Radit menahan kesakitan di perutnya. Ia memeganginya sembari mencoba berdiri. Sayang, baru saja akan berhasil bangkit, satpam itu kembali menendangnya lagi."Lalat sepertimu tidak boleh mengotori toko bos saya. Pergilah ke pasar loak jika ingin membeli sepatu yang pantas untukmu!" ucap satpam itu dengan dingin.Radit mengerang. Beberapa orang yang berlalu lalang hanya bisa menjadi penonton ketimbang membantunya. Radit merasa dipermalukan. Ia meraba-raba saku celananya lalu menekan nomor ponsel seseorang. "Lihatlah! Apa pemuda itu sedang menelpon bala bantuan? Entah preman mana lagi yang ia suruh datang. Cepat panggil polisi! Aku tidak mau tokoku mereka rusak nantinya," ucap Tuan Bram sang pemilik toko kepada satpamnya.Satpam itu mengangguk. Ia menelpon pihak kepolisian yang berpatroli di sekitar wilayah mereka. "Kau benar-benar keras kepala, bukannya pergi malah mau mengajak teman-temanmu kemari. Aku sudah memanggil polisi untuk menangkapmu karena sudah membuat onar di sini!" Radi
"Hei, jangan mentang-mentang kamu dibela oleh Tuan Brando, kamu bisa seenaknya ya! geram Tuan Bram menunjuk-nunjuk ke arah Radit.Radit hanya membalas dengan senyum tengilnya. Polisi akhirnya menangkap ketiganya untuk diamankan ke kantor polisi setempat."Apakah mereka benar-benar akan ditahan?" tanya Radit kepada Tuan Brando sambil menyaksikan orang-orang yang menghinanya duduk di kursi belakang mobil polisi."Tentu tidak. Saya yakin mereka akan menggunakan pengacara dan membayar denda untuk bisa bebas, kecuali satpam itu," jelas Tuan Brando.Radit mengangguk-angguk. "Sayang sekali, padahal aku benar-benar ingin membeli sepatu di tokonya. Hmm ...." Wajah Radit terlihat sedikit berubah sendu sambil menatap toko sepatu yang menjual sepatu incarannya."Ada banyak toko sepatu terkenal seperti ini. Jika Tuan masih ingin mencari sepatu, mari saya antarkan dan temani," tawar Tuan Bram.Radit menimang-nimang tawaran Tuan Brando. "Tidak usah. Urusan sepatu biar aku mencarinya sendiri. Mungkin
Tuan David tiba di lantai lima untuk menemui direkturnya, Tuan Husen. Dia masuk dengan tergesa-gesa. Ia sudah lama ingin menjatuhkan Nona Keyla sejak lama, tapi selalu gagal dan inilah waktunya untuk menjatuhkan wanita itu. Sayangnya, saat tiba di lantai lima, Tuan David tidak menemukan Tuan Husen berada di dalam ruangannya. Ia menjadi kesal, lalu segera turun ke lantai tiga ruangannya. Betapa terkejutnya dia saat menemukan sosok Nona Keyla bersama Radit berada di departemen tempat ia bekerja. Rupanya Nona Keyla sedang memperkenalkan Radit di sana."Tuan David, kenapa Anda baru datang sekarang? Apakah Anda terbiasa untuk datang terlambat?" tegur Nona Keyla saat melihat Tuan David masuk ke ruangannya."Saya sudah datang dari tadi, Bu. Hanya saja tadi saya pergi ke toilet dulu," dalih Tuan David. "Karena Anda datang terlambat, Anda perlu saya perkenalkan dengan karyawan magang baru di departemen Anda. Mungkin tidak asing bagi Anda. Dia adalah Tuan Radit.""Karyawan magang? Bagaimana
Setibanya di rumah sakit, Radit menuju UGD, tempat di mana Lucy dan ibunya berada."Lucy! Bagaimana keadaanmu. Kamu baik-baik saja?" tanya Radit dengan wajah penuh kekhawatiran."Aku tidak apa-apa, Dit. Kepalaku sudah diobati tadi. Sedikit terluka sebab saat terjatuh, kepalaku membentur sudut meja.""Kenapa bisa kamu jatuh?" Radit kembali melontarkan pertanyaan.Belum sempat Lucy menjawab. Lebih dulu Nyonya Yessi yang terisak+isak menjawab, "Ini semua salah ibu. Salahkan ibumu saja, Nak!""Ibu ...." lirih Lucy lalu menggeleng pelan. "Semua karena kecerobohanku. Aku yang terlalu berani mencoba berdiri sebab aku pikir selama ini sudah terapi harusnya sudah ada perkembangan. Sama halnya dengan tanganku yang sudah bisa bergerak perlahan.""Ibu ada didekatmu. Ibu bahkan yang memberikan ide untuk kamu latihan berdiri sendiri agar kamu bersemangat mencobanya. Ibu terlalu emosional. Maafkan ibu.""Apa?! Ibu harusnya tahu jika tanpa terapis, berlatih sendiri itu berbahaya. Ini masih untung kep
