Home / Romansa / Kembang Desa di Lubang Buaya / Bab 3. Memang Demikian Kenyataannya

Share

Bab 3. Memang Demikian Kenyataannya

Author: Beyouna
last update Last Updated: 2025-02-23 14:17:31

***

Sekitar tengah malam, tepatnya pukul dua puluh tiga lewat empat puluh menit, Wina membuka matanya yang sudah tak lagi mengantuk. Ia pandangi sekitar, kembali ia mengernyitkan keningnya karena bingung dengan keadaan dimana dia berada sekarang.

"Dimana ini? apa yang terjadi? bukankah tadi aku sedang makan?" gumam Wina bertanya pada dirinya sendiri.

Kemudian ia terlonjak, melihat kembali ke sekitarnya.

"Dimana ini?! ini kamar siapa?" gumamnya kembali beranjak dari ranjang.

Ia memperhatikan ranjang yang baru saja ia tiduri. Ranjang mewah yang berbalut seprai sutra nan lembut, selimut bulu yang hangat serta bantal empuk bermacam bentuk terpajang di sisi atas ranjang itu.

Wina melangkah mundur menjauhi ranjang itu, tiba-tiba ia berhenti di depan stand mirror atau cermin besar yang berdiri dengan penyangga. Betapa terkejut Wina mendapati dirinya tengah mengenakan pakaian yang sama sekali bukan miliknya.

Sehelai pakaian tidur menyerupai Lingerie berbahan sutra dengan bordir renda di bagian dadanya. Rasa risih tentu saja dirasakan Wina, karena tidak pernah mengenakan pakaian seterbuka itu.

"Bagaimana bisa aku mengenakan pakaian ini? siapa yang menggantikanku pakaian? dimana pakaianku? dan, ada apa sebenarnya denganku?" gumam Wina ketakutan di depan cermin.

Terbayang olehnya bahwa tadi ia baru saja menyantap hidangan dengan Darius.

"Apa jangan-jangan ia yang membuatku tertidur dan seperti ini? apa yang sudah ia lakukan?" gumam Wina meremas pakaiannya.

Wina memejamkan matanya, ia hentak-hentakkan kakinya keras-keras di lantai marmer kamar itu. Terbayang olehnya apa jadinya jika ternyata Darius telah menyentuhnya dan melakukan sesuatu pada tubuhnya.

"Tidak, tidak, tidak! itu tidak mungkin! berpikirlah positif, Wina!" ucap Wina memukul-mukul kepalanya.

Wina berulang kali berlari membuka beberapa pintu. Pintu pertama yang ia buka adalah kamar mandi, kemudian ruang ganti dan terakhir pintu keluar. Namun pintu terakhir itu tampaknya dikunci dari luar.

"Tolong buka! siapapun di luar, tolong saya!" teriaknya sambil menggoncang-goncang tuas gagang pintu.

Tak ada jawaban yang ia dapatkan. Wina baru menyadari bahwa ia tengah dikurung di sebuah kamar mewah yang luasnya bahkan lebih luas daripada rumah sekaligus halamannya sekalipun.

Tuas gagang pintu perlahan bergerak, Wina melangkah mundur menatap gagang pintu itu. Kemudian pintu terbuka lebar. Tiga orang wanita berpakaian serupa masuk sambil mendorong meja yang di atasnya tersaji makanan dan botol-botol anggur. Sepertinya mereka para Pelayan di rumah ini.

Saat Wina melihat para Pelayan itu tengah mengatur posisi meja dorong itu di dekat sebuah meja bundar yang terletak di balkon kamar ini. Wina seolah menemukan jalan keluar melalui pintu yang baru saja terbuka. Wina segera berlari ke arah pintu itu. Namun sayangnya, ia langsung dicegat oleh dua orang Bodyguard yang ternyata menjaga di kedua sisi pintu.

"Tolong, lepaskan aku! aku mau pulaaang!" rengek Wina saat tubuhnya kembali dipaksa masuk ke kamar.

