Share

Bab 2

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-01 01:50:34

"Tuan Ace …. Jika saya boleh bertanya, hal apa yang membuat Anda datang ke kota Northen Vale ini?"

Nathan yang mendengar itu melirik ke arah Paul. Aura yang sangat mendominasi dapat terlihat dari manik matanya yang dingin.

Hal itu membuat Paul gemetar. "M-maaf jika saya lancang, Tuan. Tapi, kota Northen Vale hanyalah sebuah kota kecil jika dibandingkan dengan ibukota Northen," ujarnya dengan kaku.

Menyadari ketakutan Paul, Nathan kembali memalingkan wajahnya menatap pemandangan Kota Northen Vale dari jendela mobil dan mulai menjelaskan kedatangannya. "Northen Vale …. Ini adalah kampung halamanku," pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah Paul, tatapan matanya bertabrakan dengan netra hitam milik Paul. "Sudah lima tahun, aku tidak bertemu dengan keluargaku."

Mendengar penjelasan singkat sang dewa perang itu, Paul membelalakkan matanya. 'Apa? Tuan Ace berasal dari Northen Vale?!'

"Tuan Ace … A-aku—"

"Cukup! Berhenti memanggilku Ace, aku bukan lagi seorang pejuang seperti dulu," Nathan memotong ucapan Paul dengan datar. "Sekarang aku hanyalah rakyat biasa, Nathan Sykes."

Paul yang mendengar itu merasa sangat kagum, meskipun dia merupakan seorang panglima tingkat tinggi kemiliteran, yang jika dibandingkan dengan Ace, Paul hanyalah setitik debu. Akan tetapi, Nathan bersikap rendah hati terhadapnya.

Paul sedikit mengetahui tentang identitas Ace, yang mana saat di dalam penjara, Nathan bertemu dengan seorang pria tua yang merupakan agen dari militer. Di dalam penjara, pria tua itu selalu ditindas oleh para napi yang lain, hanya Nathan yang berani menolongnya. Sehingga, pria tua itu mengajarkan banyak seni bela diri dan menjadikannya seorang pejuang militer.

Suatu ketika, Nathan diutus untuk menjalankan sebuah misi rahasia yang diberikan secara khusus oleh Presiden. Dengan membawa pasukan elit The Falcon, dia berhasil meluluhlantakkan sebuah negara. Hingga akhirnya, Nathan mendapatkan julukan sang dewa perang, Ace!

Setengah jam telah berlalu.

"Berhenti," sahut Nathan seraya menatap sebuah kompleks perumahan yang tidak asing baginya. Sopir pun menginjak rem dengan refleks dan menghentikan laju mobil. "Aku akan berjalan kaki dari sini, aku tidak ingin membuat orang-orang mencurigaiku jika melihat keberadaanmu," ujarnya kepada Paul.

Nathan kemudian keluar dari dalam mobil, dan sopir itu mengambil koper usang miliknya.

Setelah menerima koper itu, Nathan berkata. "Terima kasih, karena telah mengantarku pulang," ujarnya menepuk pundak Paul yang berada di hadapannya.

Nathan membalikkan badannya sembari menyeret koper usang miliknya, tanpa menunggu balasan dari Paul.

Melihat itu, Paul sontak terkejut, dia pun bergegas mengejar Nathan dan berkata. "Tuan Nathan!" teriaknya yang membuat Nathan berhenti. Dia memberikan secarik kertas sembari membungkuk dengan hormat. "Tuan, ini adalah kartu namaku, Anda bisa memanggilku kapanpun jika membutuhkan bantuan. Aku akan datang dengan senang hati."

Nathan membaca secarik kertas itu, yang membuat bibirnya terangkat. "Jendral Paul Cartney," ucap Nathan menatap Paul yang langsung berdiri dengan tegap. "Senang bisa bertemu denganmu," ujarnya sembari membalikkan badannya. "Suatu saat, aku akan membutuhkan bantuanmu."

