***
Wina langsung syok mendengar pertanyaan Darius yang ia anggap terlalu vulgar dan tak etis. Ia tolak sekuat tenaga daun pintu, dan pintu berhasil ia tutup rapat.Darius yang melihat ekspresi terkejut dan salah tingkah dari Wina langsung tersenyum sinis melangkah menjauhi pintu kamar mandi. Sepertinya ia berhasil memainkan perasaan gadis muda itu dengan sukses.Sementara Wina menyandarkan tubuhnya di balik pintu dengan tangan mengepal dan wajah yang panas dan memerah."Apa-apaan Pria tua itu? bukankah usianya sudah kepala empat? mengapa dia malah bertingkah seperti remaja pubertas? apakah dia memiliki dua kepribadian? berbeda sekali dengan dia yang kukenal beberapa waktu lalu." gerutu Wina menyisir rambutnya dengan jemarinya dari dahinya ke belakang.***Siang menjelang sore, pintu kamar diketuk,Tok, tok, tok!Wina mendongak dari kebosanannya di ranjang. Sehari semalam ia terkurung di dalam kamar, tanpa teman"Revan, bolehkah aku bertanya yang lebih serius?" "Apa itu?" "Andrea meninggal karena apa?" tanya Wina menatap wajah Revan. "Ah, beliau meninggal karena over dosis obat tidur. Setahun yang lalu kasus meninggalnya Nyonya Andrea sempat Viral di media. Namun, dengan kekuasaan yang dimiliki tuan Darius, berita itu bisa lenyap dalam waktu seminggu." "Kekuasaan? bukankah yang kaya itu Andrea?" selidik Wina penasaran. "Ya! tetapi tuan Dariuslah yang memegang tampuk kekuasaan di Perusahaan milik keluarga Mahesa. Nyonya Andrea hanya pemegang hak waris tunggal atas semua aset dan harta kempemilikan atas nama tuan Mahesa." "Ah, aku pernah dengar istilah CEO dan Presdir di drama-drama Korea. Apakah seperti itu?" "Ya, seperti itu." ucap Revan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang membuat jantung Wina kembali berdebar kencang. "Kenapa mereka bisa menikah?" "Aku belum diizinkan untuk menceritakan ini padamu. Namun, secepatnya kau pasti akan diberitahu." "Dan kau, bagaimana
***Cklek!Pintu kamar terbuka, seperti dugaan Wina, Darius benar-benar masuk ke kamar. Wina langsung memasang wajah kesal, ia melipat kedua tangannya di dada sambil duduk di tepi ranjang. Sementara Darius, masuk dan langsung berdiri di depan Wina dengan memandang wajah Wina yang tampak tak senang."Aku ingin mandi." ucap Darius sambil melonggarkan dasinya."Lantas, apakah aku harus ikut?" tanya Wina asal saja. Alih-alih mendapat bujukan atau pertanyaan 'kenapa?' dari Darius."Ya! rupanya kau mengerti.""Apa?!" tanya Wina tak percaya."Kenapa? kau keberatan?" tanya Darius tanpa merasa aneh sembari membuka jasnya."Aku bukan Isteri Anda, Tuan! sepertinya Anda selalu berfikir kalau aku ini Andrea!"Darius melangkah mendekati Wina, ia membungkuk dan menyandarkan kedua tangannya di tepi ranjang, tepat di sisi kedua paha Wina. Wajah Darius dan Wina kini saling berhadapan."Aku sadar! namun aku ingin
***Setelah selesai mandi dan berpakaian, Darius keluar dari kamar. Ia meninggalkan Wina yang berdiri di Balkon sambil melihat pemandangan petang hari. Alih-alih memandang pemandangan, Wina sebenarnya risih dan tak nyaman selalu berada di kamar berdua dengan Darius. Ketika Darius masuk ke ruang ganti, Wina langsung melangkah menjauh menuju balkon.Darius menuruni anak tangga dan melihat Bibi Noni baru saja turun dari anak tangga sebelah timur. Ia baru saja keluar dari ruang kerja Darius."Bibi! bisakah kita