Revan tiba-tiba masuk seraya menyilangkan kedua tangannya di belakang.

"Kau mau pulang, lantas menikah dengan Rentenir tua itu? menjadi Isteri kelimanya?" tanya Revan melangkah santai masuk mendekat ke arah Wina yang melangkah mundur menjauh dari Revan.

"Aku dimana? kalian mau apa dariku? lantas, siapa Darius itu?" bentak Wina seraya melangkah mundur.

"Kau akan tahu nanti, silahkan kau cari tahu sedikit demi sedikit di ruang kamar ini. Ini adalah kamar utama Tuan Darius. Sebelum itu, kau harus mandi dahulu, membersihkan diri dan siap untuk didandani." jawab Revan tenang.

"Jangan katakan kalau aku akan kalian jual?!" tanya Wina curiga.

"Ck, tidak! sama sekali tidak! ada semacam ambisi Tuan Darius yang harus kau turuti. Sebuah ambisi yang akan menjadi misi untukmu agar kau selamat dari cengkraman Rentenir itu maupun dari Tuan Darius sendiri." ucap Revan sambil duduk di ranjang dengan menyilangkan kakinya.

"Ambisi?" tanya Wina semakin bingung.

"Sekitar pukul dua belas malam nanti tuan Darius akan masuk ke kamarnya. Ada hal yang akan ia bicarakan padamu. Maka dari itu, untuk kenyamanan, silahkan mandi untuk membersihkan diri. Pelayan sudah disiapkan untukmu agar kau dapat berbenah dan berhias dengan mudah dan layak." ucap Revan masih tenang dan santai.

Wina menoleh pada para Pelayan yang berdiri berbaris di sisi dinding yang di permukaannya terpajang sebuah bingkai besar berisi foto pernikahan.

Wina langsung melangkah mendekati bingkai foto itu. Foto berukuran sekitar satu kali setengah meter terpajang di sana. Kening Wina mengernyit, ia tampak tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ke, kenapa? bagaimana bisa?" tanya Wina tak percaya.

"Dia Andrea Mahesa. Isteri dari tuan Darius. Nyonya Andrea meninggal sekitar setahun yang lalu." ucap Revan sembari beringsut dari ranjang dan melangkah mendekati Wina.

"Ke, kenapa wajahnya mirip sekali denganku?" tanya Wina bingung.

"Karena dia, Saudara kembarmu." ucap Revan tanpa menoleh pada Wina. Matanya menatap foto itu seolah mengenang sesuatu.

"Apa?!" ucap Wina tak percaya.

"Kau tak percaya?!" tanya Revan menoleh pada Wina.

"Bagaimana mungkin aku memiliki Saudara kembar?" tanya Wina bingung.

"Kenyataannya memang seperti itu, kau adalah bayi penyakitan yang senagaja dipisahkan dari Saudaramu yang sehat. Kau dititipkan oleh Istri kedua dari Tuan Mahesa pada seorang Sopir pribadinya yang sampai saat ini kau panggil Kakek." ucap Revan menatap Wina.

"Apa?! kau jangan mengarang cerita!" tanya Wina ragu.

"Mengarang? itulah kenyataannya Wina! Ibu kandungmu adalah seorang gundik dari Tuan Mahesa yang akhirnya dinikahi secara resmi setelah Isteri pertamanya yang tak memiliki anak mengetahui kalau Ibumu sedang mengandung. Janin yang dikandung Ibumu ternyata kembar. Namun setelah dilahirkan, salah satu bayi itu ternyata menderita penyakit asma. Sementara satunya lagi sehat sempurna. Karena tak mau mengecewakan Tuan Mahesa, Ibumu sengaja mengatakan kalau bayinya tunggal, bukan kembar. Pihak Rumah Sakit disuap dengan sejumlah uang untuk menutupi fakta ini. Dan kau sebagai Bayi yang lahir dalam keadaan sakit itu, diserahkan pada Sopir pribadinya untuk ditaruh di Panti Asuhan. Setelah sekian tahun, fakta baru terungkap, ternyata mantan Sopir Pribadi Ibumu sama sekali tidak menaruhmu di Panti Asuhan. Mereka malah memutuskan untuk merawatmu sebagai cucu mereka." jelas Revan mengenang riwayat kelahiran Wina dan saudara kembarnya.