Nathan menatap gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi di hadapannya, semuanya terasa begitu asing baginya. 'Bantuan untuk menyingkirkan bedebah di kota ini,' kilatan cahaya yang berbahaya memancar dari manik matanya dengan tajam.

***

"Ibu, aku kembali," ucap Nathan seraya menatap gedung-gedung tinggi yang jauh berbeda terakhir kalinya dia melihat tempat itu.

Lima tahun yang lalu, tepatnya saat Nathan masih berusia dua puluh lima tahun, dia masih mengingat dengan jelas. Gedung-gedung tinggi itu masih sebuah sawah, rumah yang megah di sekelilingnya masih sebuah rumah biasa yang terbilang cukup mewah. Dan sekarang, semuanya berubah drastis dari apa yang dia ingat.

Setelah sekitar sepuluh menit Nathan berjalan kaki sembari menyeret koper usangnya, dia menatap sebuah rumah bobrok yang ada di hadapannya. Rumah itu masih berdiri dengan kokoh, namun banyak tumbuhan-tumbuhan liar yang mulai menjalari pagar berkarat dan lumut yang menempel di dinding. Terlihat sebuah retakan yang membuat rumah itu mencolok jika dibandingkan dengan rumah-rumah megah di sekelilingnya.

'A-apa ini?!'

Nathan menatap rumah itu dengan hati yang buruk. 'Apa yang terjadi?'

Nathan mendekati pagar berkarat itu dan memegangnya dengan erat, emosinya memuncak tinggi. "Apa ada orang?" serunya dengan suara yang keras.

Namun, kediaman itu terlihat sangat hening, sunyi dan senyap. Merasa ada yang tidak beres dengan kediamannya itu, Nathan melirik sekitar halaman rumah dengan ragu. Kemudian dia melemparkan koper usang miliknya melewati pagar besi berkarat itu dan melompatinya. Dia menyusuri jalanan menuju pintu rumahnya yang dikelilingi ilalang.

Setelah ragu-ragu untuk waktu yang lama, Nathan dengan lembut mengetuk pintu. "Ma …"

"Siapa?" Pintu terbuka, dan seorang wanita tua dengan rambut penuh uban menjulurkan kepalanya, wanita tua itu meraba-raba ke depan dengan satu tangan. "Siapa, siapa yang mengetuk pintu?"

Mata wanita tua itu tertutup, dan jelas dia tidak bisa melihat apa-apa, dia buta!

Ketika Nathan melihat wanita tua di depannya, dia tercengang, matanya terbuka lebar, dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia tidak percaya bahwa wanita tua dengan rambut putih dan wajah keriput di depannya ini sebenarnya adalah ibunya, Maria Shandi!

Hanya dalam lima tahun yang singkat, bagaimana ibunya menjadi seperti ini?

'A-apa yang terjadi?!' Nathan sontak terkejut melihat keadaan ibunya. "Ma, ini aku, aku Nathan!" Nathan melangkah maju untuk mendekati ibunya dan berteriak dengan penuh semangat.

"Nathan? Apakah itu benar-benar kamu?" Maria menyentuh wajah Nathan dengan kedua tangannya, dan air matanya tidak bisa berhenti mengalir.

"Iya, ini aku, Ma ...." Mata Nathan juga merah. "Ma, ada apa denganmu? Apa yang terjadi?"

Nathan tidak mengerti, ibunya baik-baik saja ketika dia pergi, mengapa dia menjadi seperti ini hanya dalam lima tahun?

"Nak, ceritanya panjang, ayo masuk!" Maria menarik Nathan masuk ke dalam rumah yang kumuh itu.

Melihat ruangan yang sederhana, hampir kosong, Nathan tercengang bukan main. Meskipun keluarga mereka tidak kaya, tetapi ayahnya memiliki pekerjaan formal, sehingga masih mungkin untuk mencapai kehidupan yang berkecukupan, tetapi bagaimana keluarga menjadi seperti ini sekarang?

