***
Tentu saja Wina ketakutan, ia mendelik dan memegang erat lilitan handuk putih yang hanya menutupi dada sampai pahanya. Ia menatap para Pelayan seolah mengiba agar mereka mengerti situasinya. Pelayan Senior melangkah mendekati pintu, itu membuat Wina kalang kabut, ia gugup dan berusaha mencegah Pelayan itu agar tidak membukakan pintu. Pelayan Senior itu mendekatkan wajahnya ke pintu, "Nona Wina sedang berpakaian, Tuan. Silahkan menunggu sebentar lagi." ucap Pelayan itu di dekat pintu tanpa membuka pintu. Orang yang ada di balik pintu hanya mendehem, dan selanjutnya tidak ada jawaban sama sekali. Hanya suara derap langkah yang perlahan menjauh. Wina langsung lemas dan menghembuskan nafasnya lega. "Bagaimana kau tahu kalau itu adalah tuan Darius?" tanya Wina pada Pelayan itu. "Aku sudah bekerja di sini selama puluhan tahun, dan aku sangat hapal derap langkah dan ketukan pintu dari tuan Darius." ucap Pelayan senior sembari terus melangkah dan membuka pintu ruang ganti. Pintu ruang ganti dibuka, padahal tadinya Wina sudah membukanya saat mengecek keberadaan pintu keluar. Namun ia baru menyadari kalau ruang ganti itu sangat fantastis dan membelalakkan mata Wina saat melihatnya. Ruang ganti itu berukuran sekitar enam kali delapan meter. Berisi segala macam benda-benda mewah dan mahal rancangan desainer-desainer kelas dunia. Seperti tas, sepatu, gaun dan aksesoris. "I, ini semua, milik siapa?" tanya Wina pada Pelayan itu dengan wajah melongo. "Milik almarhum Isteri Tuan Darius, Nona. Sementara ruang ganti milik tuan Darius, ada di pintu belakang ruang ganti ini." ucap salah seorang Pelayan. Wina langsung diminta untuk segera duduk di kursi rias. Pelayan senior seolah tak memberinya jeda untuk sekedar berdiri di sana untuk mengekspresikan kekagumannya. Wajah Wina diberi sentuhan make up tipis-tipis. Bibirnya hanya dioles lipbalm merah delima dan pipinya hanya diberi perona sekedar ditap-tap saja. Tampilan natural pada wajahnya begitu sajapun, sudah membuat Wina tampak segar dan mempesona. Pelayan senior memilihkan sebuah gaun malam untuk Wina. Gaun berbahan satin sutra berwarna biru gelap. Lengan gaun yang hanya berupa tali tipis dengan dada rendah, menampakkan sedikit bongkahan dadanya yang menyembul sekal dan padat. Wina merasa panas dingin mengenakan gaun itu. Seumur hidup, ini adalah pertama kalinya ia memakai pakaian yang jika orang di kampungnya menilai, akan dianggap sebagai Perempuan tidak benar, Lacur, atau Penggoda Suami Orang. "Bukankah gaun ini terlalu terbuka? lagipula, ini sudah hampir dini hari. Untuk apa aku mengenakan pakaian seperti ini?" tanya Wina sembari mematut dirinya di depan cermin meja rias. "Anda sangat cantik dan luar biasa, Nona!" ucap salah seorang Pelayan pada Wina. "Benarkah? tapi aku tak nyaman mengenakannya." ucap Wina sambil mematut diri di depan cermin. "Anda tampak mirip sekali dengannya! saya bahkan lupa, kalau beliau sudah tiada." ucap Pelayan senior tersenyum haru melihat Wina. "Apakah benar dia dan aku saudara kembar?" tanya Wina kemudian. Pertanyaan Wina sontak membuat wajah Pelayan senior itu kembali menyembunyikan senyumannya. Wajah dingin dan tegas, kembali ia tampakkan. "Kenapa kau tak menjawab?" tanya Wina sangsi. "Nona, tugas kami untuk saat ini telah selesai. Anda tunggulah di sini. Tuan Darius akan segera masuk, bersikaplah sopan dan turutilah semua perintahnya." ucap Pelayan senior itu datar. "Apa? menuruti semua perintahnya? apa jangan-jangan ia menginginkanku di sini untuk menggantikan keberadaan almarhum? bukankah yang aku kenakan ini adalah gaun miliknya juga? ah, jangan-jangan kalian mendandaniku seperti ini untuk menyambut kedatangan tuan Darius selayaknya Isteri beliau?" tanya Wina curiga. "Kami tidak tahu, Nona." jawab Pelayan Senior sambil berlalu diikuti oleh kedua Pelayan lainnya. Wina berusaha mencegah kepergian ketiga Pelayan itu, namun gagal. Sepeninggalan mereka, Wina kembali mematut dirinya di depan cermin. Riasan wajahnya, gaun yang ia kenakan, kontras sekali dengan dirinya sebelumnya. Perlahan, ada perasaan ngeri merayap di kuduknya. Ia merinding tatkala membayangkan jika pantulan di cermin yang ia lihat sekarang adalah Andrea, Isteri dari tuan Darius yang sudah meninggal setahun yang lalu. Wina segera menepuk-nepuk pipinya. Menyadarkan dirinya untuk tidak larut dalam bayangan itu. Ia segera menjauhi cermin itu dan berjalan mondar-mandir di depan ranjang. "Bagaimana ini? apa yang harus kulakukan? apakah aku harus melarikan