Share

Bab 3

Selama Nathan dipenjara, keluarga Orton tidak berniat melepaskannya, dan bahkan menuntut keluarganya untuk mengganti rugi 2 milyar kepada mereka. Pada akhirnya, tidak ada jalan lain. Orang tua Nathan harus menjual rumah untuk mengganti rugi kepada keluarga Orton karena telah berani memukuli pewarisnya. Bahkan, mereka meminjam banyak uang, tetapi mereka tetap tidak dapat mencukupinya.

Pada akhirnya, masih tersisa hutang yang masih terus ditagih oleh keluarga Orton, dan mereka hanya bisa mencicilnya secara perlahan. Karena alasan ini, pekerjaan ayah Nathan tidak lagi tersedia, dan dia hanya dapat mencari nafkah sebagai kuli bangunan. Sementara ibunya membasuh wajahnya dengan air mata sepanjang hari, dan matanya dibutakan oleh tangisan.

Inilah sebabnya mengapa selama Nathan dipenjara, orang tuanya tidak pernah menjenguknya walau hanya sekali.

Mendengarkan ucapan ibunya, Nathan perlahan mengepalkan tinjunya, dan niat membunuh yang besar menguar dari tatapan matanya. Dia tidak pernah berpikir bahwa keluarga Orton akan begitu kejam. Dia berniat membalaskan dendam kepada keluarga mereka.

"Ma, apakah Sherly hanya diam saja, apakah dia tidak membantumu?" Nathan bertanya dengan wajah bingung.

Sherly Gunawan, adalah tunangannya yang dia selamatkan kala itu, dan dia dipenjara karena Sherly. Tidak mungkin bagi Sherly untuk melihat orang tuanya seperti ini dan acuh tak acuh, bukan?

Maria menarik nafas dalam-dalam dan berkata. "Itu …. keluarga Gunawan tidak peduli, bahkan mahar yang kita berikan, Mama sempat meminta mereka untuk mengembalikannya. Tetapi, mereka tidak memberikannya. Mereka mengatakan 'bukan salah mereka jika pernikahannya batal, itu karena kamu di penjara'. Jadi, mahar tidak bisa mereka kembalikan," lirihnya dengan mata berkaca-kaca. "Ayahmu secara khusus pergi ke kediaman Gunawan untuk berdiskusi, tapi dia malah dipukuli oleh keluarga Gunawan!"

Semakin banyak Maria berbicara, semakin pahit hatinya, dan pada akhirnya dia tidak bisa menghentikan air matanya.

'Apakah benar seperti ini?!' gumam Nathan dengan kecewa. 'Tapi, pada saat aku akan dipenjara ….'

Malam itu, keluarga Sykes berkumpul untuk merayakan keberhasilan putranya dalam karir yang tergolong begitu muda.

“Selamat atas keberhasilanmu, Nathan!” ujar Maria seraya menaikkan gelas anggurnya untuk bersulang demi mengucapkan selamat terhadap keberhasilan anak semata wayangnya. “Bisa memenangkan tender wali kota, dan bersaing dengan perusahaan besar di usia yang begitu muda, memang benar keturunan dari papamu yang paling jenius!” puji sang ibu dengan bangga.

Mendengar ucapan istrinya, ayah Nathan, David Sykes, berkata, “Itu karena Nathan anak Papa!” Pria itu mengangkat dagunya bangga. “Anakku memang pintar, ditambah didikan Papa, makanya dia jadi sehebat ini di usia yang begitu muda!”

Mendengar ucapan sang suami, Maria pun menyenggolnya menggunakan sikut. “Perasaan, yang ngurus Nathan dari kecebong hingga segede ini mama, kenapa malah papa yang bilang ini didikan papa? Papa kan kerja” goda sang istri membuat sang suami meneguk ludah.

“T-tapi kan yang ajarin Nathan soal perusahaan Papa, Mama ajarinnya yang lain,” balas ayah Nathan, sukar mengalah. Namun, melihat tatapan tajam sang istri, nyalinya pun ciut. “I-iya deh, Mama selalu menang.”

Nathan tertawa lebar mendengar percakapan ayah dan ibunya. Dia yang di masa itu masih berusia dua puluh empat tahun terlihat begitu tampan, ramah, dan murah senyum. Tidak heran begitu banyak wanita jatuh hati padanya, terlebih mengingat karirnya untuk orang seusianya termasuk sangat sukses dan menjanjikan.

Namun, hati Nathan hanya untuk satu orang, yakni tunangannya, Sherly Gunawan.

Kring~~~

Di tengah-tengah makan malam itu, ponsel Nathan tiba-tiba berbunyi. Dia meraih benda itu dari kantongnya dan melihat layar.

'Sherly Gunawan' nama yang muncul ponsel itu.

Melihat nama Sherly Gunawan di layar, Nathan pun berdiri dari kursinya. “Maaf, Ma, Pa, aku keluar sebentar untuk terima telepon,” ucapnya dengan senyum tak berdaya seraya berjalan cepat meninggalkan ruang makan.

Maria kemudian berkata. “Siapa coba telepon jam segini?” sang ibu menggerutu, “Palingan juga gadis nggak tahu sopan santun itu.”

“Hush, Mah. Jangan bicara sembarangan,” tegur sang ayah, tahu jelas siapa yang sang istri maksud. “Sherly itu adalah pilihan Nathan. Selain itu, Sherly juga gadis baik-baik, jadi dia cocok untuk Nathan.”

Mendengar ucapan sang suami, Maria hanya merengut. “Intuisi wanita itu kuat ya, Pa. Mama tuh nggak sreg sama Sherly sedari awal. Dia tuh nggak cinta tulus sama Nathan!” sang istri meneguk penuh minumannya dengan kekesalan dan berkata, “Pokoknya, jangan bilang Mama nggak peringatin Papa ya tentang gadis itu!”

