Share

Bab 3

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-02 00:55:18

Selama Nathan dipenjara, keluarga Orton tidak berniat melepaskannya, dan bahkan menuntut keluarganya untuk mengganti rugi 2 milyar kepada mereka. Pada akhirnya, tidak ada jalan lain. Orang tua Nathan harus menjual rumah untuk mengganti rugi kepada keluarga Orton karena telah berani memukuli pewarisnya. Bahkan, mereka meminjam banyak uang, tetapi mereka tetap tidak dapat mencukupinya.

Pada akhirnya, masih tersisa hutang yang masih terus ditagih oleh keluarga Orton, dan mereka hanya bisa mencicilnya secara perlahan. Karena alasan ini, pekerjaan ayah Nathan tidak lagi tersedia, dan dia hanya dapat mencari nafkah sebagai kuli bangunan. Sementara ibunya membasuh wajahnya dengan air mata sepanjang hari, dan matanya dibutakan oleh tangisan.

Inilah sebabnya mengapa selama Nathan dipenjara, orang tuanya tidak pernah menjenguknya walau hanya sekali.

Mendengarkan ucapan ibunya, Nathan perlahan mengepalkan tinjunya, dan niat membunuh yang besar menguar dari tatapan matanya. Dia tidak pernah berpikir bahwa keluarga Orton akan begitu kejam. Dia berniat membalaskan dendam kepada keluarga mereka.

"Ma, apakah Sherly hanya diam saja, apakah dia tidak membantumu?" Nathan bertanya dengan wajah bingung.

Sherly Gunawan, adalah tunangannya yang dia selamatkan kala itu, dan dia dipenjara karena Sherly. Tidak mungkin bagi Sherly untuk melihat orang tuanya seperti ini dan acuh tak acuh, bukan?

Maria menarik nafas dalam-dalam dan berkata. "Itu …. keluarga Gunawan tidak peduli, bahkan mahar yang kita berikan, Mama sempat meminta mereka untuk mengembalikannya. Tetapi, mereka tidak memberikannya. Mereka mengatakan 'bukan salah mereka jika pernikahannya batal, itu karena kamu di penjara'. Jadi, mahar tidak bisa mereka kembalikan," lirihnya dengan mata berkaca-kaca. "Ayahmu secara khusus pergi ke kediaman Gunawan untuk berdiskusi, tapi dia malah dipukuli oleh keluarga Gunawan!"

Semakin banyak Maria berbicara, semakin pahit hatinya, dan pada akhirnya dia tidak bisa menghentikan air matanya.

'Apakah benar seperti ini?!' gumam Nathan dengan kecewa. 'Tapi, pada saat aku akan dipenjara ….'

Malam itu, keluarga Sykes berkumpul untuk merayakan keberhasilan putranya dalam karir yang tergolong begitu muda.

“Selamat atas keberhasilanmu, Nathan!” ujar Maria seraya menaikkan gelas anggurnya untuk bersulang demi mengucapkan selamat terhadap keberhasilan anak semata wayangnya. “Bisa memenangkan tender wali kota, dan bersaing dengan perusahaan besar di usia yang begitu muda, memang benar keturunan dari papamu yang paling jenius!” puji sang ibu dengan bangga.

Mendengar ucapan istrinya, ayah Nathan, David Sykes, berkata, “Itu karena Nathan anak Papa!” Pria itu mengangkat dagunya bangga. “Anakku memang pintar, ditambah didikan Papa, makanya dia jadi sehebat ini di usia yang begitu muda!”

Mendengar ucapan sang suami, Maria pun menyenggolnya menggunakan sikut. “Perasaan, yang ngurus Nathan dari kecebong hingga segede ini mama, kenapa malah papa yang bilang ini didikan papa? Papa kan kerja” goda sang istri membuat sang suami meneguk ludah.

“T-tapi kan yang ajarin Nathan soal perusahaan Papa, Mama ajarinnya yang lain,” balas ayah Nathan, sukar mengalah. Namun, melihat tatapan tajam sang istri, nyalinya pun ciut. “I-iya deh, Mama selalu menang.”

Nathan tertawa lebar mendengar percakapan ayah dan ibunya. Dia yang di masa itu masih berusia dua puluh empat tahun terlihat begitu tampan, ramah, dan murah senyum. Tidak heran begitu banyak wanita jatuh hati padanya, terlebih mengingat karirnya untuk orang seusianya termasuk sangat sukses dan menjanjikan.

Namun, hati Nathan hanya untuk satu orang, yakni tunangannya, Sherly Gunawan.

Kring~~~

Di tengah-tengah makan malam itu, ponsel Nathan tiba-tiba berbunyi. Dia meraih benda itu dari kantongnya dan melihat layar.

'Sherly Gunawan' nama yang muncul ponsel itu.