"Jika memang benar! ba, bagaimana bisa Ibuku memisahkan aku dari Saudara Kembarku, hanya karena aku sakit dan dia sehat? bukankah Ibuku sanggup menyuap pihak Rumah Sakit? mengapa pula Ibuku tak mampu menyembuhkan penyakitku? sedang Kakekku saja mampu memberiku pengobatan sampai sembuh. Dan, kalau dipikir-pikir, berapalah uang senilai Dua Puluh Lima Juta Rupiah pada masa itu untuk level keluarga kaya seperti Mahesa? dan, Ibu mana yang rela membuang anak kandungnya sendiri?" runtut Wina panjang lebar.

"Ck, sepertinya kau memang sangat polos, Wina! Ibumu pada masa itu sudah berusia empat puluh tahunan, hampir sebaya dengan Isteri pertama Tuan Mahesa. Kesempatan hamil dan melahirkan lagi, baginya adalah kondisi yang sangat riskan dan berbahaya. Sementara bayi yang digadang-gadang akan menjadi pewaris seluruh harta keluarga Mahesa adalah bayi yang dilahirkan Ibumu itu. Jika ia mengaku melahirkan bayi kembar sementara salah satunya menderita suatu penyakit. Sudah barang tentu, tuan Mahesa tidak akan percaya bahwa bayi satunya lagi tidak menderita penyakit bawaan yang sama. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan itu, Ibumu rela melepaskanmu." jelas Revan panjang lebar.

"Dan kau, bagaimana kau bisa tahu semua cerita itu?" selidik Wina.

"Aku mengetahuinya dari tuan Darius. Dia mengungkap ini semua untuk alasan ini, jika nanti kau tanyakan perkara ini." ucap Revan menatap mata Wina dalam.

"Dan tuan Darius, bukankah beliau terlalu tua untuk menjadi suami dari Andrea? dan, darimana pula ia tahu tentang kisah itu?" tanya Wina curiga.

"Hm, sebaiknya nanti kau tanyakan saja langsung padanya. Tugasku hanya menyampaikan ini padamu, dan silahkan bersiap-siap. Sebentar lagi tuan Darius akan masuk ke kamarnya." ucap Revan sambil melihat jam tangannya.

Revan memberikan isyarat pada para Pelayan untuk segera bergerak melayani. Wina dipinta untuk mengikuti mereka ke kamar mandi.

Sepeninggalan Revan, tanpa basa basi dan tanpa komando apa-apa, pakaian Wina segera ditanggalkan oleh salah seorang Pelayan yang tampaknya lebih senior dari dua orang lainnya. Wina tak nyaman dan sangat risih, namun wajah dingin dari Pelayan senior itu membuat Wina menurut saja dengan arahannya.

"Nona, ikuti kami ke kamar mandi!" pintanya menarik tangan Wina lembut namun tegas.

Wina menurut saja, dalam keadaan telanjang ia melangkah ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, dua orang Pelayan menaburkan kelopak-kelopak bunga di dalam bak mandi, kemudian menuangkan cairan ke dalamnya. Wina dipersilahkan masuk ke dalam bak mandi, dan dibimbing untuk berbaring.

Lilin-lilin aromaterapi dinyalakan, suasana syahdu dan menenangkan perlahan terasa. Satu orang Pelayan membasuh rambut Wina dan menuangkan cairan Sampo yang beraroma lembut nan semerbak. Tak lupa ia memijat-mijat kepala Wina, hingga perasaan santai dan tenang menjalar ke seluruh tubuh Wina. Sementara dua orang lainnya, membersihkan tubuh Wina dengan menggosok-gosok dengan spons lembut. Pelayan senior bertugas membersihkan kuku-kuku kaki dan tangan Wina dengan seksama.