Ketika Nathan melihat keadaan rumahnya yang bobrok dan juga ibunya yang saat ini buta, dia bertanya. "Ma, apa yang terjadi dengan keluarga kita?"

"Nathan …" Maria menghela nafas. "Setelah kamu pergi …."

Maria menceritakan masalah itu satu per satu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Boy Surjaatmadja
menarik jalan ceritanya
goodnovel comment avatar
Diah Anggraini
cerita nya keren
goodnovel comment avatar
Nyamuk Kecil
sangat terharu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1110

    Dalam sekejap, Nathan mengangkat tangannya dan menyusupkan jari-jarinya ke dalam tubuh Darwin. Dengan satu tarikan tegas, dia menyentuh dan menarik keluar kristal misterius yang tersembunyi di dalam sana.Wajah Darwin seketika berubah pucat pasi. Matanya membelalak penuh teror. “T-tidak! B-bagaimana kau masih bisa bergerak!?”Namun Nathan tak menjawab, dia menarik napas dalam, lalu mengaktifkan kijutsu. Aliran spiritual yang sempat ditarik Darwin, kini berbalik mengalir deras kembali ke tubuh Nathan. Bahkan energi milik Darwin sendiri ikut tersedot, seperti sungai yang tertelan ke laut.“T-tidak .… Ini tidak mungkin!”Darwin terguncang, tubuhnya mulai gemetar. Cahaya dari kristalnya redup, lalu padam. Dalam hitungan detik, tubuh Darwin terasa hampa, semua energi di dalamnya menghilang.Tidak lama setelah kristal itu ditarik keluar dari tubuhnya, seluruh tubuh Darwin mulai mengerut. Otot-ototnya kempis, kulitnya kehilangan warna, dan keriput merayap cepat seolah waktu puluhan tahun men

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1109

    Kraaaak!Kraak!Suara retakan halus menggema di seantero lembah.Batu-batu yang menyelimuti tubuh Darwin mulai pecah, retak satu per satu, lalu hancur menjadi debu. Tubuh raksasa itu kini tampak rapuh, terbungkuk lemah di atas tanah yang retak-retak. Luka parah mencabik sebagian tubuhnya, dan wajahnya kini kehilangan arogansi yang tadi sempat memuncak.Dengan susah payah, Darwin berusaha berdiri, napasnya berat dan tersendat. Sorot matanya berubah, bukan lagi penuh ejekan, tapi panik yang nyaris menyentuh keputusasaan.“Kemampuan apalagi yang masih kau miliki?” suaranya nyaris serak.Nathan menatapnya datar, dingin seperti ujung tombak yang dibekukan salju. “Aku?” Dia mengangkat bahunya sedikit. “Tak perlu kemampuan baru untuk menghabisimu.”Darwin terdiam, tak ada lagi jawaban. Bahkan dirinya tahu, ini akhir. Yang tak bisa dia pahami, adalah bagaimana Nathan—yang jelas belum mencapai puncak kultivasi tingkat akhir—memiliki kekuatan sedahsyat ini. Aliran energi dalam dirinya seperti t

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1108

    BAM!Serangan menghantam tubuh Darwin, namun lagi-lagi, hasilnya sama. Nathan terpental keras, tubuhnya terlempar dan menghantam tanah.Organ-organ di dalam tubuh Nathan mulai terasa bergolak.Darwin berdiri tegap, tak bergeming. “Hahaha! Aku ingin lihat berapa kali lagi kau bisa melontarkan pukulan seperti itu,” serunya dengan nada meremehkan. “Begitu energimu habis, kamu akan menjadi milikku. Energi hebatmu akan kuambil sepenuhnya!”Dengan Nathan yang mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, dan Darwin yang belum menunjukkan kelemahan, pertarungan ini akan memasuki fase paling berbahaya."Jendral, sepertinya Nathan akan segera kalah. Jika terus melayangkan pukulan sekuat itu, energinya pasti habis," Seorang anggota tim maju dan berbisik pelan kepada Paul, matanya menatap khawatir ke arah puncak gunung yang dipenuhi debu dan suara dentuman. "Darwin itu terlalu kuat! Bagaimana bisa beberapa batu busuk itu menjadi mustahil dihancurkan?" lanjutnya, nada suaranya nyaris putus asa.Paul t