diri saja? bagaimana jika ternyata benar dugaanku?! tuan Darius menginginkan tubuhku sebagai pelampiasan atas kerinduannya terhadap almarhum Isterinya? hiii! aku tak rela! tak sudi! benar-benar tak akan kubiarkan!" gumam Wina masih dalam langkahnya yang mondar-mandir. Wina menatap jendela balkon yang terbentang di sisi kamar itu. Balkon yang cukup lebar itu, jendelanya masih dibiarkan terbuka. Wina berlari ke Balkon. Di sana telah tersedia hidangan makan malam di atas meja yang ada di tengah-tengah balkon itu. Wina tak tergoda untuk ingin tahu menu apa saja yang tersaji di sana. Ia fokus melihat ke luar. "Kamar ini ternyata berada di lantai tiga. Ah, bagaimana ini?" guman Wina saat melihat ke bawah. "Apakah kau berniat hendak terjun?" Seorang Pria masuk ke kamar dan mengejutkan Wina. Tuan Darius telah berdiri di belakangnya. Wina menoleh dan membalikkan badannya. Ia langsung gugup dan salah tingkah. Tangannya memegang erat pagar railing balkon yang dingin. "Tu, Tuan. Ka, kapan Anda masuk?" tanya Wina gugup. Darius masih mematung di tempat ia berdiri. Ia menatap Wina terkesima. Tubuh molek Wina yang dibalut gaun tipis satin sutra, wajah khas Wina yang meski hanya sedikit riasan, membuat siapapun akan takjub. Pemandangan langit malam yang melatar belakangi diri Wina yang berdiri menempel di railing Balkon, semakin menambah eksotis penampilan Wina di mata Darius. "Andrea?" gumam Darius sembari melangkah pelan mendekati Wina. "Saya Wina, Tuan! bukan Andrea!" ucap Wina seketika menghenyakkan tatapan Darius. Darius langsung terhenyak, ia memalingkan pandangannya ke sembarang tempat. Kemudian berdiri dekat sekali di depan Wina. "Maaf, aku terbawa suasana. Apa yang kau lakukan di sini? apa kau lapar?" tanya Darius menyembunyikan kecanggungannya. "Tidak! aku hanya ingin pulang." ucap Wina tegas. Darius tersenyum. Ia melihat ke seluruh tubuh Wina dari kaki ke kepala. Wajah yang manis dan lembut, rambut yang hitam bergelombang, bagian dada yang sekal dan padat menyembul dari gaun berdada rendah. Darius kemudian meletakkan jemarinya ke pinggang Wina yang ramping. "Apa-apaan ini, Tuan! lepaskan!" tukas Wina berontak. "Sudah lama aku tak bermesraan dengan Isteriku seperti ini." ucap Darius menatap mata Wina dengan senyum menyeringai. "Tidak! saya bukan Isteri Tuan!" ucap Wina tegas berontak menolak dada bidang Darius yang mencoba menempel ke dadanya. "Tatap mataku, Wina! jangan katakan kau berbeda dengan saudaramu itu! tidakkah kau tergila-gila padaku?!" ucap Darius memaksa wajah Wina mendongak untuk menatap matanya. "Tidak sama sekali, Tuan!" ucap Wina berusaha lepas. ________________***"Hah, sepertinya kau tak perlu berusaha lebih keras agar aku mengabulkan keinginanmu, Wina!" ucap Darius sambil menutup panggilan di ponselnya."Kenapa?""Bibi Wina mengancamku bahwa dia akan mendatangkan Polisi ke rumahku, Jika aku tak melepaskan Revan sekarang juga.""Hah! apa orang sepertimu takut dengan Polisi? luar biasa sekali, itu sama sekali bukanlah dirimu yang kukenal.""Tidak! hanya rasa malas saja memperumit keadaan. Lagipula, aku dan kau akan bersenang-senang, bukan?""Bersenang-senang apaan?""Kau dan aku akan berbulan madu, sayang!"Darius kembali menggenggam jemari Wina, dan menariknya ke mobil. Membuka pintu depan dan menaruh telapak tangannya ke atas kepala Wina dan menekan kepala Wina agar menunduk ke bawah untuk masuk ke dalam mobil."Kenapa kau selalu memaksa!?" ucap Wina kesal setelah tubuhnya berhasil masuk ke dalam mobil."Karna aku sangat senang jika kau kesal dan b
***Wina membuka matanya perlahan, dahinya berkerut saat menyadari dirinya sedang terbaring di ruangan asing namun familiar."Dimana ini?" gumamnya sambil memegang dahinya yang terasa pusing.Ia melihat di punggung tangannya tertancap jarum infus, sementara saat ia menggerakkan tangannya yang satunya, ia merasa ada yang menahan. Ia menoleh, dan melihat seorang Pria tengah tertidur sambil duduk di sisi ranjangnya dengan memegang sebalah tangannya."Tuan Darius? kenapa dia malah tertidur di sini?"Wina memperhatikan sosok pria yang tertidur di sisinya itu. Sosok yang selalu membuatnya stress dan marah. Sosok yang ia benci itu malah duduk tertidur seakan sedari tadi menungguinya sampai sadar."Kalau diperhatikan sedang tertidur begini, kenapa wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan wajah seorang yang begitu mengesalkan? bengis dan kejam? dia tampak polos saat tidur." batin Wina memperhatikan wajah Darius yang sedang tertidur.