"Apa kalian memang ditugaskan khusus untuk ini?" tanya Wina setelah ritual mandinya selesai.

"Tidak, kami ditugaskan untuk melayani Nona sepenuhnya." jawab si Pelayan Senior.

"Aku sudah selesai mandi, dimana aku bisa mengambil pakaianku?" tanya Wina penasaran. Berharap ia bisa menemukan pakaiannya yang ia kenakan sebelumnya.

"Di ruang sebelah, di sana Anda akan menemukan pakaian yang akan Anda kenakan, Nona." ucap Pelayan senior.

Saat Wina melangkah menuju ruang ganti, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

Tok, tok, tok!

Wina dan para Pelayan berhenti melangkah. Wina menoleh pada mereka seakan bertanya siapa gerangan yang mengetuk pintu?

"Sepertinya, Tuan Darius akan segera masuk, Nona." ucap Pelayan senior seraya menoleh ke arah pintu.

"Apa?! Dia tidak mungkin masuk ke sini, sedang diriku masih mengenakan handuk begini!" jawab Wina kaget.

______________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Eksekusi Bulan Madu

    ***"Hah, sepertinya kau tak perlu berusaha lebih keras agar aku mengabulkan keinginanmu, Wina!" ucap Darius sambil menutup panggilan di ponselnya."Kenapa?""Bibi Wina mengancamku bahwa dia akan mendatangkan Polisi ke rumahku, Jika aku tak melepaskan Revan sekarang juga.""Hah! apa orang sepertimu takut dengan Polisi? luar biasa sekali, itu sama sekali bukanlah dirimu yang kukenal.""Tidak! hanya rasa malas saja memperumit keadaan. Lagipula, aku dan kau akan bersenang-senang, bukan?""Bersenang-senang apaan?""Kau dan aku akan berbulan madu, sayang!"Darius kembali menggenggam jemari Wina, dan menariknya ke mobil. Membuka pintu depan dan menaruh telapak tangannya ke atas kepala Wina dan menekan kepala Wina agar menunduk ke bawah untuk masuk ke dalam mobil."Kenapa kau selalu memaksa!?" ucap Wina kesal setelah tubuhnya berhasil masuk ke dalam mobil."Karna aku sangat senang jika kau kesal dan b

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Negosiasi

    ***Wina membuka matanya perlahan, dahinya berkerut saat menyadari dirinya sedang terbaring di ruangan asing namun familiar."Dimana ini?" gumamnya sambil memegang dahinya yang terasa pusing.Ia melihat di punggung tangannya tertancap jarum infus, sementara saat ia menggerakkan tangannya yang satunya, ia merasa ada yang menahan. Ia menoleh, dan melihat seorang Pria tengah tertidur sambil duduk di sisi ranjangnya dengan memegang sebalah tangannya."Tuan Darius? kenapa dia malah tertidur di sini?"Wina memperhatikan sosok pria yang tertidur di sisinya itu. Sosok yang selalu membuatnya stress dan marah. Sosok yang ia benci itu malah duduk tertidur seakan sedari tadi menungguinya sampai sadar."Kalau diperhatikan sedang tertidur begini, kenapa wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan wajah seorang yang begitu mengesalkan? bengis dan kejam? dia tampak polos saat tidur." batin Wina memperhatikan wajah Darius yang sedang tertidur.