bicara sebentar?" panggil Darius.Bibi Noni berhenti menuruni anak tangga, kemudian ia mengangguk dan kembali melangkah turun. Setelah sampai ke lantai, ia mendekati Darius,"Ada apa, Tuan?" tanyanya dengan menundukkan wajah."Kau dari ruang kerjaku?""Ya, Tuan. Saya sedang melakukan bersih-bersih." ujar Bibi Noni seraya melirik ke alat pelnya."Bukankah semalam kau juga sudah mengepelnya?"Bibi Noni tampak melirik ke kiri dan kanan, ia tampak gusar."Ya, Tuan. Hanya saja, saya pik
***Wina berlari kecil menuju lapangan golf. Ia girang sambil meloncat-loncat kecil. Bayangan di benaknya bahwa ia dan Revan akan belajar bermain golf. Revan akan memeluknya dari belakang, memegang tangannya yang sedang menggenggam stick golf, seperti yang pernah ia tonton di beberapa adegan dalam drama favoritnya."Kupikir kau sampai lebih cepat, ternyata memakan waktu sepuluh menit untuk sampai ke sini." sapa Revan padanya dengan senyuman yang memamerkan lesung pipi di balik pipi berbulu tipisnya."Ah, kau tentu saja tahu, bahwa aku harus melewati satu Pos Penjaga dahulu sebelum sampai ke sini.""Hahaha, apakah itu Bibi Noni?""Yaa! sudahlah! kenapa kau memanggilku?""Mmmm, tidak ada! hanya butuh teman.""Wah, kau sedang main-main dengan Sandera tuan Darius.""Hahaha, tentu saja tidak! aku tak berani untuk itu. Belajar golf! kau mau?" tanya Revan sambil mengayunkan tongkat sticknya."Oke! siapa takut?
***Wina masih bengong sepeninggalan Darius, ia tidak mengerti apa yang diucapkan Darius baru saja. Namun, ia tetap tahu diri, Darius memintanya untuk segera berkemas diri, maka Wina segera beranjak dari ranjangnya dan meloncat menuju kamar mandi.Setelah selesai mandi, Wina mendapati para Pelayan tanpa Bibi Noni sedang mengemasi pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper di atas ranjangnya."Ada apa ini?" tanya Wina penasaran."Nona, segeralah berpakaian! tuan Darius sedang menunggu Anda di bawah.""Memangnya kami akan pergi kemana? kok pakaian saya dan pakaian tuan Darius dikemas dalam koper?""Kami tidak tahu, Nona." ucap salah satu Pelayan sambil terus memasukkan pakaian ke dalam koper.Wina segera masuk ke dalam ruang ganti dengan bingung.Saat turun dari tangga, ia dapati Darius sedang duduk dan Revan ada di sisinya sedang berdiri. Darius tampak sedang melihat jam tangannya, dan saat menyadari Wina tengah tur
***Darius dan Wina menyusuri jalan berbatu di tengah-tengah Pemukiman itu. Orang-orang tampak memperhatikan kedatangan mereka, sementara Darius tampak santai dan tersenyum ramah menyapa penduduk yang berpapasan satu per satu."Apakah Anda dikenal di sini, Tuan?""Tidak juga, namun aku yakin mereka tahu kalau kita berasal dari Kota dan datang ke sini untuk sekedar berwisata. Dan tujuan kita adalah Villa di atas bukit sana." ucap Darius sambil menunjuk sebuah bukit."Mereka tahu siapa pemilik Villa itu?""Mungkin ya, mungkin juga tidak. Hanya saja, aku kerap menyewakan Villa itu untuk para Pengunjung dari luar.""Ah, berarti di Villa itu bukan hanya kita berdua, kan? ada berapa Pengunjung kira-kira hari ini, Tuan?" tanya Wina sumringah.Darius menghentikan langkahnya, menoleh pada Wina."Ada dua orang." ucap Darius menatap mata Wina."Oh, baguslah! berarti ada empat orang sekarang! aku perlu mempersiapkan diri untuk berkenalan lagi dengan orang baru." ucap Wina antusias."Empat orang?"
