Share

Bab 2

"Tuan Ace …. Jika saya boleh bertanya, hal apa yang membuat Anda datang ke kota Northen Vale ini?"

Nathan yang mendengar itu melirik ke arah Paul. Aura yang sangat mendominasi dapat terlihat dari manik matanya yang dingin.

Hal itu membuat Paul gemetar. "M-maaf jika saya lancang, Tuan. Tapi, kota Northen Vale hanyalah sebuah kota kecil jika dibandingkan dengan ibukota Northen," ujarnya dengan kaku.

Menyadari ketakutan Paul, Nathan kembali memalingkan wajahnya menatap pemandangan Kota Northen Vale dari jendela mobil dan mulai menjelaskan kedatangannya. "Northen Vale …. Ini adalah kampung halamanku," pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah Paul, tatapan matanya bertabrakan dengan netra hitam milik Paul. "Sudah lima tahun, aku tidak bertemu dengan keluargaku."

Mendengar penjelasan singkat sang dewa perang itu, Paul membelalakkan matanya. 'Apa? Tuan Ace berasal dari Northen Vale?!'

"Tuan Ace … A-aku—"

"Cukup! Berhenti memanggilku Ace, aku bukan lagi seorang pejuang seperti dulu," Nathan memotong ucapan Paul dengan datar. "Sekarang aku hanyalah rakyat biasa, Nathan Sykes."

Paul yang mendengar itu merasa sangat kagum, meskipun dia merupakan seorang panglima tingkat tinggi kemiliteran, yang jika dibandingkan dengan Ace, Paul hanyalah setitik debu. Akan tetapi, Nathan bersikap rendah hati terhadapnya.

Paul sedikit mengetahui tentang identitas Ace, yang mana saat di dalam penjara, Nathan bertemu dengan seorang pria tua yang merupakan agen dari militer. Di dalam penjara, pria tua itu selalu ditindas oleh para napi yang lain, hanya Nathan yang berani menolongnya. Sehingga, pria tua itu mengajarkan banyak seni bela diri dan menjadikannya seorang pejuang militer.

Suatu ketika, Nathan diutus untuk menjalankan sebuah misi rahasia yang diberikan secara khusus oleh Presiden. Dengan membawa pasukan elit The Falcon, dia berhasil meluluhlantakkan sebuah negara. Hingga akhirnya, Nathan mendapatkan julukan sang dewa perang, Ace!

Setengah jam telah berlalu.

"Berhenti," sahut Nathan seraya menatap sebuah kompleks perumahan yang tidak asing baginya. Sopir pun menginjak rem dengan refleks dan menghentikan laju mobil. "Aku akan berjalan kaki dari sini, aku tidak ingin membuat orang-orang mencurigaiku jika melihat keberadaanmu," ujarnya kepada Paul.

Nathan kemudian keluar dari dalam mobil, dan sopir itu mengambil koper usang miliknya.

Setelah menerima koper itu, Nathan berkata. "Terima kasih, karena telah mengantarku pulang," ujarnya menepuk pundak Paul yang berada di hadapannya.

Nathan membalikkan badannya sembari menyeret koper usang miliknya, tanpa menunggu balasan dari Paul.

Melihat itu, Paul sontak terkejut, dia pun bergegas mengejar Nathan dan berkata. "Tuan Nathan!" teriaknya yang membuat Nathan berhenti. Dia memberikan secarik kertas sembari membungkuk dengan hormat. "Tuan, ini adalah kartu namaku, Anda bisa memanggilku kapanpun jika membutuhkan bantuan. Aku akan datang dengan senang hati."

Nathan membaca secarik kertas itu, yang membuat bibirnya terangkat. "Jendral Paul Cartney," ucap Nathan menatap Paul yang langsung berdiri dengan tegap. "Senang bisa bertemu denganmu," ujarnya sembari membalikkan badannya. "Suatu saat, aku akan membutuhkan bantuanmu."

Nathan menatap gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi di hadapannya, semuanya terasa begitu asing baginya. 'Bantuan untuk menyingkirkan bedebah di kota ini,' kilatan cahaya yang berbahaya memancar dari manik matanya dengan tajam.

