“Ma, siapa itu?”
“Tidak usah kamu pedulikan, cepat masuk kedalam kamar, dan jangan keluar!” Maria mendorong Nathan masuk kedalam kamar, dan mengarah ke pintu dengan raut wajah yang gelisah.Terdengar derap kaki yang kuat dan besar, terlihat sosok pria kekar dan tinggi membawa 4 sampai 5 orang yang terlihat sangar melangkah masuk."Apa kamu tuli, hah?!" Maki pria itu. “Mana uangnya?” Kamil melihat Maria dan langsung bertanya.“Tuan Kamil, sudah saya siapkan,” Maria terus mengangguk, dan meraba-raba kantong hitam yang ada di saku celananya. "I-ini …."Saat ini banyak tetangga yang sedang berkumpul dan menyaksikan, melihat kejadian itu, tapi mereka tidak berani mendekat karena takut akan terseret oleh masalah.“Para bajingan itu kembali, mereka benar-benar membuat orang seakan-akan ingin mati!”“Benar, mereka sama sekali tidak berprikemanusiaan!”“Hei, kecilkan suara kalian, mereka itu orang-orang yang diutus Keluarga Orton untuk menagih ganti rugi.”Beberapa tetangga berkumpul dan berkata dengan marah, namun tidak ada satupun yang berani ikut campur.Saat itu, Kamil mengambil sebuah kantong hitam yang ada di tangan Maria, dan membukanya.“Sialan, apa-apaan ini?” Kamil mengernyitkan keningnya, lalu membalikkan kantong itu.Didalamnya ada beberapa lembar uang pecahan dua ribu, dan juga uang koin yang berhamburan.Kamil berteriak kepada Maria. “Apa kau mencoba menguji kesabaranku?”Mendengar teriakan itu, Maria sedikit gemetar, dia memaksakan tersenyum, dia bahkan mengangguk dan membungkukkan badannya. “Tuan Kamil, uang itu sebesar lima ratus ribu, kami sudah menghitungnya. Kalau Tuan Kamil tidak percaya, Anda bisa menghitungnya.”Bugh!"Ahh!"“Omong kosong!” Kamil mengangkat kakinya dan menendang perut Maria, membuatnya langsung terjatuh ke tanah. “Menyuruhku menghitung? Aku tidak punya waktu mengurus uang receh seperti ini!”“Mama!” Nathan langsung bergegas keluar dari dalam kamar, kemudian dia memapah Maria. "Kalian bajingan! Berani menendang ibuku?!" Dia melirik Kamil dan beberapa bawahannya dengan dingin.Kamil dan beberapa bawahannya tercengang, tatapan dingin Nathan membuat mereka bergidik.“Nathan, siapa yang menyuruhmu keluar, cepat kembali kedalam, kamu tidak usah ikut campur,” Maria mencoba mendorong Nathan kembali kedalam rumah sekuat tenaga.“Ma, karena aku sudah disini, masalah ini biar aku yang urus, kamu diam dan tunggu saja!" Nathan memapah Maria ke bangku dan mendudukkannya, lalu membalikkan badannya dan menatap Kamil dengan dingin.Kamil menatap Nathan dan menatapnya dengan datar, lalu tertawa sambil berkata. “Loh, bukannya ini bocah yang memukul Tuan Muda Rendy lima tahun lalu? Tidak disangka, kamu sudah bebas!”“Tepat sekali, hari ini kamu bisa bebas, sebagai mantan pacar, kenapa kamu tidak menghadiri pernikahan wanitamu dengan Tuan Rendy?” timpalnya memprovokasi Nathan.“Pria idiot ini telah diselingkuhi.”“Hahaha …”"Sungguh ironis! Menyelamatkan wanita tercintanya, berujung dikhianati."Kamil dan beberapa bawahannya tertawa terbahak-bahak.“Apa katamu?” Nathan mengernyitkan keningnya, matanya penuh ketidakpercayaan.Kamil menatap Nathan sambil tersenyum mengejek. "Aku bilang, wanita yang kamu lindungi sampai masuk penjara itu, hari ini akan menikah dengan Tuan Muda Rendy, pernikahannya akan dilangsungkan di Hotel Northen. Apa kamu tidak mau pergi melihatnya?”Alis Nathan berkerut, kedua tangannya mengepal dengan erat. 'Jadi, pria itu tidak mati? Dia … Rendy Orton, ya?'Raut wajah Maria yang ada di belakangnya pun ikut berubah, dia terlihat marah sampai badannya pun gemetar. Bagaimanapun putranya Nathan masuk penjara karena melindungi Sherly, tidak disangka wanita itu malah berpaling dan menikahi orang lain.