“Aku mohon padamu, Elmo. Tolonglah aku. Pinjamkan ponselmu sebentar saja,” rengek Ben.Sejak Nyonya Jang Geum mengusulkan untuk mencari tahu gadis pujaannya melalui social media, Ben sudah bertekad akan mampir ke rumah sahabatnya, Elmo. Kali ini rencana dirinya untuk mampir ke rumah sahabatnya, adalah untuk meminjam ponsel pintarnya demi melihat social media Zora.“Kau ini kenapa, hyung? Kenapa merengek seperti anak kecil seperti itu? Tumben sekali, kau ingin meminjam ponsel pintarku,” ujar Elmo penasaran.Ben langsung menggaruk lehernya yang tidak gatal, kemudian mengacak-acak rambutnya. Kedua netranya menyiratkan kelelahan bekerja.“Aku ingin meminjam ponsel pintarmu, karena aku ingin … mmm … tolong buatkan aku sosial media. Aku juga ingin punya seperti anak-anak muda di desa ini,” kilah Ben.Elmo merasa aneh melihat tingkah laku Ben yang tak biasa. Elmo berpikir pasti ada sesuatu yang telah terjadi, sampai sahabatnya ini meminta hal yang tak pernah sama sekali ia inginkan.Yah, sej
"Ouch. Elmo kenapa kau memukulku?" tanya Ben sedikit kesal."Maafkan aku hyung. Aku hanya terkejut dengan ide gilamu. Tapi jujur saja, Aku tak yakin dengan ide ini," balas Elmo sambil terus mengutak-atik layar ponsel.Pemuda bermata sipit itu terus saja mencari beberapa status mengenai Zora. Elmo masih ingat, dalam status yang terpampang nyata di sosial media milik gadis yang digadang-gadang sebagai gadis tercantum itu pernah menulis sebuah status mengenai Ben."Kenapa kau terkejut? Bukankah hal yang normal jika seorang pria mengajak gadis yang ia suka jalan berdua?" ucap Ben dengan percaya diri.Kedua manik Elmo melirik ke arah Ben berdiri tanpa aba-aba. Tangan kanan Elmo kini menepuk kening Ben, sambil sesekali memeriksa suhu tubuh pemuda berwajah eropa.Entah harus berkata apa lagi pada sahabatnya ini. Rasanya cinta sudah membutakan jalan pikiran serta akal sehatnya. "Kau ini kenapa sih, Elmo? Aku tidak merasa pusing atau demam," gerutu Ben sambil menurunkan tangan pria bertubuh k
“Entahlah, kak. Mungkin ada baiknya jika kamu ke sekolah kami bertiga untuk menangani administrasi,” usul Brie.“Ya sudah. Semoga saja masih ada sisa untuk kebutuhan makan sehari-hari,” balas Ben.nekadEsok harinya, Ben melunasi semua kewajiban administrasi lembaga belajar-mengajar ketiga adiknya. Setidaknya dari upah bulanan yang diterima oleh Ben dari hasil keringatnya di kedai masih ada sisa sedikit.Menurut Brie, sisa uang yang ia terima dari upah kakaknya ini, tidak akan cukup untuk membayar lunas hutang-hutang ayahnya pada renteiner.Hati kecil Ben bergejolak saat Brie mengingatkan kembali akan hutang-hutang ayahnya yang belum terbayarkan, secara dirinya juga ingin membuktikan pada snag gadis pujaannya untuk memberikan hadiah sekaligus mengajaknya berkencan.“Ah iya … hutang ayah. Apa kamu tahu, berapa hutang-hutang ayah?” tanya Ben pada ketiga adiknya.“Seingatku, ayah berhutang tidak hanya pada satu orang lintah darat saja, hyung. Kalau tidak salah, sekitar sepuluh orang,” ja
"Insya Allah bisa. Lebih baik aku bekerja keras, tenagaku masih kuat dan cukup mampu melakukan serta otakku masih bisa berpikir dan menyerap hal-hal yang baru. Daripada aku harus meminta-minta. Bukankah itu juga tidak baik. Apa Kata orang di desa ini, kalau aku hanya mengandalkan kekayaan orang-orang saja," jelas Ben.Baik Elmo dan Lee paham akan jalan pikiran Ben. Tidak ada istilah meminta-minta apalagi memanfaatkan orang lain demi keuntungannya sendiri."Jika dirasa itu baik untukmu, maka lanjutkanlah. Tapi, jika kau sudah lelah … istirahat sejenaklah hyung," nasihat Lee."Terima kasih banyak Lee. Baiklah sebelum larut malam, Kami bertiga pamit. Aku takut ayah khawatir," pamit Ben.Keinginan terpendamTiba dirumah, ketiga putra Alexi langsung membersihkan diri, dan bersiap untuk makan malam. Kali ini sedikit berbeda dari makan malam sebelumnya, dimana anggota keluarga yang hadir lengkap.Tuan Alexi duduk menghadap ke arah empat anaknya, menyantap makan malam buatan putri kesayangann