***

"Ibu, aku kembali," ucap Nathan seraya menatap gedung-gedung tinggi yang jauh berbeda terakhir kalinya dia melihat tempat itu.

Lima tahun yang lalu, tepatnya saat Nathan masih berusia dua puluh lima tahun, dia masih mengingat dengan jelas. Gedung-gedung tinggi itu masih sebuah sawah, rumah yang megah di sekelilingnya masih sebuah rumah biasa yang terbilang cukup mewah. Dan sekarang, semuanya berubah drastis dari apa yang dia ingat.

Setelah sekitar sepuluh menit Nathan berjalan kaki sembari menyeret koper usangnya, dia menatap sebuah rumah bobrok yang ada di hadapannya. Rumah itu masih berdiri dengan kokoh, namun banyak tumbuhan-tumbuhan liar yang mulai menjalari pagar berkarat dan lumut yang menempel di dinding. Terlihat sebuah retakan yang membuat rumah itu mencolok jika dibandingkan dengan rumah-rumah megah di sekelilingnya.

'A-apa ini?!'

Nathan menatap rumah itu dengan hati yang buruk. 'Apa yang terjadi?'

Nathan mendekati pagar berkarat itu dan memegangnya dengan erat, emosinya memuncak tinggi. "Apa ada orang?" serunya dengan suara yang keras.

Namun, kediaman itu terlihat sangat hening, sunyi dan senyap. Merasa ada yang tidak beres dengan kediamannya itu, Nathan melirik sekitar halaman rumah dengan ragu. Kemudian dia melemparkan koper usang miliknya melewati pagar besi berkarat itu dan melompatinya. Dia menyusuri jalanan menuju pintu rumahnya yang dikelilingi ilalang.

Setelah ragu-ragu untuk waktu yang lama, Nathan dengan lembut mengetuk pintu. "Ma …"

"Siapa?" Pintu terbuka, dan seorang wanita tua dengan rambut penuh uban menjulurkan kepalanya, wanita tua itu meraba-raba ke depan dengan satu tangan. "Siapa, siapa yang mengetuk pintu?"

Mata wanita tua itu tertutup, dan jelas dia tidak bisa melihat apa-apa, dia buta!

Ketika Nathan melihat wanita tua di depannya, dia tercengang, matanya terbuka lebar, dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia tidak percaya bahwa wanita tua dengan rambut putih dan wajah keriput di depannya ini sebenarnya adalah ibunya, Maria Shandi!

Hanya dalam lima tahun yang singkat, bagaimana ibunya menjadi seperti ini?

'A-apa yang terjadi?!' Nathan sontak terkejut melihat keadaan ibunya. "Ma, ini aku, aku Nathan!" Nathan melangkah maju untuk mendekati ibunya dan berteriak dengan penuh semangat.

"Nathan? Apakah itu benar-benar kamu?" Maria menyentuh wajah Nathan dengan kedua tangannya, dan air matanya tidak bisa berhenti mengalir.

"Iya, ini aku, Ma ...." Mata Nathan juga merah. "Ma, ada apa denganmu? Apa yang terjadi?"

Nathan tidak mengerti, ibunya baik-baik saja ketika dia pergi, mengapa dia menjadi seperti ini hanya dalam lima tahun?

"Nak, ceritanya panjang, ayo masuk!" Maria menarik Nathan masuk ke dalam rumah yang kumuh itu.

Melihat ruangan yang sederhana, hampir kosong, Nathan tercengang bukan main. Meskipun keluarga mereka tidak kaya, tetapi ayahnya memiliki pekerjaan formal, sehingga masih mungkin untuk mencapai kehidupan yang berkecukupan, tetapi bagaimana keluarga menjadi seperti ini sekarang?

Ketika Nathan melihat keadaan rumahnya yang bobrok dan juga ibunya yang saat ini buta, dia bertanya. "Ma, apa yang terjadi dengan keluarga kita?"

"Nathan …" Maria menghela nafas. "Setelah kamu pergi …."

Maria menceritakan masalah itu satu per satu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
pendamping desa
oke, lanjutkan
goodnovel comment avatar
Dargombes Putra Rimba
ceritanya nampaknya cukup bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status