***Pria yang tadi mengemudikan kapal dan mengantar mereka sampai ke Villa, datang membawa sampan kayu dan berteriak memanggil sambil terus mengayuh ke arah Darius dan Wina."Ah, di saat genting begini. Tuhan memberikan pertolongannya!" ucap Wina sumringah.Darius melambaikan tangan, menuntun Wina untuk segera menuruni jalan bukit."Hati-hati, Tuan, Nona!" ucap pria itu membantu mereka berdua menaiki sampan.Sampan dikayuh secepat mungkin ke Pemukiman yang datarannya lebih tinggi. Hujan masih saja deras, angin tetap dengan terpaannya, sementara petir sudah mengurangi intensitasnya.Sampailah Darius dan Wina ke salah satu rumah warga, sebuah rumah panggung."Naiklah, Tuan, Nona! ini adalah Rumah saya." ucap Pria itu sambil membantu Darius dan Wina menaiki tangga kayu rumah itu.Setelah Darius dan Wina sampai ke lantai rumah, Darius bertanya pada pria itu."Kau datang untuk kami, Jeki?" Darius akhirnya menyebut nama Pria itu."Iya, Tuan! saya khawatir. Terlebih saat melihat hantaman pet
***Jeki menatap wajah merah padam Darius dengan bingung. Mencari jawaban lewat mata tajam Darius. Ia baru mengerti bahwa ada yang salah dari pengucapannya saat melihat semua orang yang ada di rumah itu marah dan berseru agar menghukum Darius dan Wina karena telah melakukan tindakan asusila yang dianggap mencemari Desa mereka."Tu, tunggu! ini sebenarnya ada apa?" tanya Jeki dengan suara meninggi sembari mengedarkan pandangannya ke semua orang."Jeki, Tuanmu ini telah melakukan perzinahan di rumah ini dengan wanita ini. Ibumu sendiri adalah saksinya." ucap salah seorang Warga."Ha? ba, bagaimana mungkin, Tuan? bu, bukankah dia Adik Ipar Anda?" tanya Jeki tampak kecewa.Darius terdiam, menunduk dan mengalihkan pandangannya dengan mendengus kesal."Lagipula, kenapa mereka bisa diizinkan menginap di Villa tanpa adanya pengecekan kalau mereka ternyata bukan Suami Isteri? bukankah biasanya seperti itu?" tanya salah seorang Tokoh Masyarakat."Saya yang salah." ucap Jeki lemas."Kenapa kau m
***Darius yang berada di luar tampak kesal karena gedoran pintu darinya diabaikan. Ia tahu dari Tetangga sekitar, bahwa Wina dan Revan sedang berada di dalam rumah. Namun sedari tadi, tak ada satu suarapun terdengar dari dalam."Dobrak!" perintah Darius pada salah seorang anak buahnya.Revan dan Wina membuka pintu belakang perlahan. Sebelum pintu didobrak, mereka sudah keluar dan sekarang sedang berusaha memanjat pagar beton di belakang rumah.Pagar beton itu setinggi dua meter. Pagar itu membatasi daerah hutan lindung dan Pemukiman Penduduk. Jadi pagar beton itu berdiri mengelilingi sepanjang pemukiman. Mungkin salah satu gunanya, agar binatang buas tidak masuk ke pemukiman dan juga agar warga tak mudah mencemari hutan."Bagaimana caranya kita melewati pagar beton ini?" tanya Wina panik."Kita lakukan seperti waktu kita memanjat tebing di pinggir sungai malam itu!" seru Revan.Wina mengangguk, Revan segera memasang badan berjongkok di dekat Wina. Tanpa dikomando, Wina langsung naik
*** Prang! Pyar! Bruk! Andrea melempar dan membanting segala sesuatu yang ada di dekatnya. Ia marah dan tempramennya tak dapat ia kendalikan. Ia bak manusia yang tengan dirasuki setan yang merubah dirinya menjadi monster dalam sekejab. "Andrea! tenanglah, Nak! semua akan baik-baik saja!" ucap Bibi Noni mengikuti langkah Andrea khawatir. "Bagaimana bisa aku tenang, Bibi?! aku membutuhkan dua orang itu untuk kelangsungan hidupku! aku jijik dan muak selalu diasupi darah pelayan dan darah-darah sembarang orang dari bank darah! mereka