“Berlutut, dan minta maaf pada ibuku, dengan begitu aku akan membiarkan kalian hidup," kilatan dingin melintas di mata Nathan dan tubuhnya dipenuhi dengan aura membunuh yang kuat.Suhu disekitar mereka seolah turun beberapa derajat, membuat tawa di wajah Kamil dan yang lainnya sirna.Setelah sesaat, Kamil akhirnya tersadar, dia langsung berkata dengan murka. “Apa katamu? Kamu mau aku berlutut dan meminta maaf?”Swooosh!Sambil berkata, Kamil melayangkan sebuah tinju ke arah Nathan. Pria itu melayangkan kekuatan penuh ke arah Nathan.Bugh! Brak!"Argh!"Sebelum, pukulan Kamil mengenai Nathan, terdengar suara teriakan yang memekakkan telinga. Kamil terpental beberapa meter karena Nathan lebih dulu menendangnya dengan kuat.Kamil terkapar di tanah, sambil memegangi selangkangannya dan berteriak kesakitan, dia langsung berkeringat dingin dan tidak berhenti meraung.“Nathan, jangan berkelahi… ” Mendengar raungan Kamil, Maria segera membujuk Nathan untuk tenang.Nathan baru saja dibebaskan dari penjara karena kasus itu, bagaimana kalau sampai dia kembali dijebloskan lagi kedalam penjara karena memukuli orang?Kamil berteriak marah, dia menatap Nathan dengan penuh kemarahan dan kekejaman. “Habisi dia, bunuh dia!”Beberapa bawahan Kamil langsung bergegas menyerbu ke arah Nathan. Namun, mereka tiba-tiba berhenti saat melihat tatapan mata Nathan yang dingin dan mengerikan."Brengsek! Kenapa diam saja, cepat!" Teriak Kamil kepada para pengawalnya. "Siapapun yang bisa memukulnya dengan keras di wajahnya, aku akan memberikan 10juta untuk kalian!"Mendengar teriakan Kamil, para bawahannya memaksakan diri untuk menyerang Nathan."Jangan salahkan kami karena sudah berani menyerang bos!"Bugh! Brak! Krak!Nathan menoleh ke arah ibunya, lalu mengepalkan tangannya dan melayangkan pukulan secepat kilat, seketika para bawahan itu merasa kalau kaki mereka sudah mati rasa, mereka semua akhirnya tergeletak dengan lemas di tanah.Dan saat itu, Kamil yang melihatnya langsung tercengang, dia menatap Nathan dengan tatapan tidak percaya, aura dingin menyelimuti hatinya.Bahkan para tetangga yang sedang menyaksikan kejadian itu juga ikut membelalak tidak percaya.“Minta maaf pada ibuku!” Suara dingin Nathan kembali terdengar.Kamil ragu-ragu sesaat, tapi saat dia melihat tatapan mata Nathan yang dingin, mau tidak mau dia berlutut. “M-maaf ….”Kamil dan beberapa bawahannya meminta maaf.“Enyah dari sini!” Nathan mengibaskan tangannya!Dia tidak ingin membunuh orang didepan tetangganya, dan ibunya sendiri, dengan kemampuannya, membunuh preman kecil seperti mereka hanya semudah menjentikkan jari.Kamil yang dipapah oleh bawahannya menatap Nathan dengan penuh kebencian. "Tunggu aku, kamu akan menyesal telah membuatku seperti ini!"Pria itu tertatih-tatih dan merasa sangat tidak puas, tapi Nathan sama sekali tidak takut pada pembalasan dendam Kamil.Setelah Kamil pergi, Nathan langsung bertanya penuh cemas pada Maria. “Ibu, kamu tidak apa-apa, kan? Mereka sudah pergi.”“Aduh, kamu ini! Baru saja bebas, sudah mencari gara-gara dengan mereka lagi!” Maria segera mengoceh pada Nathan. “Cepat pungut uang yang ada di lantai, itu uang yang kita kumpulkan dengan susah payah.”Nathan berjongkok dan memunguti uang yang berserakan di lantai dan memasukkannya kembali ke dalam kantong hitam itu.“Ma, lain kali, biar aku saja yang mencari uang, Mama dan Papa istirahat saja dirumah, dan aku juga akan mencari cara untuk menyembuhkan matamu.” Nathan menyimpan kembali uang itu dan menyerahkannya kepada Maria.