Sang suami pun melirik istrinya, tapi wanita itu hanya bisa tertunduk tak berdaya. Karena menghormati keputusan dari mendiang ayah mertuanya, dia tidak bisa mengatakan apa pun.

Sementara keluarganya melanjutkan makan malam, Nathan telah berada di luar rumah dan menerima telepon dari sang tunangan. “Sherly?” sapanya dengan suara yang lembut. “Ada ap—”

[Nathan! Nathan, kamu harus menolongku!]

Kepanikan yang terdengar dari suara Sherly di ujung telepon membuat ekspresi lembut Nathan sekejap menghilang dan digantikan kekhawatiran. “Apa yang terjadi?” Dia mendengar isakan Sherly dan suara bergetar wanita itu. “Jangan panik, jelaskan keadaanmu."

[Aku … aku hampir diperkosa.]

Ucapan Sherly membuat Nathan terbelalak. “Apa?!” Kemarahan menyelimuti dirinya.

[Tapi, tapi aku berhasil melindungi diriku. Aku memukul kepala pria itu.]

Selama sesaat, Nathan merasa lega karena tunangannya baik-baik saja. Namun, wajahnya seketika memucat ketika dia mendengar lanjutan ucapan Sherly.

[Sekarang … dia tidak lagi bernapas!]

'Tidak lagi bernapas? Pria yang berusaha memperkosa Sherly … dia … mati? Kalau benar, apa pun alasannya, bukankah itu berarti Sherly akan … terlibat dengan polisi?'

[Aku tidak tahu harus bagaimana, Nathan! Aku tidak mau berurusan dengan polisi!]

Nathan mengerutkan keningnya seraya memutar otak. "Sherly, kamu tenang dulu. Jangan lakukan tindakan gegabah,” ujar pria tersebut seraya berlari ke pinggir jalanan untuk memanggil taksi. “Kirimkan lokasimu, aku akan ke sana.”

***

Hotel Northen, kamar 21.

Brak!

"Sherly!" Nathan membuka pintu dengan kencang dan bergegas masuk ke dalam kamar dengan panik.

Melihat kedatangan Nathan, Sherly bergegas memeluknya dengan erat. “Apa yang harus kita lakukan?” lirihnya dengan air mata yang mengalir.

Sekarang, di depan mata Nathan, dia memperhatikan tubuh seorang pria yang dia kenali tergeletak tak berdaya di lantai. Darah menggenangi lantai tempat kepalanya berada.

Rendy Orton, itulah nama pria yang sekarang tergeletak tak berdaya di kamar tersebut. Yang paling merepotkan adalah kenyataan bahwa pemuda itu adalah ahli waris keluarga Orton, keluarga kelas atas di Northen Vale!

Diceritakan oleh Sherly bahwa Rendy mengundangnya untuk pertemuan bisnis. Akan tetapi, di tengah perbincangan, kepala Sherly merasa pusing dan pandangannya membuyar. Dengan dalih membantu, Rendy mengantarkan Sherly ke kamar hotel lantaran gadis itu kesulitan untuk bahkan berjalan. Tidak Sherly kira bahwa Rendy yang telah memberi obat di minumannya dan berusaha untuk memerkosanya!

“Kenapa kamu mau ikut dengannya!? Tidakkah kamu tahu menjaga diri!?” bentak Nathan yang marah membayangkan sesuatu hal buruk hampir saja menimpa tunangannya.

“Aku tidak bisa berpikir, Nathan!” tangis Sherly dengan air mata memenuhi kelopaknya. “Aku sendiri tidak memikirkan apa pun saat melayangkan botol minuman itu ke kepalanya!” Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Aku tidak menyangka dia akan langsung mati!”

Nathan melirik botol yang tergeletak di samping Rendy.

"Kejadian ini harus kita laporkan kepada polisi,” ucap Nathan membuat Sherly terbelalak. “Kamu tidak salah, jadi kamu cukup tenang saja. Dengan bukti dia yang berusaha meracuni dan memerkosamu, jelas dia yang akan dinyatakan bersalah.”

"T-Tidak! Jangan lakukan itu, aku tidak mau masuk penjara!" Sherly mundur satu langkah dengan panik saat mendengar kata polisi. Gadis itu mencengkeram pundak Nathan. “Rendy adalah ahli waris keluarga Orton, mereka tidak akan melepaskanku!" Wanita itu mengguncang pundak Nathan dengan kuat. "Bukti apa? Mereka pasti akan menghancurkan semuanya dan polisi akan bekerja sama dengan mereka!”

Kepanikan Sherly membuat Nathan kesulitan berpikir dingin. Akhirnya, dia pun balas membentak, "Sherly, pihak manajemen hotel pasti akan menyadari ada yang salah di sini, cepat atau lambat mereka pasti akan menemukan mayat ini!" ucap Nathan seraya memegang tangan wanita itu. "Seseorang harus menjelaskan apa yang terjadi agar kebenaran terungkap!”

Mendengar hal ini, Sherly pun menatap kosong ke arah Nathan. Melihat keyakinan di wajah pria itu bahwa kebenaran akan terungkap, dia pun berkata, “Kalau begitu, kamu yang harus berurusan dengan polisi dan jelaskan kepada polisi kejadian ini.”

BRAK!

Saat Nathan sedang mengingat kembali kejadian lima tahun yang lalu, terdengar suara pintu yang di dobrak.

"Maria!"

Terdengar suara pria yang berteriak dengan keras.

Maria yang mendengar teriakan itu seketika memucat, wajahnya terlihat sangat ketakutan.

Nathan kebingungan melihat ekspresi wajah Maria. “Ma, siapa itu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status