Home / Romansa / Kembang Desa di Lubang Buaya / BAB 2. Lepas dari Mulut Buaya, Masuk ke Kandang Harimau

Share

BAB 2. Lepas dari Mulut Buaya, Masuk ke Kandang Harimau

Author: Beyouna
last update Last Updated: 2025-02-23 14:15:47

***

Wina dimasukkan ke dalam mobil, demikian Pria itu, tanpa menjawab pertanyaan Pak Gondo, ia segera berbalik badan dan melangkah menuju mobilnya. Pintu mobil dibuka oleh salah seorang Bodyguardnya, Pria itu segera naik, di sebelahnya Wina didudukkan tak sadarkan diri.

"Ke, kenapa Anda tak menjawab? hey! siapa kalian?!" tanya Pak Gondo seraya melangkah berusaha mendekat ke mobil namun tampak ragu.

Mobil offroad double cabin itu melaju kencang. Meninggalkan Pak Gondo sendirian di jalan dengan para Bodyguard dan Sopirnya yang terkapar akibat dihajar oleh Bodyguard pria itu tadi.

"Akh! si4lan! siapa dia? kenapa aku merasa terintimidasi hanya dengan melihat matanya saja?!" gumam Pak Gondo kesal seraya menyapu wajahnya yang kuyup terkena hujan.

Mobil offroad double cabin itu melaju kencang. Sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke jalan utama menuju Kota. Wina perlahan tersadar. Ia mendesis dan memegangi kepalanya yang sepertinya pusing karena efek bius.

"Kau sudah sadar?" tanya Pria itu tanpa menoleh ke Wina.

Wina yang mulai menyadari dirinya kembali berada di dalam Mobil, segera mendelik. Melihat ke sekitarnya seolah berusaha mengembalikan ingatannya. Ia heran, mengapa pria di sisinya bukanlah Pak Gondo.

"Siapa Anda?!" tanya Wina takut sambil beringsut ke belakang.

"Ah, Wina! seharusnya kau berterimakasih kepadaku. Aku telah menyelamatkanmu dari Tua Bangka itu." ucap Pria itu santai.

"Terimakasih? di, dimana ini? pak, Pak Gondo? bagaimana dengan dia?" tanya Wina gelagapan dan bingung.

"Sudahlah! Kau akan segera kami antarkan pada Bos kami. Seorang yang sejak enam bulan ini mencari tahu tentangmu. Kau cukup tenang saja, duduk dengan diam dan jangan berontak!" ucap Pria itu tenang namun mengintimidasi.

"Bos?! katamu kau menyelamatkanku? lantas mengapa kau malah mengantarkanku ke Bosmu? kenapa?" tanya Wina heran.

Pria itu tak menjawab, ia sibuk mengecek ponselnya.

Wina menelan ludahnya berat, kerongkongannya terasa kering, ia bahkan tak dapat berkata apa-apa lagi demi menyadari keadaannya di dalam mobil yang mungkin tidak lebih baik dibanding bersama pak Gondo.

Pria di sampingnya kini bukanlah seorang seperti pak Gondo. Meski tampak tenang dan tidak searogan pak Gondo, Pria ini dingin dan terkesan menyeramkan, misterius dan auranya mengintimidasi. Wajahnya tampan, sekilas hampir saja Wina mengira kalau Pria di sisinya ini adalah seorang Selebritis. Mirip sekali dengan aktor tampan Refal Hady. Namun kesadaran Wina segera kembali, ia cemas dan takut berada di sisi Pria ini.

Mobil terus melaju di atas aspal yang mulus. Hujan mulai merendahkan intensitasnya, petir kini berubah menjadi guruh yang hanya sesekali bersuara Suasana malam kian dingin dan mencekam seiring deru mobil yang tampaknya sudah sampai ke tujuan.

Sebuah rumah semi klasik berwarna putih gading dengan ornamen batu-batuan menghiasi permukaan dinding dan lantai rumah itu. Halaman menyerupai taman bunga terbentang luas melebihi luas rumah yang sebenarnya sudah cukup besar.