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1107

    Dalam sekejap, puing-puing dan batu-batu tersebut mulai menyatu, membungkus tubuh Darwin dengan lapisan yang keras. Tidak lama kemudian, dia sudah berubah menjadi manusia batu raksasa dengan tinggi lebih dari belasan meter. Tubuhnya terbungkus penuh dengan batu-batu besar yang keras, membuatnya tampak seperti titan yang menakutkan.Dengan transformasi ini, Nathan yang berdiri di bawah kaki manusia batu itu tampak sangat kecil, hampir tidak berarti. Darwin kini berdiri kokoh, menghadapi Nathan dengan keunggulan fisik yang sangat besar. Dengan tubuh yang jauh lebih besar dan kuat, Darwin mengangkat tangan yang besar, siap menghancurkan lawannya.Di sisi lain, meskipun Nathan tampak lebih kecil, fisik baja dan kekuatan luar biasa yang mengalir dari dalam dirinya masih akan menjadi ancaman besar bagi Darwin. Keduanya bersiap untuk saling mengadu kekuatan dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya, pertarungan yang akan menentukan siapa yang benar-benar menjadi penguasa di dunia bel

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1106

    “Fisik bajanya, bahkan sudah mencapai titik seperti ini, pantas saja ada begitu banyak orang yang ingin membunuhmu,” ujar Darwin sambil menatap Nathan dengan tajam. “Kalau membiarkan kamu terus berkembang, sepertinya seluruh dunia bela diri harus dirombak dari awal!”Setelah mengatakan itu, tubuh Darwin juga mulai diselimuti oleh baju besi emas yang berkilau, menandakan peningkatan kekuatannya. “Mari kita lihat, apakah tubuh tiranku lebih hebat, atau fisik bajamu yang lebih hebat?” serunya penuh tantangan.Dengan sebuah raungan keras, energi yang tak terbatas mulai mengalir dari tubuh Darwin, meningkat dengan cepat. Begitu dia melesat ke langit, tubuhnya berubah menjadi roket yang meluncur cepat, meninggalkan jejak api di belakangnya. Suara deru angin yang keras menyusul, begitu cepat hingga orang-orang di sekitar menutup telinga mereka karena kerasnya suara itu.Nathan tidak tinggal diam. Dengan cepat, dia juga melesat ke bawah dengan tajam, menantang Darwin dalam kecepatan yang luar

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1105

    Nathan menatap Darwin dengan tatapan dingin dan tidak tergoyahkan. "Kalau kamu merasa punya kemampuan, ayo kita pergi ke pinggiran kota. Apa kamu berani?" tantang Nathan dengan suara yang mendominasi.Darwin mendengus dingin, menyeringai dengan percaya diri. "Tentu saja aku berani," jawabnya tanpa ragu.Dengan satu gerakan cepat, Nathan melompat ke udara, meninggalkan garis bayangan yang berlari menuju gunung di pinggiran kota yang sepi. Darwin tidak mau kalah, langsung mengikuti dari belakang dengan kecepatan luar biasa. Mereka berdua seperti dua kilat yang saling mengejar di udara, meninggalkan tanah yang tercabik di bawah mereka.Paul menghela napas panjang. "Mereka benar-benar tidak bisa berhenti. Aku akan membawa orang-orang untuk mengejar mereka," katanya. Tanpa buang waktu, dia memimpin timnya untuk mengikuti jejak keduanya.***Pertempuran di Puncak GunungSesampainya di gunung yang sepi, suasana berubah menjadi tegang. Begitu Darwin tiba di tempat itu, dia segera melancarkan