Melihat nama Sherly Gunawan di layar, Nathan pun berdiri dari kursinya. “Maaf, Ma, Pa, aku keluar sebentar untuk terima telepon,” ucapnya dengan senyum tak berdaya seraya berjalan cepat meninggalkan ruang makan.

Maria kemudian berkata. “Siapa coba telepon jam segini?” sang ibu menggerutu, “Palingan juga gadis nggak tahu sopan santun itu.”

“Hush, Mah. Jangan bicara sembarangan,” tegur sang ayah, tahu jelas siapa yang sang istri maksud. “Sherly itu adalah pilihan Nathan. Selain itu, Sherly juga gadis baik-baik, jadi dia cocok untuk Nathan.”

Mendengar ucapan sang suami, Maria hanya merengut. “Intuisi wanita itu kuat ya, Pa. Mama tuh nggak sreg sama Sherly sedari awal. Dia tuh nggak cinta tulus sama Nathan!” sang istri meneguk penuh minumannya dengan kekesalan dan berkata, “Pokoknya, jangan bilang Mama nggak peringatin Papa ya tentang gadis itu!”

Sang suami pun melirik istrinya, tapi wanita itu hanya bisa tertunduk tak berdaya. Karena menghormati keputusan dari mendiang ayah mertuanya, dia tidak bisa mengatakan apa pun.

Sementara keluarganya melanjutkan makan malam, Nathan telah berada di luar rumah dan menerima telepon dari sang tunangan. “Sherly?” sapanya dengan suara yang lembut. “Ada ap—”

[Nathan! Nathan, kamu harus menolongku!]

Kepanikan yang terdengar dari suara Sherly di ujung telepon membuat ekspresi lembut Nathan sekejap menghilang dan digantikan kekhawatiran. “Apa yang terjadi?” Dia mendengar isakan Sherly dan suara bergetar wanita itu. “Jangan panik, jelaskan keadaanmu."

[Aku … aku hampir diperkosa.]

Ucapan Sherly membuat Nathan terbelalak. “Apa?!” Kemarahan menyelimuti dirinya.

[Tapi, tapi aku berhasil melindungi diriku. Aku memukul kepala pria itu.]

Selama sesaat, Nathan merasa lega karena tunangannya baik-baik saja. Namun, wajahnya seketika memucat ketika dia mendengar lanjutan ucapan Sherly.

[Sekarang … dia tidak lagi bernapas!]

'Tidak lagi bernapas? Pria yang berusaha memperkosa Sherly … dia … mati? Kalau benar, apa pun alasannya, bukankah itu berarti Sherly akan … terlibat dengan polisi?'

[Aku tidak tahu harus bagaimana, Nathan! Aku tidak mau berurusan dengan polisi!]

Nathan mengerutkan keningnya seraya memutar otak. "Sherly, kamu tenang dulu. Jangan lakukan tindakan gegabah,” ujar pria tersebut seraya berlari ke pinggir jalanan untuk memanggil taksi. “Kirimkan lokasimu, aku akan ke sana.”

***

Hotel Northen, kamar 21.

Brak!

"Sherly!" Nathan membuka pintu dengan kencang dan bergegas masuk ke dalam kamar dengan panik.

Melihat kedatangan Nathan, Sherly bergegas memeluknya dengan erat. “Apa yang harus kita lakukan?” lirihnya dengan air mata yang mengalir.

Sekarang, di depan mata Nathan, dia memperhatikan tubuh seorang pria yang dia kenali tergeletak tak berdaya di lantai. Darah menggenangi lantai tempat kepalanya berada.

Rendy Orton, itulah nama pria yang sekarang tergeletak tak berdaya di kamar tersebut. Yang paling merepotkan adalah kenyataan bahwa pemuda itu adalah ahli waris keluarga Orton, keluarga kelas atas di Northen Vale!

Diceritakan oleh Sherly bahwa Rendy mengundangnya untuk pertemuan bisnis. Akan tetapi, di tengah perbincangan, kepala Sherly merasa pusing dan pandangannya membuyar. Dengan dalih membantu, Rendy mengantarkan Sherly ke kamar hotel lantaran gadis itu kesulitan untuk bahkan berjalan. Tidak Sherly kira bahwa Rendy yang telah memberi obat di minumannya dan berusaha untuk memerkosanya!

“Kenapa kamu mau ikut dengannya!? Tidakkah kamu tahu menjaga diri!?” bentak Nathan yang marah membayangkan sesuatu hal buruk hampir saja menimpa tunangannya.

“Aku tidak bisa berpikir, Nathan!” tangis Sherly dengan air mata memenuhi kelopaknya. “Aku sendiri tidak memikirkan apa pun saat melayangkan botol minuman itu ke kepalanya!” Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Aku tidak menyangka dia akan langsung mati!”