"Selamat datang di kediaman Bos kami, Wina. Tuan Darius sudah menunggumu di dalam." ucap Pria itu sembari membuka pintu mobil.

"Tuan Darius? siapa dia?!" tanya Wina tak kalah bingung.

"Dia adalah Bos kami, yang mengutus kami untuk membawamu padanya." ucap Pria itu sambil turun dan mengulurkan tangan pada Wina untuk membantunya turun.

Wina meraih tangan Pria itu, dan turun perlahan. Ia perhatikan sekitar, ia sekarang berada di sebuah halaman rumah khas orang kaya yang sering ia saksikan di Televisi. Pria itu kemudian melangkah untuk memasuki rumah, sementara Wina masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Sedang kau, siapa namamu?" tanya Wina penasaran.

"Namaku, Revan." ucap Pria itu tanpa menoleh ke arah Wina dan terus melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga menuju pintu utama.

Wina menelan ludahnya, ia masih berdiri diam di tempat. Namun, ia merasa di awasi di segala sudut di halaman itu. Segera ia berlari kecil mengikuti langkah Revan.

Di sepanjang mengikuti langkah Revan, Wina seakan dibuat melongo dan tak henti-hentinya terkagum-kagum dengan suasana, furniture dan arsitektur rumah itu. Ia kerap hampir menabrak punggung Revan tiap kali mengedarkan pandangan ke penjuru rumah.

Revan melangkahkan kakinya ke ruang makan. Di sana duduk seorang Pria di kursi utama, sedang menyantap makan malamnya.

"Tuan Darius, kami telah melaksanakan tugas kami. Wanita ini sudah ada di sini." ucap Revan.

Revan yang tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Wina yang ada di belakangnya spontan menabrak punggung Revan sekali lagi. Ia sedari tadi kehilangan fokus karena kerap memandang ke seluruh penjuru rumah.

"Ah, maaf!" ucap Wina kesekian kalinya.

Revan hanya melirik namun tak mengatakan apapun. Ia fokus menghadap ke Darius.

"Terimakasih Revan Adikku! kau boleh pergi sekarang!" ucap Darius menghentikan makannya.

Wina melihat seorang pria tengah duduk di kursi utama sebuah meja makan yang panjang. Seorang pria matang berusia sekitar empat puluh tahunan. Meski tampak sudah berumur, pria itu tak kalah tampan dari Revan. Kharismanya memancar dan wajahnya teduh menampakkan kedewasaan dan kematangan. Sekilas wajah pria ini mirip dengan aktor India kawakan Sunnil Setty yang berewokan dan dingin.

Wina diarahkan oleh Revan agar duduk di kursi yang ada di sebelah kanan Darius. Sebuah piring sudah ada di meja Wina. Sementara makanan terhidang di sepanjang meja makan itu.

"Kau lapar?" tanya Darius melihat ke arah Wina yang menatap makanan di depannya dengan beberapa kali menelan ludah.

Wina menggeleng, ia melihat ke arah Darius dengan tatapan takut dan canggung.

"Aku akan menjelaskan kenapa kau dibawa ke sini, nanti. Makanlah dahulu. Aku yakin sedari siang, kau tak makan." ucap Darius mempersilahkan Wina untuk menyantap hidangan di depannya.

"Siapa Anda?" tanya Wina canggung dan gugup.

"Seseorang yang membutuhkanmu." ucap Darius tenang.

Darius meraih sendok nasi dan meletakkan nasi ke piring Wina sebanyak dua sendok. Kemudian Darius kembali meraih sendok sayur, meletakkan beberapa potong brokoli dan wortel di atas piring Wina lagi. Namun, saat Darius meraih pisau untuk memotong bebek packing, Wina segera menyela,

"Biarkan saya mengambil bagian itu, Tuan." ucap Wina gugup.

"Oh, ya? baiklah. Saya hanya ingin agar kau segera makan. Lagipula, aku membutuhkanmu, maka kau harus baik-baik saja." ucapnya sembari menyatukan kedua jemari tangannya di atas meja.