harus segera ditemukan, Bibi!" teriak Andrea seperti kesetanan, rambutnya acak-acakan dan liurnya keluar berhamburan saat berbicara. "Tuan Darius sedang berusaha menemukan mereka! sabarlah!" "Bagaimana aku bisa sabar, Bibi?! sudah dua hari Revan dan Wina tak kunjung ditemukan! apakah mereka sudah mati, atau bersembunyi!" ucap Andrea mendelik. Bibi Noni segera meraih telfon nirkabel di atas meja, ia mencoba menelfon Darius yang sedang entah dimana. Beber
*** "Aaaah, Revaan, tolong aku!" pekik Wina saat menyadari tubuhnya merosot dan akhirnya kembali ke dasar tebing. Revan kembali turun, ia berusaha kembali menyeret Wina ke balik pohon tumbang itu seraya matanya tetap awas ke sekitar. "Wina! Wina! sadarlah! kumohon!" ucap Revan menepuk-nepuk pipi Wina cemas. Wina menggeleng perlahan, ia menatap wajah Revan dengan tatapan sendu. "Aku masih sadar, Revan. Hanya saja, aku sudah kehabisan tenaga. Rasa-rasanya tubuhku sudah tak bisa kugerakkan lagi." "Wina, kumohon! kerahkan sedikit lagi tenaga yang tersisa. Kita akan selamat selangkah lagi, Wina! di sekitar sungai ini, anak buahnya Darius sedang berusaha mencari kita." Revan menggenggam erat tangan Wina, ia tampak panik dan sesekali mendongakkan kepalanya ke atas pohon yang tumbang itu, untuk memastikan bahwa mereka masih aman. Wina mencoba bergerak, ia duduk dan berusaha bangkit. Beruntung hari masih gelap, hingga pergerakan mereka cukup sulit untuk terlihat. "Aku bisa, Revan! bisa!
***Suara tembakan kembali terdengar di udara. Wina menutup telinganya dengan kedua tangannya, ia menempelkan kepalanya di leher belakang Revan dengan mata memicing ketakutan."Tenanglah, Wina! jangan panik! aku akan berusaha agar kita selamat!"Revan terus berlari menerobos hutan yang lembab di malam yang gelap yang hanya disinari lampu depan mobil yang sengaja ia tinggalkan dalam keadaan masih menyala. Tanahnya yang berlumpur karena mereka berada di sekitar rawa menyebabkan langkah Revan tampak berat. Namun semangatnya untuk lari dari Darius sangat besar, ia memegang erat tubuh Wina di belakang punggungnya, matanya tajam menatap ke depan."Revan! terimakasih." ucap Wina membisik di telinga Revan."Untuk apa, Wina? jangan katakan itu dahulu, kita sedang berjuang untuk lolos." jawab Revan dengan nafas tersengal-sengal."Terimakasih telah menyelamatkanku dan percaya padaku!" ucap Wina memegang erat tubuh Revan.Wina menol
***"Lepaskan, Tuan!"Wina menolak tubuh Darius dengan sekuat tenaga. Rambutnya berantakan, kerah piyamanya serong ke pundak, ia mundur bebera langkah. Ia hapus kuat-kuat bibirnya seolah jijik dengan ciuman paksaan yang baru saja terjadi."Kau menolakku?" tanya Darius tersenyum sinis."Ya, tentu dan pasti! apa yang Anda lakukan pada tubuhku di saat aku kehilangan kesadaran kemarin malam?!""Hah! sesuatu yang wajar dilakukan oleh seorang Suami pada Isterinya. Memangnya apa lagi? mencumbumu, mer4ba seluruh tubuhmu, dan menyetvbvhimu...""Hentikan! Anda benar-benar bukan manusia, Tuan! tidakkah Anda sudah kehilangan hati nuraini? Isteri? Suami? aku bahkan tidak merasa kalau kita sudah menikah!""Hati nurani? hmmm, aku sudah lama kehilangan itu. Aku hanya memiliki amarah dan ambisi."Darius kembali melangkah mendekati Wina dengan senyuman sinisnya, spontan ia menangkap kedua pundak Wina saat Wina menyadari pergeraka
***Di dalam ruangan minim penerangan, hanya beberapa lampu temaran yang menyala di sudut-sudut ruangan di taman yang membentuk seperti goa alami itu, seorang gadis tengah mengigil gemetaran bersandar di sebuah