya tadi hanya salah paham. Saya tidak tahu kebenarannya sampai Tuan Brando menunjukkan sebuah video dimana kamu dipukuli oleh Max dan beberapa orang membantu Max juga. Saya sungguh menyesal dengan keputusan saya yang salah," ucapnya sambil berbisik pelan.

Wakil kepala mulai risih karena ramainya kantin saat itu mulai memperhatikannya dengan Radit.

Radit mencoba menahan senyum. Ia mengulumnya. Ia kemudian percaya ucapan Tuan Brando. Ternyata dia salah menduga jika pria tua utusan keluarga konglomerat itu hanya diam saja melihatnya ditindas.

"Saya akui saya tersinggung, Pak. Saya memutuskan untuk berhenti saja dari kampus ini. Semua orang sudah menyalahkan saya padahal bukan salah saya. Saya tidak bisa berada di sini–"

Belum selesai ucapan Radit yang berbasa-basi. Wakil kepala yang sedikit panik, ia langsung berlutut di kaki Radit.

"Saya mohon, tolong jangan keluar dari kampus kami. Saya minta maaf jika membuat keputusan yang salah. Saya berjanji saya akan memberikan hukuman yang berat untuk Max dan juga yang terlibat pengeroyokan." Kedua tangan wakil kepala bertemu dengan wajah memelas.

Semua orang yang berada di kantin mulai sibuk bergunjing. Ada juga yang sibuk merekam. Radit tak tega melihat wakil kepala merendah di hadapannya. Bagi Radit, sudah cukup wakil kepala mempermalukan dirinya sendiri di depan publik seperti sekarang.

"Baiklah, Pak. Saya tidak akan keluar. Saya maafkan."

"Benarkah? Kalau begitu, tolong bicara dengan Tuan Brando. Saya rasa kamu mengenalnya. Saya harap kamu bisa membujuk Tuan Brando untuk tidak melaporkan kejadian ini kepada pemilik yayasan. Saya memiliki anak dan istri, saya tidak mungkin menjadi pengangguran," rengeknya.

"Sebenarnya saya tidak cukup mengenal Tuan Brando. Maaf, saya tidak bisa membantu itu."

Radit sadar, permohonan maaf wakil kepala ternyata tidak sungguh-sungguh. Dia merasa tak perlu terlalu bermurah hati. Radit berlalu pergi.

Ia berpapasan dengan Max. Pria itu dari tadi berdiri menyaksikan bagaimana wakil kepala yayasan meminta maaf kepada seorang Radit. Radit tersenyum sinis.

"Ada apa melihatku seperti itu? Apa kamu juga mau berlutut minta maaf?" tanya Radit dengan nada menyindir.

"A–aku ... aku ...." Max salah tingkah. Ia mulai terbata-bata.

Sudut bibir Radit terangkat, ia mendekati Max dan berbisik pelan. "Berlututlah meminta maaf kepadaku, Tuan Max yang terhormat. Aku mau lihat bagaimana aku bisa membalikkan keadaan sekarang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Bintang Cakranomoto

    Radit berdiri di muka cermin. Ia hari ini tampil menggunakan setelan jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu melingkar di lehernya. Dia akan menjadi bintang malam ini. Tuan Husen akan mengumumkan soal kebenaran siapa dirinya di depan publik. "Dit! Ayo cepat turun! Kita sudah hampir terlambat," teriak Tuan Rudi dari lantai bawah.Radit menyunggingkan senyuman sinisnya."Kita lihat seperti apa terkejutnya ayah mertua nanti dengan semua ini."Radit menuruni anak tangga. Sementara Tuan Rudi sudah memberi sinyal klakson mobil beberapa kali agar Radit bergegas."Kau ini lelet sekali!" serunya kesal."Apakah ayah yang malam ini akan menyetir?""Ya. Bisa-bisa saat kita tiba, pestanya sudah selasai kalau kau seperti bekecot begitu," ketus Tuan Rudi.Radit tak menggubris omelan mertuanya. Dia duduk di kursi samping supir. Tak lama ponsel Radit berbunyi. Ada nama Lucy di layar itu. Radit tersenyum lalu bergegas mengangkatnya. "Kau dan ayah sudah berangkat ke pesta?" tanya Lucy di seberang san

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Rencana Busuk

    "Tidak semua. Hanya 90 persen dari seluruhnya. Ayah masih memberiku 10 persen."Nyonya Soraya menggelengkan kepalanya dan menegakkan wajahnya dengan angkuh."Kenapa kamu seperti tidak marah dengan ketidakadilan yang ayahmu lakukan kepada kita, hah? Apakah ayahmu tidak ingat jika dia memiliki cucu lainnya? Kenapa anak yang baru muncul setelah puluhan tahun menghilang yang mendapatkan semuanya, hah?" protes Nyonya Soraya."Soraya, apakah aku harus memprotes semuanya di depan kuburan ayahku? Apakah aku harus menuntutnya padahal dirinya sudah tiada? Kamu pikir aku tidak marah? Aku marah jelas. Aku merasa tidak adil, itu juga sudah jelas. Tapi bagaimanapun aku tidak bisa berbuat apa-apa."Harris yang daritadi diam saja sekarang justru tertawa sambil mengeluarkan air matanya."Lelucon macam apa ini? Hahahaha! Aku lumpuh dan sekarang aku miskin. Sementara Radit, dia yang dulunya sampah sekarang mendadak menjadi pewaris Cakranomoto. Hahaha!"Kedua orang tua Harris beralih melihat Harris. Nyon