Wina mencoba makan sesuap meski ragu, namun rasa lapar ternyata membuatnya tak mampu berlaku malu dan ragu di depan Darius. Perutnya seolah mendapat rangsangan untuk kembali berdendang saat suapan pertama masuk ke dalam mulut.

Setelah makan, seolah kenyang merangsang kantuk datang. Wina merasa matanya tak dapat ia kendalikan, rasa kantuk begitu berat melanda.

"Kau baik-baik saja?" tanya Darius memegang jemari Wina.

Seketika Wina tersentak mendapati sentuhan tangan Darius di jemarinya. Namun, rasa pusing dan kantuk seakan tak kuasa ia kendalikan. Wina seketika ambruk menjatuhkan kepalanya di atas meja makan.

Darius tersenyum, memperhatikan gadis berusia dua puluh dua tahun itu di depannya. Gadis yang akan ia gunakan untuk ambisinya. Ia kemudian mendongak ke atas dan menjentikkan jarinya. Revan yang mendengar itu langsung melangkah mendekati meja makan.

"Dia tertidur, Tuan?" tanya Revan memeriksa keadaan Wina.

"Yah! dia menyantap bebek packing itu dengan lahapnya. Aku menaruh bubuk obat tidur di sana. Sampaikan pada Bibi di dapur, agar membuang bebek packing itu nanti." ucap Darius beranjak dari duduknya.

"Lantas, kemana gadis ini akan saya bawa, Tuan? apakah ke kamar Tamu?" tanya Revan bingung.

Darius berhenti melangkah, ia tampak memikirkan pertanyaan dari Revan itu. Kemudian ia menoleh sedikit namun tetap memunggungi Revan,

"Tidak! bawa dia ke kamarku." ucap Darius melangkah pergi meninggalkan meja makan.

______________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Eksekusi Bulan Madu

    ***"Hah, sepertinya kau tak perlu berusaha lebih keras agar aku mengabulkan keinginanmu, Wina!" ucap Darius sambil menutup panggilan di ponselnya."Kenapa?""Bibi Wina mengancamku bahwa dia akan mendatangkan Polisi ke rumahku, Jika aku tak melepaskan Revan sekarang juga.""Hah! apa orang sepertimu takut dengan Polisi? luar biasa sekali, itu sama sekali bukanlah dirimu yang kukenal.""Tidak! hanya rasa malas saja memperumit keadaan. Lagipula, aku dan kau akan bersenang-senang, bukan?""Bersenang-senang apaan?""Kau dan aku akan berbulan madu, sayang!"Darius kembali menggenggam jemari Wina, dan menariknya ke mobil. Membuka pintu depan dan menaruh telapak tangannya ke atas kepala Wina dan menekan kepala Wina agar menunduk ke bawah untuk masuk ke dalam mobil."Kenapa kau selalu memaksa!?" ucap Wina kesal setelah tubuhnya berhasil masuk ke dalam mobil."Karna aku sangat senang jika kau kesal dan b

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Negosiasi

    ***Wina membuka matanya perlahan, dahinya berkerut saat menyadari dirinya sedang terbaring di ruangan asing namun familiar."Dimana ini?" gumamnya sambil memegang dahinya yang terasa pusing.Ia melihat di punggung tangannya tertancap jarum infus, sementara saat ia menggerakkan tangannya yang satunya, ia merasa ada yang menahan. Ia menoleh, dan melihat seorang Pria tengah tertidur sambil duduk di sisi ranjangnya dengan memegang sebalah tangannya."Tuan Darius? kenapa dia malah tertidur di sini?"Wina memperhatikan sosok pria yang tertidur di sisinya itu. Sosok yang selalu membuatnya stress dan marah. Sosok yang ia benci itu malah duduk tertidur seakan sedari tadi menungguinya sampai sadar."Kalau diperhatikan sedang tertidur begini, kenapa wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan wajah seorang yang begitu mengesalkan? bengis dan kejam? dia tampak polos saat tidur." batin Wina memperhatikan wajah Darius yang sedang tertidur.