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Dia Milikku

    *** Drrttt..., drttttt, drtttt! Bibi Noni meraih ponselnya dari saku dressnya. Ia melepaskan pelukannya dari Andrea yang sudah mulai tenang dan berbaring di tempat tidur. Bibi Noni beranjak dari sisi ranjang, melangkah menjauhi Andrea untuk mengangkat panggilan telfon itu. "Ada apa? kenapa kau baru menghubungiku sekarang? kau tak tahu, di sini banyak sekali drama yang telah terjadi!" ["Maafkan aku, Bibi. Sekarang aku ada di sekitar rumah besar. Bisakah Bibi datang kemari?"] "Kau gila? aku sudah katakan bahwa di sini banyak sekali drama dan huru hara yang baru saja terjadi." ["Apa itu, Bibi?"] "Wina dinyatakan hamil, Andrea dan Draius berhubungan intim, Wina berkali-kali pingsan dan sekarang dia dilarikan ke Rumah Sakit oleh Darius. Dan Andrea yang mengetahui itu mengamuk dan menggila." ["Hamil? se, sejak kapan?"] "Kenapa? apa kau curiga bahwa itu anakmu?" ["Apa maksud, Bibi?"] "Bahkan Darius curiga bahwa janin yang sekarang dikandung oleh Wina, bukanlah darah dagi

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Ratu di Hatimu

    ***Cklek!Pintu dibuka, Wina masuk ke kamar utama setelah uring-uringan di ruang tamu dan taman. Satu tempatpun tak ada yang membuatnya merasa cocok. Perasaan pusing dan mual serta tak nyaman, kerap ia rasakan di setiap langkah di rumah besar itu.Saat dirinya telah berada di dalam kamar, matanya kemudian mengitari sekitar. Perasaan kagum dan heran ia rasakan saat melihat keadaan kamar saat itu. Semua perabotan kamar telah diganti, termasuk ranjang tidur. Yang awalnya memakai dipan model klasik dengan ukiran yang berat khas Jepara. Kini berubah menjadi ranjang minimalis namun tetap tampak mewah. Semua prabotan seolah dimodernisasi. Yang sebelumnya menggunakan perabotan klassik dengan ukiran-ukiran berat dan rumit, sekarang berubah menjadi serba modern dan minimalis."Aku hanya berada di luar kamar selama dua jam. Kapan mereka memperbarui kamar ini? aku tak melihat ada mobil pengangkutan yang membawa perabotan-perabotan ini semua? atau, apakah aku

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Godaan Andrea

    *** Andrea mendongak ke atas jendelanya. Ia melihat bulan tepat berada di atas kepalanya. "Aku bosan melihat bulan, kapan aku bisa menatap matahari yang bersinar di kepalaku? pasti sangat silau dan panas sekali." Andrea melangkah pelan, gemericik air di kolam ikan koi yang berada di sampingnya, seolah mengiringi alunan lagu berjudul Yours dari alat pemutar musik di sisi kirinya mengalun lembut. Suara merdu dari Jin BTS sangat sopan masuk ke telinga dan membuat berwarna ruangan yang sebelumnya sangat sepi itu. Every night I see you in my heart {setiap malam aku lihat dirimu dalam hati ku} Every time I do I end up crying {setiap aku melakukan sesuatu selalu berakhir dengan tangis} eodum soge neoreul bulleojumyeon {aku panggil dirimu dalam gelap} naegero deullyeooneun geon {apa yang telah didengar telinga ku}

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Gundik dan Fakta Bibi Noni

    ***"Lantas, apa kau akan mendengarkanku?" tanya Bibi Noni dengan wajah tegang."Ya! tentu saja! bukankah selama ini aku selalu mendengarkanmu?! kita bahkan tak memiliki hubungan darah, namun kau seolah seorang yang lebih berharga bagiku dari orangtuaku sendiri."Bibi Noni tersenyum tipis,"Di saat kau dicampakkan oleh keluarga Mahesa, hanya aku Orangtua yang datang mendekatimu, memintamu kembali dan menginginkan keberadaanmu di rumah ini. Di saat kau membutuhkan Pahlawan saat kebakaran dahulu, hanya Andrea yang datang tanpa ragu, tanpa perduli akan nyawanya sendiri untuk menolongmu. Dan jangan lupakan Revan! dia juga sama dengan Andrea! banyak turun tangan untuk membantumu, Tuan!""Dan, apakah Anda ingin aku menyelamatkan ketiga orang itu, dan mengabaikan Wina?""Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua.""Bukankah Wina adalah Isteriku?""Kau bahkan bersetubuh dengan Andrea, Tuan! tanpa menikahinya! tegany

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Anak Siapa yang Kau Kandung?