Radit mengatupkan rapat-rapat kedua rahangnya, matanya terpejam sambil menarik napas dalam-dalam. Ia cukup tahu mengapa istrinya bereaksi demikian. Namun, tak dapat dipungkirinya ada rasa sakit di hati saat istrinya tak mempercayai kemampuannya."Apakah aku terlalu miskin di matamu sehingga kamu sangat ragu dengan operasi ini?" tanya Radit dengan rasa emosi yang bercampur-aduk.Lucy tak menjawab. Ia hanya terus menangis. "Aku hanya ingin kamu sembuh kembali. Aku tahu mimpimu sebagai desainer terkenal akan sirna jika kamu terus berada di kursi roda itu," lanjut Radit.Lucy mengusap kasar pipinya yang basah penuh air matanya."Keinginanmu itu mustahil, Dit. Kamu tahu, justru ini menyakitkanku. Harapanku untuk sembuh hanya dengan operasi semahal itu harus pupus karena aku harus menuruti keinginan kakekku untuk menikahi pemuda sepertimu. Apa aku harus memperjelas semuanya? Tolong sadar, Dit. Kita tidak akan mampu."Radit mengepalkan kuat-kuat kedua tangannya. "Aku tidak seperti yang kam
Radit merasa direndahkan. Ia lalu mengambil beberapa langkah untuk menghindari sentuhan Tuan Moel."Kenapa kalian menindas karyawan magang sepertiku? Ck. Sekarang mau apapun hubunganku dengan Bu Keyla, baik Pak David ataupun Pak Moel, memangnya mau melakukan apa?" tantang Radit melakukan perlawanan diri."Di perusahaan ini tidak ada istilah KKN. Jika terbukti Bu Keyla melanggar dengan memasukkanmu kemari karena ada hubungan diantara kalian, dapat dipastikan Bu Keyla akan dipecat," sahut Tuan Moel."Benarkah begitu? Tapi sepertinya Anda terlihat cemburu sekali kepada saya dengan Bu Keyla, Pak. Apakah cinta Anda bertepuk sebelah tangan saja? Lucu juga jika pemenangnya adalah saya, padahal saya ini miskin dan sudah beristri pula." Tuan Moel bertepuk tangan. "Wow, hebat sekali gaya ucapanmu. Bukan saya yang ditolak oleh Bu Keyla, tapi Bu Keyla lah yang saya tolak. Asal kamu tahu, dia bukan tipe saya!" Usai berucap seperti itu. Primadona yang menjadi bahan percakapan dari ketiga pria ini
"Pak Moel, sebagai manajer di departemen SDM harusnya Anda tidak gegabah memakan gosip mentah-mentah. Bukankah harusnya selain saya, Bu Keyla, Anda juga memegang salinan CV Pak Radit untuk Anda ketahui sebagai karyawan baru di departemen Anda. Bagaimana Anda melewatinya?" Tuan Husen lalu membuka map merah di atas mejanya. Pelan-pelan direktur itu membacakan semua yang tertulis di CV milik Radit."Maaf, Pak. Saya melewatkannya. Saya memang bertujuan untuk berkenalan langsung oleh sebab itu saya pergi ke bagian departemen. Sayangnya, pertemuan pertama kami, Pak Radit memberikan kesan jelek. Ia membuat ulah yang membuat Pak David menegurnya di hari kedua ini dia bekerja." Masih saja Tuan Moel mencari pembenaran agar tidak terkena teguran lagi oleh Tuan Husen."Ckck. Anda selalu melewatkan semua. Anda langsung menuduh Pak Radit begini dan begitu hanya karena gosip dan laporan Pak David. Harusnya Anda tahu jika apa yang dilakukan Pak David tidak benar. Pak David yang salah karena mengerja
Tuan Husen lalu beranjak dari meja kerjanya mendekati Radit yang tengah berdiri mematung di depan mejanya."Apakah itu sapaan yang bagus untuk perjumpaan awal kita? Sepertinya kau sangat membenciku," lirih Tuan Husen.Radit menyipitkan matanya. Lalu tersenyum tipis. "Aku hanya tidak bisa berbasa-basi untuk berpura-pura baik. Aku sama sekali merasa asing kepada Anda, Pak Direktur.""Ayolah, di ruangan ini hanya ada kamu dan saya saja. Ya, memang ini terasa canggung. Setelah puluhan tahun kita tidak pernah bertemu. Bukankah ini waktunya kita saling melakukan pendekatan?"Radit tertawa sinis. Ia menggaruk ujung pelipisnya. "Lebih tepatnya dari aku dilahirkan sampai sebesar sekarang, kau tidak pernah mencariku.""Hahaha! Bagaimana aku bisa mencarimu. Tahu engkau ada di muka bumi ini saja, tidak. Semua itu salah ibumu yang merahasiakan semuanya dan melarikan diri dariku," ucap Tuan Husen memojokkan ibunya Radit."Ck. Aku pikir setelah bertemu dan berbicara dengan Anda nantinya aku akan ber