Nathan melirik botol yang tergeletak di samping Rendy.

"Kejadian ini harus kita laporkan kepada polisi,” ucap Nathan membuat Sherly terbelalak. “Kamu tidak salah, jadi kamu cukup tenang saja. Dengan bukti dia yang berusaha meracuni dan memerkosamu, jelas dia yang akan dinyatakan bersalah.”

"T-Tidak! Jangan lakukan itu, aku tidak mau masuk penjara!" Sherly mundur satu langkah dengan panik saat mendengar kata polisi. Gadis itu mencengkeram pundak Nathan. “Rendy adalah ahli waris keluarga Orton, mereka tidak akan melepaskanku!" Wanita itu mengguncang pundak Nathan dengan kuat. "Bukti apa? Mereka pasti akan menghancurkan semuanya dan polisi akan bekerja sama dengan mereka!”

Kepanikan Sherly membuat Nathan kesulitan berpikir dingin. Akhirnya, dia pun balas membentak, "Sherly, pihak manajemen hotel pasti akan menyadari ada yang salah di sini, cepat atau lambat mereka pasti akan menemukan mayat ini!" ucap Nathan seraya memegang tangan wanita itu. "Seseorang harus menjelaskan apa yang terjadi agar kebenaran terungkap!”

Mendengar hal ini, Sherly pun menatap kosong ke arah Nathan. Melihat keyakinan di wajah pria itu bahwa kebenaran akan terungkap, dia pun berkata, “Kalau begitu, kamu yang harus berurusan dengan polisi dan jelaskan kepada polisi kejadian ini.”

BRAK!

Saat Nathan sedang mengingat kembali kejadian lima tahun yang lalu, terdengar suara pintu yang di dobrak.

"Maria!"

Terdengar suara pria yang berteriak dengan keras.

Maria yang mendengar teriakan itu seketika memucat, wajahnya terlihat sangat ketakutan.

Nathan kebingungan melihat ekspresi wajah Maria. “Ma, siapa itu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarimudin Pramulyadi
sip lanjut
goodnovel comment avatar
Nyamuk Kecil
ini baru seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1460

    Keheningan total.Ketiga Ksatria Dosa itu membeku. Kaidar membeku. Bom informasi itu meledak di tengah-tengah mereka, mengubah seluruh narasi.Salah satu Ksatria Dosa perlahan menoleh ke arah Sancho, suaranya kini dingin dan menusuk. "Pingsan? Jadi... kau ada di sana saat dia tidak sadarkan diri?"Sancho tersentak, menyadari kesalahannya. "Aku—""Ketua Sancho," sela Kaidar, matanya yang cerdas kini berkilat seperti predator yang menemukan celah pada mangsanya. Ia melangkah mendekat, suaranya tenang namun penuh dengan bobot yang menekan. "Karena Nathan sudah pingsan di ujung tanduknya... seharusnya Anda bisa membunuhnya dengan mudah, bukan?"Ia berhenti sejenak, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara yang tegang. "Apakah Anda sudah melakukannya?"Awalnya aku memang akan membunuhnya," geram Sancho. "Tapi di tengah jalan, keluarga Arteta dan yang lebih gila lagi, keluarga Island. Mereka mati-matian melindunginya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.""Keluarga Island?" Kaidar, yang bi

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1459

    Nathan dibawa ke kediaman keluarga Island, sebuah manor terpencil yang dikelilingi oleh taman-taman yang tenang dan dinding-dinding tinggi, sebuah kedamaian di tengah dunia yang penuh kekacauan. Ia ditempatkan di sebuah kamar yang nyaman dan terawat baik.Setelah Scholar dan yang lainnya pergi, Chelsea menghampiri ayahnya, wajahnya penuh dengan kebingungan."Ayah," tanyanya. "Mengapa? Mengapa kau melanggar tradisi leluhur hanya demi satu orang? Aturan keluarga kita jelas, jangan pernah terlibat dalam perselisihan dunia bela diri."Nalan menatap putrinya, ekspresinya lembut namun tatapannya jauh. "Dunia sedang berubah, Chelsea. Terkadang, ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menjaga diri sendiri." Ia meletakkan tangannya di bahu putrinya. "Terkadang, cara terbaik untuk melindungi tamanmu sendiri adalah dengan memastikan badai tidak meratakan seluruh hutan di sekelilingnya."Ia tersenyum misterius. "Ada banyak hal yang belum kau ketahui. Fokus saja pada latihanmu."Nalan meng