    ***Darius menahan amarahnya, ia tahan sampai enggan berdiri di sisi Wina lebih lama, ia memilih berdiri di balkon sembari matanya memandang ke bawah. Ia sedang menunggu Dokter pribadinya datang.Sementara Bibi Noni, mengompres kening Wina dengan senyuman tipis yang seolah tak bisa ia sembunyikan. Ia juga membersihkan tubuh Wina dengan mengusap-usapnya dengan air yang sudah dibubuhi antiseptik."Aku tak sabar ingin mendengar kepastian dari Dokter pribadi tuan Darius, bahwa kau benar-benar hamil, Wina." gumam Bibi Noni tersenyum. "Tapi kau hamil anak siapa? hmmmmm, ini pasti akan sangat menarik."Tak berapa lama kemudian, Dokter pribadi Darius tiba, ia masuk dan bertegur sapa dengan Darius. Bibi Noni permisi untuk keluar sambil membawa kembali nampan berisi handuk yang ia bawa sebelumnya."Bagaimana keadaan Isteri saya, Dokter?" tanya Darius tampak tak sabar setelah Dokter itu selesai memeriksa Wina."Apa Nyonya akhir-akhir ini te

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Kumenemukanmu

    ***"Aku melihat foto Andrea di dompetmu, tadi.""Itu, itu foto yang sudah sangat lama di situ.""Waktu kita ada di gubuk malam itu, aku bertanya padamu apakah kau menyukai Andrea? kau tak menjawab. Apakah inilah jawaban sebenarnya?""Wina! Pencopet itu sudah lari sangat jauh!"Revan tak menghiraukan lagi pertanyaan Wina. Ia berlari kencang, entah itu karena benar-benar ingin mengejar Copet itu, atau menghindar dari cecaran pertanyaan Wina."Revan! tunggu! bisa-bisanya kau meninggalkanku!"Wina ngos-ngosan mengejar Revan yang sudah menghilang ditelan tikungan tajam. Dan saat ia sudah melewati tikungan itu, ia dapati Revan tengah meninju Pencopet itu.Buk! Bak!"Revaan!" teriak Wina.Revan menoleh sambil memegang kerah baju Pencopet itu."Wina! aku dapatkan Pencopet itu!""Ampuun, Kak! ampuuun!" mohon Pencopetan itu tak berdaya. Wajahnya kini lebam dan hidungnya berdarah.

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Pelarian

    ***Wina dan Revan segera beranjak sebelum induk babi itu menyadari keberadaan mereka berdua di sekitar kandangnya. Mereka seolah diberi kesempatan waktu untuk berlari dari Anak Buah Darius dan serudukan induk babi itu"Sekarang kita kemana, Revan?""Entahlah! aku tak yakin akan berlari lewat jalan lintas di sana. Hanya saja, di hutan inipun sama saja! mereka, anak buah tuan Darius pasti akan kembali lagi ke sini.""Lantas, apa yang kau fikirkan sekarang?"Revan berkacak pinggang, matanya mengitari sekitar. Tiba-tiba matanya berbinar dan bibirnya tersenyum merekah. Ia melihat seorang Nelayan ikan lewat menggunakan sampan kayunya. Sepertinya Nelayan itu hendak pergi ke Pasar untuk menjual hasil tangkapannya."Ayo, Wina!""Kemana?"Wina mengikuti saja arah tarikan tangan Revan menuruni jalan menuju sungai."Pak! permisi, kami boleh menumpang?" seru Revan pada Nelayan yang sedang mengayuh itu.Nel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status