“Tidak perlu, Nak, kehadiranmu saja sudah cukup!” Maria berkata, lalu tiba-tiba dia mulai menangis. “Sekarang, kamu sudah pulang, hati Mama sudah tenang, kalau bukan karena merindukanmu, Mama pasti sudah mati sejak dulu …”Saat melihat ibunya menjadi seperti ini, tatapan mata Nathan mulai berapi-api, aura membunuh menguar dari dalam tubuhnya. Nathan tidak tahan lagi, dia mengepalkan tangannya dengan erat, bahkan kulit tangannya berdarah karena tusukan dari kuku tangannya.'Keluarga Orton … Keluarga Gunawan ….' kilatan cahaya berbahaya terlintas dari mata Nathan. 'Aku pasti akan membuat mereka menanggung akibatnya! Itu pasti ….'Sekujur tubuh Nathan dipenuhi dengan aura membunuh yang kuat.Keheningan total.Ketiga Ksatria Dosa itu membeku. Kaidar membeku. Bom informasi itu meledak di tengah-tengah mereka, mengubah seluruh narasi.Salah satu Ksatria Dosa perlahan menoleh ke arah Sancho, suaranya kini dingin dan menusuk. "Pingsan? Jadi... kau ada di sana saat dia tidak sadarkan diri?"Sancho tersentak, menyadari kesalahannya. "Aku—""Ketua Sancho," sela Kaidar, matanya yang cerdas kini berkilat seperti predator yang menemukan celah pada mangsanya. Ia melangkah mendekat, suaranya tenang namun penuh dengan bobot yang menekan. "Karena Nathan sudah pingsan di ujung tanduknya... seharusnya Anda bisa membunuhnya dengan mudah, bukan?"Ia berhenti sejenak, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara yang tegang. "Apakah Anda sudah melakukannya?"Awalnya aku memang akan membunuhnya," geram Sancho. "Tapi di tengah jalan, keluarga Arteta dan yang lebih gila lagi, keluarga Island. Mereka mati-matian melindunginya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.""Keluarga Island?" Kaidar, yang bi
Nathan dibawa ke kediaman keluarga Island, sebuah manor terpencil yang dikelilingi oleh taman-taman yang tenang dan dinding-dinding tinggi, sebuah kedamaian di tengah dunia yang penuh kekacauan. Ia ditempatkan di sebuah kamar yang nyaman dan terawat baik.Setelah Scholar dan yang lainnya pergi, Chelsea menghampiri ayahnya, wajahnya penuh dengan kebingungan."Ayah," tanyanya. "Mengapa? Mengapa kau melanggar tradisi leluhur hanya demi satu orang? Aturan keluarga kita jelas, jangan pernah terlibat dalam perselisihan dunia bela diri."Nalan menatap putrinya, ekspresinya lembut namun tatapannya jauh. "Dunia sedang berubah, Chelsea. Terkadang, ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menjaga diri sendiri." Ia meletakkan tangannya di bahu putrinya. "Terkadang, cara terbaik untuk melindungi tamanmu sendiri adalah dengan memastikan badai tidak meratakan seluruh hutan di sekelilingnya."Ia tersenyum misterius. "Ada banyak hal yang belum kau ketahui. Fokus saja pada latihanmu."Nalan meng
Bachira yang tadinya tegang tersentak kaget. Namun ia segera mengangguk, melangkah maju, dan dengan hati-hati mengangkat tubuh Nathan yang terkulai ke punggungnya.Melihat kesempatan emasnya direnggut di depan mata, Ryuki tidak bisa lagi menahan diri. "TIDAK AKAN KUBIARKAN!"Dengan raungan marah, ia mengangkat tangannya. Sebuah sulur kabut hitam pekat, penuh dengan energi korosif, melesat ke arah punggung Nathan yang tak berdaya."Cih, bocah bodoh!" Nalan bahkan tidak menoleh sepenuhnya. Ia hanya mengernyitkan keningnya dan melambaikan tangannya dengan gerakan bosan, seolah mengusir lalat.Sebuah gelombang kekuatan yang tak terlihat—sebuah distorsi di udara—meletus darinya. Sulur kabut hitam itu, saat bersentuhan dengan gelombang itu lenyap, terhapus dari eksistensi. Gelombang sisa kemudian menghantam Ryuki, membuatnya terlempar ke belakang dan jatuh terjerembab dengan kasar.Ryuki bangkit dengan susah payah, ia terbatuk-batuk. Ia tidak terluka parah. Nalan jelas telah menahan diri."