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1104

    Paul yang berada di dekatnya hanya bisa menyaksikan dengan ekspresi yang rumit. Dia masih mengingat pertama kali dia bertemu dengan Nathan, saat itu Nathan hanyalah pemuda biasa yang tak berarti. Namun sekarang, Nathan telah berkembang begitu pesat, mencapai kekuatan yang membuat Paul lebih menghormatinya.Sentinel, yang dipenuhi dengan amarah dan rasa kehilangan yang mendalam, menatap Darwin dengan penuh kebencian. "Darwin, aku akan membunuhmu!" teriaknya dengan suara penuh dendam.Tanpa ampun, Sentinel berlari ke arah Darwin dengan kecepatan luar biasa, seperti seekor binatang buas yang tidak mengenal rasa takut. Namun, sebelum dia sempat menyerang, Darwin yang tangguh sudah lebih dulu menggerakkan tangannya. Dengan gerakan yang begitu cepat, Darwin melayangkan tamparan keras ke kepala Sentinel.Crack!Kepala Sentinel langsung meledak, darah berciprat ke segala arah. Tubuhnya terjatuh ke tanah dengan keheningan yang mengerikan. Nathan yang menyaksikan itu, hanya bisa mengepalkan tin

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1103

    Saat Nathan dan Sentinel sedang dalam perjalanan untuk kembali ke Kota Moniyan, kegelapan sudah menyelimuti Keluarga Hufai. Di kediaman mereka, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi keluarga besar itu, kini hanya ada darah dan kehancuran.Darwin, pemimpin organisasi Fushi, berdiri dengan senyum dingin di depan mayat-mayat yang tergeletak di sekitar kediaman Keluarga Hufai. Dengan bantuan pasukannya, mereka telah membantai puluhan orang, termasuk para penghuni rumah yang tak berdaya. Beberapa gadis yang tak bersalah juga diperlakukan dengan kejam sebelum akhirnya dibunuh, seakan nyawa mereka tidak berarti apa-apa bagi para kultivator hitam ini.Saat Darwin hendak pergi, beberapa sosok berseragam militer muncul, menahan langkahnya. Paul, dengan tatapan penuh kemarahan, memandang ke arah mayat-mayat yang bergelimpangan di tanah. Wajahnya memucat, seolah darah dalam tubuhnya mengering saat ia melihat kekejaman yang baru saja terjadi."Darwin," suara Paul bergetar, namun penuh kekuatan.

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1102

    Saat itu, di luar pelabuhan, Sentinel berdiri di atas kapal yang mengayuh pelan menuju lautan luas. Matahari mulai terbenam di cakrawala, sementara gelombang laut yang tak terduga seakan menggambarkan kegelisahan dalam jiwanya. Mencari Nathan tidak hanya soal menemukan dia. Lebih dari itu, dia harus memastikan bahwa Keluarga Hufai tetap selamat.Tiba-tiba, ombak besar datang menghantam kapal, menggoyangkan tubuh Sentinel. Keheningan tiba-tiba pecah, hanya untuk digantikan oleh suara retakan kayu yang mengerikan. Di depan, di bawah langit yang gelap, muncul sosok yang tak bisa dia duga.Seseorang yang lebih dari sekadar ancaman, Nathan.Di atas kapal yang terombang-ambing itu, keringat dingin membasahi dahi Sentinel. Nathan, yang seharusnya hilang, berdiri di sana, tatapan matanya seperti api yang menyala, penuh dengan rahasia yang belum terungkap. Sebuah pertemuan yang tak terduga baginya.***Saat ini, kota Moniyan sedang berada dalam masa-masa penuh ketegangan, setiap sudutnya seaka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status