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Dugaan Dokter

    Sore yang mendung. Beberapa pelayat mulai silih berganti berpamitan untuk pulang. Keputusan Tuan Mandala untuk melepaskan semua alat bantu di tubuhnya membuatnya hanya bertahan beberapa jam di ruangan ICU. Radit hampir saja nekat menjadi pendonor untuk sang kakek. Hanya saja, Tuan Husen bersikeras menolaknya."Kenapa?" tanya Radit saat itu. Ia masih merasa Tuan Husen meragukannya sebagai putra di keluarga Cakranomoto."Kakekmu tidak ingin hidup dihantui rasa bersalah. Dia ingin tenang." Hanya itu jawaban dari Tuan Husen selepas menandatangani surat dari rumah sakit untuk mengurus jenazah dari mendiang sang ayah.****PLAAAKKK!"PUAS KAMU SEKARANG, HAH!" Mendadak Nyonya Soraya mendaratkan tamparan keras ke wajah Radit hingga pipi pria itu memerah. Berapa pelayat yang tersisa semua terkejut dengan tindakan Nyonya Soraya, begitu juga Tuan Husen."Soraya! Apa yang kamu lakukan, hah?" Tuan Husen naik pitam. Ia menarik paksa istrinya untuk menjauhi Radit."Suamiku, kenapa kamu masih mem

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Pesan Terakhir

    Bak petir yang menyambar di siang bolong. Tuan Husen terhuyung mendengar kabar itu. Baru saja, putranya Harris dikabarkan koma. Kini ayahnya, Tuan Mandala juga dikabarkan kritis."Aku akan menemui dokter dan melihat keadaan ayah," ucapnya kepada Nyonya Soraya.Nyonya Soraya yang duduk hanya bisa menangis."Dit, ikut denganku!" ajak Tuan Husen.Radit mengangguk pelan. Biar bagaimanapun kondisi kakeknya juga memprihatinkan. Radit tidak bisa menutup mata untuk cuek dengan keadaan genting itu.Radit pun mengikuti langkah Tuan Brando dan Tuan Husen.****Tiba di depan ruangan ICU, Radit dan Tuan Husen menunggu dokter selesai memberikan tindakan. Tak lama berselang, dokter dan suster keluar dari ruangan itu."Dokter bagaimana keadaan ayah saya?" tanya Tuan Husen."Tuan Mandala kondisinya masih belum stabil. Hanya saja–""Hanya apa dok?""Tuan Husen, apakah Anda tahu jika ayah Anda menginginkan semua alat bantu yang terpasang di tubuhnya sekarang harus dilepas?"Tuan Husen terbelalak. "Apa?

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Harris dan Karmanya

    "Kau tahu siapa aku? Aku adalah Raditya Cakranomoto.""Apa? Bagaimana mungkin ... Itu artinya kau dan Harris–""Aku tidak peduli aku dan dia memiliki hubungan darah atau tidak. Tapi perlu kau tahu, aku memiliki kekuasaan melebihi Harris. Percaya atau tidak, kalau kau berkhianat lagi kepadaku. Maka kau akan menanggung akibatnya!" kecam Radit.Radit meninggalkan Max begitu saja dari penjara bawah tanah. Max berteriak memanggilnya penuh histeris. Menjerit meminta dikasihani, sayangnya Radit tak mengindahkan.Radit berjalan ke luar gedung kosong. Tuan Brando menyambut tuan mudanya dengan mobil mewah."Kau sudah siapkan apa yang aku minta?" tanya Radit dengan wajah dinginnya."Apakah Tuan yakin kali ini pria itu tidak berkhianat kepada Anda? Jika tidak, biar saya saja yang melakukannya untuk memberi ganjaran kepada Tuan Harris," ucap Tuan Brando sedikit khawatir.Radit menggeleng."Aku ingin melihat apakah Max berani berkhianat kepadaku lagi setelah apa yang sudah ia lewati di penjara bawa

  • Kembalinya Sang Pewaris Terkaya   Jadilah Eksekutornya!

    Keluar dari kediaman keluarga Cakranomoto, Radit bergegas pulang ke rumahnya. Tuan Brando berjanji untuk membawa pulang ayah mertuanya dan memberikan hukuman untuk para penculik Tuan Rudy.Radit sedikit terkejut mendapati sang ayah terikat di depan teras rumah mereka. Bahkan mulutnya masih dilakban, matanya pun ditutupi kain pengikat."Ayah mertua!" pekiknya.Tuan Rudy gemetar ketakutan. Ia memberikan kode untuk segera dibuka semua yang membelenggunya. Dengan cekatan Radit melepaskan ikatan tangan dan penutup mata. Tak lupa lakbanpun ia buka paksa sampai Tuan Rudy mengaduh kesakitan."Pelan-pelan dong!" pekiknya."Ayah mertua baik-baik saja?" tanya Radit."Kamu kemana saja, hah? Kamu tidak tahu apa, aku baru saja melawan maut. Aku hampir mati!" curhatnya sambil menangis.Radit sebenarnya sudah tahu ceritanya. Hanya dia berpura-pura polos."Aku pergi mencari ayah. Aku juga membuat laporan ke polisi. Siapa yang melakukan ini semua, Yah? Apa ayah kenal?" tanyanya.Tuan Rudy menggeleng.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status