"Bachira, bawa Tuan Nathan turun!" perintah Scholar, suaranya menggelegar. "Siapa pun yang berani menghalangi, BUNUH TANPA AMPUN!"Bachira mengangguk dan hendak maju, tapi Ryuki mengayunkan telapak tangannya, menciptakan dinding angin yang menghalangi jalan. "Tidak ada yang boleh membawanya pergi.""Ryuki!" maki Bachira. "Kau benar-benar tidak tahu malu! Menyerang orang yang tidak sadarkan diri! Kalau punya nyali, tunggu dia siuman dan bertarunglah dengan adil!"Sancho tertawa dingin. Ia menatap Scholar, matanya penuh dengan ancaman. "Kepala Keluarga Arteta, pikirkan baik-baik. Apakah nyawa satu orang ini sebanding dengan kehancuran seluruh keluargamu? Pergi sekarang, dan aku akan berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Jika tidak... setelah hari ini, tidak akan ada lagi keluarga Arteta di Kota Moniyan."Scholar mendengus. Ia melangkah maju, suaranya kini ditujukan bukan hanya pada Sancho, tetapi pada seluruh komunitas bela diri yang menjadi saksi. "Sancho, sebagai Ketua Martial Shrine
Saat kabut hitam itu melesat keluar dari mayatnya, Nathan melafalkan sebuah mantra kuno. Bilah Pedang Aruna diselimuti oleh nyala api biru pucat yang dingin.Api Pemakan Jiwa.Dengan satu lambaian, api biru itu melompat dan menempel pada kabut hitam.Tidak ada suara ledakan. Hanya jeritan yang melengking, yang membuat bulu kuduk semua orang di arena merinding ngeri. Kabut hitam itu meronta-ronta saat terbakar habis dari eksistensi, hingga akhirnya lenyap tanpa bekas.Satu Ksatria Dosa telah musnah.Tiga yang tersisa menatap pemandangan itu dengan ngeri. Profesionalisme mereka hancur. Yang tersisa hanyalah kepanikan."Tinju Cakrawala!"Mereka menyerang lagi, lebih karena putus asa daripada strategi. Nathan, dengan gerakan yang sama liarnya, membalas dengan ayunan pedang yang membuat udara bergetar. Kali ini, kekuatan mereka berimbang, ledakan energi membuat kedua belah pihak mundur beberapa langkah.BANG!Namun, pertukaran itu sudah cukup. Kepercayaan diri ketiga Ksatria Dosa itu telah
Di dalam keheningan itu, sebuah perasaan baru mulai tumbuh di hati para penonton. Banyak dari mereka yang telah lama muak dengan tirani Martial Shrine, namun terlalu takut untuk melawan. Hari ini, mereka melihat seseorang, sendirian, menantang tirani itu.“Dia adalah kemarahan yang tidak berani kami tunjukkan.”“Dia adalah perlawanan yang hanya bisa kami impikan.”Nathan telah menjadi simbol. Seorang pahlawan yang kesepian. Dan di dalam hati mereka, sebuah harapan kolektif mulai berdenyut.[Bangkitlah...Teruslah berjuang...Bangkitlah…]Seolah-olah menjawab doa bisu mereka, di tengah kawah itu, sebuah tangan yang berlumuran darah mencengkeram tepian. Perlahan, dengan gerakan yang menyakitkan, sesosok tubuh yang hancur mulai menarik dirinya keluar.Nathan bangkit.Darah menutupi seluruh tubuhnya, wajahnya nyaris tak bisa dikenali. Tapi tatapannya... tatapannya lebih dingin dan lebih tajam dari sebelumnya. Ia menatap lurus ke arah empat Ksatria Dosa yang kini menatapnya dengan campuran k