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Dia Milikku

    *** Drrttt..., drttttt, drtttt! Bibi Noni meraih ponselnya dari saku dressnya. Ia melepaskan pelukannya dari Andrea yang sudah mulai tenang dan berbaring di tempat tidur. Bibi Noni beranjak dari sisi ranjang, melangkah menjauhi Andrea untuk mengangkat panggilan telfon itu. "Ada apa? kenapa kau baru menghubungiku sekarang? kau tak tahu, di sini banyak sekali drama yang telah terjadi!" ["Maafkan aku, Bibi. Sekarang aku ada di sekitar rumah besar. Bisakah Bibi datang kemari?"] "Kau gila? aku sudah katakan bahwa di sini banyak sekali drama dan huru hara yang baru saja terjadi." ["Apa itu, Bibi?"] "Wina dinyatakan hamil, Andrea dan Draius berhubungan intim, Wina berkali-kali pingsan dan sekarang dia dilarikan ke Rumah Sakit oleh Darius. Dan Andrea yang mengetahui itu mengamuk dan menggila." ["Hamil? se, sejak kapan?"] "Kenapa? apa kau curiga bahwa itu anakmu?" ["Apa maksud, Bibi?"] "Bahkan Darius curiga bahwa janin yang sekarang dikandung oleh Wina, bukanlah darah dagi

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Ratu di Hatimu

    ***Cklek!Pintu dibuka, Wina masuk ke kamar utama setelah uring-uringan di ruang tamu dan taman. Satu tempatpun tak ada yang membuatnya merasa cocok. Perasaan pusing dan mual serta tak nyaman, kerap ia rasakan di setiap langkah di rumah besar itu.Saat dirinya telah berada di dalam kamar, matanya kemudian mengitari sekitar. Perasaan kagum dan heran ia rasakan saat melihat keadaan kamar saat itu. Semua perabotan kamar telah diganti, termasuk ranjang tidur. Yang awalnya memakai dipan model klasik dengan ukiran yang berat khas Jepara. Kini berubah menjadi ranjang minimalis namun tetap tampak mewah. Semua prabotan seolah dimodernisasi. Yang sebelumnya menggunakan perabotan klassik dengan ukiran-ukiran berat dan rumit, sekarang berubah menjadi serba modern dan minimalis."Aku hanya berada di luar kamar selama dua jam. Kapan mereka memperbarui kamar ini? aku tak melihat ada mobil pengangkutan yang membawa perabotan-perabotan ini semua? atau, apakah aku

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Godaan Andrea

    *** Andrea mendongak ke atas jendelanya. Ia melihat bulan tepat berada di atas kepalanya. "Aku bosan melihat bulan, kapan aku bisa menatap matahari yang bersinar di kepalaku? pasti sangat silau dan panas sekali." Andrea melangkah pelan, gemericik air di kolam ikan koi yang berada di sampingnya, seolah mengiringi alunan lagu berjudul Yours dari alat pemutar musik di sisi kirinya mengalun lembut. Suara merdu dari Jin BTS sangat sopan masuk ke telinga dan membuat berwarna ruangan yang sebelumnya sangat sepi itu. Every night I see you in my heart {setiap malam aku lihat dirimu dalam hati ku} Every time I do I end up crying {setiap aku melakukan sesuatu selalu berakhir dengan tangis} eodum soge neoreul bulleojumyeon {aku panggil dirimu dalam gelap} naegero deullyeooneun geon {apa yang telah didengar telinga ku}

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Gundik dan Fakta Bibi Noni

    ***"Lantas, apa kau akan mendengarkanku?" tanya Bibi Noni dengan wajah tegang."Ya! tentu saja! bukankah selama ini aku selalu mendengarkanmu?! kita bahkan tak memiliki hubungan darah, namun kau seolah seorang yang lebih berharga bagiku dari orangtuaku sendiri."Bibi Noni tersenyum tipis,"Di saat kau dicampakkan oleh keluarga Mahesa, hanya aku Orangtua yang datang mendekatimu, memintamu kembali dan menginginkan keberadaanmu di rumah ini. Di saat kau membutuhkan Pahlawan saat kebakaran dahulu, hanya Andrea yang datang tanpa ragu, tanpa perduli akan nyawanya sendiri untuk menolongmu. Dan jangan lupakan Revan! dia juga sama dengan Andrea! banyak turun tangan untuk membantumu, Tuan!""Dan, apakah Anda ingin aku menyelamatkan ketiga orang itu, dan mengabaikan Wina?""Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua.""Bukankah Wina adalah Isteriku?""Kau bahkan bersetubuh dengan Andrea, Tuan! tanpa menikahinya! tegany

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Anak Siapa yang Kau Kandung?