dinding batu. Ia seolah pesakitan yang sedang sakau, membutuhkan asupan bubuk putih sesegera mungkin. Atau sesosok Vampir yang kehausan dan tengah sekarat karena belum menghisap darah manusia.Andrea berkali-kali menelfon Revan, Bibi Noni dan Darius. Sepertinya semua sedang sibuk dengan pekerjaannya dan hanya menghasilkan jawaban 'tunggu sebentar!'"Aaaahkgh!" teriak Andrea kesal. Ia lemparkan ponsel mahal itu ke lantai.Tiba-tiba ponsel itu berdering, sebuah panggilan terlihat dari layar ponsel. Andrea segera merangkak gemetaran meraih kembali ponsel itu."Hallo! Bibi, lekaslah kemari! aku sudah tidak tahan lagi."Andrea memegangi tangannya masing-masing karena perasaan dingin dan menyakitkan berpadu dengan kejang yang ia
***Pagi yang cerah. Sinar mentari pagi tanpa segan masuk menyusup celah-celah lobang angin di jendela balkon kamar utama. Tirai berbahan rami yang menjuntai menutupi jendela balkon melayang-layang terkena angin yang masuk dari pintu jendela yang tak tertutup dengan benar.Sinar mentari mengenai wajah Wina yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Rambutnya tergerai tak beraturan, tubuhnya tertutupi selimut hingga ke lehernya. Ia tiba-tiba tersentak, memeriksa seluruh tubuhnya dan panik seketika."Apa yang terjadi?!" pekiknya tertahan melirik ke kiri dan ke kanan.Wina membuka selimut itu untuk melihat kondisi tubuhnya, ia dalam keadaan telanjang sama sekali tak berpakaian. Ia perhatikan sekitar, dua lembar handuk ada di sekitar lantai seperti terlempar begitu saja. Tiga botol Wine yang sudah terbuka juga ada di atas meja, dan satu gelas yang masih berisi sedikit Wine.Ingatannya secara jelas tergambar akan kejadian semalam, ia dan Dariu
***Darius mengecup kening Wina dengan lembut, sementara Wina memicingkan matanya seakan menolak kecupan itu. Ia berusaha berontak, namun tangannya ditahan oleh Darius."Tolong, Tuan. Jika memang Anda ingin melakukannya padaku, biarkan aku dalam keadaan bersih dahulu." ucap Wina kemudian seolah mendapatkan sebuah ide. Darius seolah terhenyak, ia tersenyum dan membelai rambut Wina."Kau ingin kita mandi bersama?""Tidak! biarkan aku mandi sendiri. Aku butuh menyiapkan mentalku dahulu. Dan izinkan aku melakukannya di kamar mandi. Aku butuh sendiri! aku berjanji tidak akan lama!""Aaah, baiklah! lakukanlah! aku akan menunggumu di sini! dan pastikan kau sudah dalam keadaan siap nanti, saat keluar dari kamar mandi."Wina menghembuskan nafas lega perlahan, Permohonannya dikabulkan. Dengan perasaan takut mencoba beringsut dari ranjang, menjauhi Darius yang masih berbaring dengan bersandarkan lengan di atas ranjang sembari ters
***Wina berontak, melonjak-lonjakkan tubuh rampingnya dari gendongan Darius. Entah karena gemas bercampur bahagia, Wina langsung dijeburkan ke dalam kolam renang yang berdampingan dengan gazebo.Byuurrr!!"Hahahah! Wina, Wina! kenapa kau begitu menggemaskan sekali?! ingin sekali rasanya menggigit dan mengunyahmu! hahahah! ucap Darius kegirangan.Namun, Wina bukanlah wanita yang pandai berenang. Di tengah gelak tawa Darius yang kegirangan melihat Wina tercebur di kolam renang. Wina sedang berusaha untuk mendongakkan kepala agar tidak tenggelam. Ia berontak menggapai-gapai, meminta tolong pada Darius."Tolong! tolong aku! aku tak bisa berenang!"Darius masih dalam tawanya, ia masih tak sadar dengan keadaan Wina. Tiba-tiba,Byurrrr!Seseorang langsung masuk ke dalam kolam dan meraih tubuh Wina untuk diangkat ke permukaan."Wina! kau baik-baik saja?"Revan menggendong Wina untuk dinaikkan ke pingg