“Stoopp. Kalian salah. Bukan dia yang sudah mengambil laptop salah satu pengunjung kami. Tapi pemuda yang tergeletak di bawah itulah pencurinya,” ucap seorang pria dengan rambut di kepang.Wajah Ben sudah babak belur akibat serangan bogem mentah yang bertubi-tubi dari para pejalan kaki. Belum sembuh dengan luka lebam di wajah akibat bogem mentah dari para lintah darat. Kini ia harus merasakan sakit yang begitu dahsyat.Beberapa pejalan kaki yang menyerang Ben langsung mmeminta maaf, dan beberapa orang lagi langsung mengurus pencuri untuk di bawa ke kantor pihak berwajib. Dan beberapa orang lagi membawa Ben menuju rumah sakit kecil, guna mendapatkan pertolongan, termasuk diantaranya adalah pegawai gerai.Dua jam setelah mendapatkan perawatan kecil dari dokter, Ben pun pulang bersama pegawai gerai. Pegawai gerai sengaja meminta Ben untuk mengikutinya kembali ke gerai.“Maaf kak, bisakah kakak ikut dengan saya ke gerai,” pinta pria berambut kepang.“Untuk apa? Bukankah masalahnya sudah s
“Ben … jika kamu berkenan, maukah kamu bekerja di gerai souvenir ini? Kebetulan musim panen juga masih lama. Anggap saja sebagai hadiah rasa terima kasih paman padamu,” ucap Tuan Kim setelah ia memberikan hadiah dari orang asing.Bagai tanaman kering yang disiram oleh air hujan, doa Ben untuk mencari uang tambahan dengan bekerja di tempat lain terjawab sudah. Bibirnya tersenyum merekah lebar saat pria paruh baya itu menawarkannya sebuah pekerjaan.Tanpa berpikir panjang, Ben langsung mengangguk tanda setuju. Allah seolah merestui dan melimpahkan berkat untuknya hari ini.“Baguslah, kalau kau setuju. Nah, ini adalah usaha paman yang baru. Tapi, Hmmm … kira-kira paman lihat dulu ya, kira-kira posisi yang masih belum terisi itu apa,” ucap Tuan Kim sambil mengangkat gagang telefon.Pria paruh baya itu menekan tombol nomor tujuh. Tak banyak bicara, Tuan Kim hanya meminta pegawai yang mengangkat telefonnya untuk membawakan sebuah arsip, formulir dan semua kebutuhan untuk merekrut karyawan b
“Ampun Benedict. Aku berjanji tidak akan mengganggu keluargamu kembali,” raung pria lintah darat.“Bagus. Kau pegang janjimu. Kalau sampai ada ku dengar kau mengancam keluargaku melalui anak buahmu, maka aku tak akan segan lagi melakukan yang lebih keji dari ini,” ancam Ben.Pria lintah darat itu mengangguk ketakutan. Wajahnya sudah babak belur, berikut dengan seluruh tubuhnya lebam. Ia tak mengira bahwa putra sulung dari Alexi begitu kuat serta galak.Untung saja, hutang Alxi sudah lunas, sehingga ia tak perlu berurusan dengan putranya. Malam ini merupakan hari yang buruk dan mungkin bisa jadi satu pertanda bagi pria ini untuk mengakhiri pekerjaannya sebagai lintah darat. Dengan perasaan lega, karena satu masalah ayahnya bisa teratasi. Meski masih ada sembilan masalah hutang lainnya yang belum diselesaikan. Namun, ben hanya percaya pada kekuatan doa dan kemampuan dirinya untuk bisa bekerja sebaiknya.Malam semakin larut, Ben semakin lelah untuk pulang ke rumah. Ia pun memutuskan unt
“Hallo Ben. Sudah lama menunggu ya?” sapa Zora dengan sombongnya.Ben yang sedang meneguk air mineral dalam botol kemasan, langsung menyembur sedikit air berwarna bening yang baru saja masuk ke dalam saluran tenggorokkan. Kemeja flannel berwarna merah berikut dengan kaos dalam berwarna putih basah. Ben berusaha untuk menyeka air minum yang masuk ke dalam mulut dan hidungnya yang mancung.“Zo … Zora. Akhirnya kau tiba juga. Aku pikir kau tak jadi dating untuk malam ini,” ucap Ben.“Tentu saja aku akan datang. Mana mungkin aku melupakan janji kita,” balas Zora sambil tersenyum Smirk.Senyuman lebar menyeringai dari bibir tebal Zora. Dalam benaknya begitu bahagia lantaran bisa menginjakkan kakinya di tempat sekelas internasional, dimana banyak orang asing yang kaya raya menyempatkan waktu mereka untuk sekedar menikmati hiburan film kolosal atau film drama local mereka.Ben menganggap senyuman Zora sebagai tanda bahwa Zora menerima dirinya, dan mulai membuka hati untuknya. Gadis bermata