    ***Darius menahan amarahnya, ia tahan sampai enggan berdiri di sisi Wina lebih lama, ia memilih berdiri di balkon sembari matanya memandang ke bawah. Ia sedang menunggu Dokter pribadinya datang.Sementara Bibi Noni, mengompres kening Wina dengan senyuman tipis yang seolah tak bisa ia sembunyikan. Ia juga membersihkan tubuh Wina dengan mengusap-usapnya dengan air yang sudah dibubuhi antiseptik."Aku tak sabar ingin mendengar kepastian dari Dokter pribadi tuan Darius, bahwa kau benar-benar hamil, Wina." gumam Bibi Noni tersenyum. "Tapi kau hamil anak siapa? hmmmmm, ini pasti akan sangat menarik."Tak berapa lama kemudian, Dokter pribadi Darius tiba, ia masuk dan bertegur sapa dengan Darius. Bibi Noni permisi untuk keluar sambil membawa kembali nampan berisi handuk yang ia bawa sebelumnya."Bagaimana keadaan Isteri saya, Dokter?" tanya Darius tampak tak sabar setelah Dokter itu selesai memeriksa Wina."Apa Nyonya akhir-akhir ini te

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Kumenemukanmu

    ***"Aku melihat foto Andrea di dompetmu, tadi.""Itu, itu foto yang sudah sangat lama di situ.""Waktu kita ada di gubuk malam itu, aku bertanya padamu apakah kau menyukai Andrea? kau tak menjawab. Apakah inilah jawaban sebenarnya?""Wina! Pencopet itu sudah lari sangat jauh!"Revan tak menghiraukan lagi pertanyaan Wina. Ia berlari kencang, entah itu karena benar-benar ingin mengejar Copet itu, atau menghindar dari cecaran pertanyaan Wina."Revan! tunggu! bisa-bisanya kau meninggalkanku!"Wina ngos-ngosan mengejar Revan yang sudah menghilang ditelan tikungan tajam. Dan saat ia sudah melewati tikungan itu, ia dapati Revan tengah meninju Pencopet itu.Buk! Bak!"Revaan!" teriak Wina.Revan menoleh sambil memegang kerah baju Pencopet itu."Wina! aku dapatkan Pencopet itu!""Ampuun, Kak! ampuuun!" mohon Pencopetan itu tak berdaya. Wajahnya kini lebam dan hidungnya berdarah.

  • Kembang Desa di Lubang Buaya   Pelarian

    ***Wina dan Revan segera beranjak sebelum induk babi itu menyadari keberadaan mereka berdua di sekitar kandangnya. Mereka seolah diberi kesempatan waktu untuk berlari dari Anak Buah Darius dan serudukan induk babi itu"Sekarang kita kemana, Revan?""Entahlah! aku tak yakin akan berlari lewat jalan lintas di sana. Hanya saja, di hutan inipun sama saja! mereka, anak buah tuan Darius pasti akan kembali lagi ke sini.""Lantas, apa yang kau fikirkan sekarang?"Revan berkacak pinggang, matanya mengitari sekitar. Tiba-tiba matanya berbinar dan bibirnya tersenyum merekah. Ia melihat seorang Nelayan ikan lewat menggunakan sampan kayunya. Sepertinya Nelayan itu hendak pergi ke Pasar untuk menjual hasil tangkapannya."Ayo, Wina!""Kemana?"Wina mengikuti saja arah tarikan tangan Revan menuruni jalan menuju sungai."Pak! permisi, kami boleh menumpang?" seru Revan pada Nelayan yang sedang mengayuh itu.Nel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status