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1458

    Bachira yang tadinya tegang tersentak kaget. Namun ia segera mengangguk, melangkah maju, dan dengan hati-hati mengangkat tubuh Nathan yang terkulai ke punggungnya.Melihat kesempatan emasnya direnggut di depan mata, Ryuki tidak bisa lagi menahan diri. "TIDAK AKAN KUBIARKAN!"Dengan raungan marah, ia mengangkat tangannya. Sebuah sulur kabut hitam pekat, penuh dengan energi korosif, melesat ke arah punggung Nathan yang tak berdaya."Cih, bocah bodoh!" Nalan bahkan tidak menoleh sepenuhnya. Ia hanya mengernyitkan keningnya dan melambaikan tangannya dengan gerakan bosan, seolah mengusir lalat.Sebuah gelombang kekuatan yang tak terlihat—sebuah distorsi di udara—meletus darinya. Sulur kabut hitam itu, saat bersentuhan dengan gelombang itu lenyap, terhapus dari eksistensi. Gelombang sisa kemudian menghantam Ryuki, membuatnya terlempar ke belakang dan jatuh terjerembab dengan kasar.Ryuki bangkit dengan susah payah, ia terbatuk-batuk. Ia tidak terluka parah. Nalan jelas telah menahan diri."

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1457

    "Bachira, bawa Tuan Nathan turun!" perintah Scholar, suaranya menggelegar. "Siapa pun yang berani menghalangi, BUNUH TANPA AMPUN!"Bachira mengangguk dan hendak maju, tapi Ryuki mengayunkan telapak tangannya, menciptakan dinding angin yang menghalangi jalan. "Tidak ada yang boleh membawanya pergi.""Ryuki!" maki Bachira. "Kau benar-benar tidak tahu malu! Menyerang orang yang tidak sadarkan diri! Kalau punya nyali, tunggu dia siuman dan bertarunglah dengan adil!"Sancho tertawa dingin. Ia menatap Scholar, matanya penuh dengan ancaman. "Kepala Keluarga Arteta, pikirkan baik-baik. Apakah nyawa satu orang ini sebanding dengan kehancuran seluruh keluargamu? Pergi sekarang, dan aku akan berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Jika tidak... setelah hari ini, tidak akan ada lagi keluarga Arteta di Kota Moniyan."Scholar mendengus. Ia melangkah maju, suaranya kini ditujukan bukan hanya pada Sancho, tetapi pada seluruh komunitas bela diri yang menjadi saksi. "Sancho, sebagai Ketua Martial Shrine

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1456

    Saat kabut hitam itu melesat keluar dari mayatnya, Nathan melafalkan sebuah mantra kuno. Bilah Pedang Aruna diselimuti oleh nyala api biru pucat yang dingin.Api Pemakan Jiwa.Dengan satu lambaian, api biru itu melompat dan menempel pada kabut hitam.Tidak ada suara ledakan. Hanya jeritan yang melengking, yang membuat bulu kuduk semua orang di arena merinding ngeri. Kabut hitam itu meronta-ronta saat terbakar habis dari eksistensi, hingga akhirnya lenyap tanpa bekas.Satu Ksatria Dosa telah musnah.Tiga yang tersisa menatap pemandangan itu dengan ngeri. Profesionalisme mereka hancur. Yang tersisa hanyalah kepanikan."Tinju Cakrawala!"Mereka menyerang lagi, lebih karena putus asa daripada strategi. Nathan, dengan gerakan yang sama liarnya, membalas dengan ayunan pedang yang membuat udara bergetar. Kali ini, kekuatan mereka berimbang, ledakan energi membuat kedua belah pihak mundur beberapa langkah.BANG!Namun, pertukaran itu sudah cukup. Kepercayaan diri ketiga Ksatria Dosa itu telah

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1455

    Di dalam keheningan itu, sebuah perasaan baru mulai tumbuh di hati para penonton. Banyak dari mereka yang telah lama muak dengan tirani Martial Shrine, namun terlalu takut untuk melawan. Hari ini, mereka melihat seseorang, sendirian, menantang tirani itu.“Dia adalah kemarahan yang tidak berani kami tunjukkan.”“Dia adalah perlawanan yang hanya bisa kami impikan.”Nathan telah menjadi simbol. Seorang pahlawan yang kesepian. Dan di dalam hati mereka, sebuah harapan kolektif mulai berdenyut.[Bangkitlah...Teruslah berjuang...Bangkitlah…]Seolah-olah menjawab doa bisu mereka, di tengah kawah itu, sebuah tangan yang berlumuran darah mencengkeram tepian. Perlahan, dengan gerakan yang menyakitkan, sesosok tubuh yang hancur mulai menarik dirinya keluar.Nathan bangkit.Darah menutupi seluruh tubuhnya, wajahnya nyaris tak bisa dikenali. Tapi tatapannya... tatapannya lebih dingin dan lebih tajam dari sebelumnya. Ia menatap lurus ke arah empat Ksatria Dosa yang kini menatapnya dengan campuran k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status