*** Drrttt..., drttttt, drtttt! Bibi Noni meraih ponselnya dari saku dressnya. Ia melepaskan pelukannya dari Andrea yang sudah mulai tenang dan berbaring di tempat tidur. Bibi Noni beranjak dari sisi ranjang, melangkah menjauhi Andrea untuk mengangkat panggilan telfon itu. "Ada apa? kenapa kau baru menghubungiku sekarang? kau tak tahu, di sini banyak sekali drama yang telah terjadi!" ["Maafkan aku, Bibi. Sekarang aku ada di sekitar rumah besar. Bisakah Bibi datang kemari?"] "Kau gila? aku sudah katakan bahwa di sini banyak sekali drama dan huru hara yang baru saja terjadi." ["Apa itu, Bibi?"] "Wina dinyatakan hamil, Andrea dan Draius berhubungan intim, Wina berkali-kali pingsan dan sekarang dia dilarikan ke Rumah Sakit oleh Darius. Dan Andrea yang mengetahui itu mengamuk dan menggila." ["Hamil? se, sejak kapan?"] "Kenapa? apa kau curiga bahwa itu anakmu?" ["Apa maksud, Bibi?"] "Bahkan Darius curiga bahwa janin yang sekarang dikandung oleh Wina, bukanlah darah dagi
***Cklek!Pintu dibuka, Wina masuk ke kamar utama setelah uring-uringan di ruang tamu dan taman. Satu tempatpun tak ada yang membuatnya merasa cocok. Perasaan pusing dan mual serta tak nyaman, kerap ia rasakan di setiap langkah di rumah besar itu.Saat dirinya telah berada di dalam kamar, matanya kemudian mengitari sekitar. Perasaan kagum dan heran ia rasakan saat melihat keadaan kamar saat itu. Semua perabotan kamar telah diganti, termasuk ranjang tidur. Yang awalnya memakai dipan model klasik dengan ukiran yang berat khas Jepara. Kini berubah menjadi ranjang minimalis namun tetap tampak mewah. Semua prabotan seolah dimodernisasi. Yang sebelumnya menggunakan perabotan klassik dengan ukiran-ukiran berat dan rumit, sekarang berubah menjadi serba modern dan minimalis."Aku hanya berada di luar kamar selama dua jam. Kapan mereka memperbarui kamar ini? aku tak melihat ada mobil pengangkutan yang membawa perabotan-perabotan ini semua? atau, apakah aku
*** Andrea mendongak ke atas jendelanya. Ia melihat bulan tepat berada di atas kepalanya. "Aku bosan melihat bulan, kapan aku bisa menatap matahari yang bersinar di kepalaku? pasti sangat silau dan panas sekali." Andrea melangkah pelan, gemericik air di kolam ikan koi yang berada di sampingnya, seolah mengiringi alunan lagu berjudul Yours dari alat pemutar musik di sisi kirinya mengalun lembut. Suara merdu dari Jin BTS sangat sopan masuk ke telinga dan membuat berwarna ruangan yang sebelumnya sangat sepi itu. Every night I see you in my heart {setiap malam aku lihat dirimu dalam hati ku} Every time I do I end up crying {setiap aku melakukan sesuatu selalu berakhir dengan tangis} eodum soge neoreul bulleojumyeon {aku panggil dirimu dalam gelap} naegero deullyeooneun geon {apa yang telah didengar telinga ku}
***"Lantas, apa kau akan mendengarkanku?" tanya Bibi Noni dengan wajah tegang."Ya! tentu saja! bukankah selama ini aku selalu mendengarkanmu?! kita bahkan tak memiliki hubungan darah, namun kau seolah seorang yang lebih berharga bagiku dari orangtuaku sendiri."Bibi Noni tersenyum tipis,"Di saat kau dicampakkan oleh keluarga Mahesa, hanya aku Orangtua yang datang mendekatimu, memintamu kembali dan menginginkan keberadaanmu di rumah ini. Di saat kau membutuhkan Pahlawan saat kebakaran dahulu, hanya Andrea yang datang tanpa ragu, tanpa perduli akan nyawanya sendiri untuk menolongmu. Dan jangan lupakan Revan! dia juga sama dengan Andrea! banyak turun tangan untuk membantumu, Tuan!""Dan, apakah Anda ingin aku menyelamatkan ketiga orang itu, dan mengabaikan Wina?""Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua.""Bukankah Wina adalah Isteriku?""Kau bahkan bersetubuh dengan Andrea, Tuan! tanpa menikahinya! tegany