***
Darius seketika melepas cengkramannya dari pinggang Wina. Wina sontak melangkah mundur menjauhi Darius yang seperti sedang kesetanan. "Maaf! aku hilang kendali." ucap Darius kemudian. "Apa yang Anda lakukan?! apakah maksud Anda menghadirkan saya di sini, hanya sekedar untuk melepaskan rasa rindu Anda pada Isteri Anda?! Hah! konyol sekali!" dengus Wina kesal. "Tidak! baiklah. Maafkan aku karena penyambutanku tidak sopan. Bagaimana kalau kita bicarakan dengan duduk bersama di sini." ucap Darius sembari menarik kursi untuk Wina. Wina menggeleng, namun ia tak punya pilihan. Masih jelas ingatannya saat Darius kehilangan kendali akan dirinya, Wina sempat melihat sorot mata Darius yang menyeramkan, sorot mata arogan dan beringas. Wina menelan ludah berkali-kali. Namun ia tetap berusaha melangkah mendekati kursi yang ditawarkan oleh Darius, sembari memandang ke arah Darius dengan waspada. "Aku berjanji tidak akan mengulangi tindakanku tadi! duduklah!" pinta Darius mendadak lembut dan sopan. Wina duduk dengan ragu dan khawatir, Dariuspun menarik kursi untuk ia duduk tepat di depan Wina. Mereka duduk berhadap-hadapan, dengan meja bundar kecil sebagai pemisah. "Apa yang Anda inginkan dariku, Tuan?" tanya Wina tanpa basa basi. "Persetujuan untuk menyelesaikan sebuah permainan." ucap Darius sembari meraih botol Anggur. "Permainan?" tanya Wina bingung. "Ya! aku membutuhkanmu untuk misi ini." ucap Darius sambil membuka tutup botol dan menuangkannya di kedua gelas kosong di depannya dan di depan Wina. "Apa itu?" selidik Wina melirik kucuran anggur yang dituang ke gelasnya. "Menjadi Isteriku Andrea." ucap Darius sambil meletakkan kembali botol itu. "Sudah kuduga." ucap Wina. "Tentu tidak sesederhana dugaanmu." tukas Darius sembari menyodorkan gelasnya ke depan Wina. Wina mengangkat gelasnya, ia dekatkan ke gelas Darius dan kemudian Darius menempelkan gelasnya pada gelas Wina. Ting! Darius tersenyum, menatap ke arah Wina yang masih bingung dan meneguk anggurnya sampai habis. "Minumlah!" pinta Darius pada Wina. Wina hanya menggeleng, ia kembali memperhatikan Darius yang menuangkan kembali anggur ke gelasnya dan menenggaknya dalam sekali tenggak. Seorang pria hampir paruh baya itu tampak tidak terlihat setua usianya. Namun tidak pula bisa dikatakan sebaya dengan Revan yang masih tiga puluh tahunan. Pria di depannya ini sungguh menawan, kharismanya memancar dan tentu saja tampan dan matang. Tak bisa dipungkiri kata-katanya tadi, bahwa Andrea tergila-gila padanya. "Kenapa? kau terpukau padaku?" tanya Darius melihat Wina yang masih memperhatikannya. Wina langsung terhenyak gelagapan. Ia salah tingkah dan langsung meminum anggur di gelasnya, ia seketika lupa akan traumanya. "Aku, aku hanya penasaran. Ke, kenapa Andrea yang katanya sebaya denganku, bisa menjadi Isteri Anda, Tuan? bukankah kalian lebih cocok menjadi Paman dan Keponakan?" tanya Wina salah tingkah. "Aaah, sebaya? kalian bahkan saudara kembar! bukankah kau sudah mendengar penjelasan itu dari Revan?" ucap Darius menatap Wina tajam. "Ah, ya. Sudah! aku, hanya belum percaya akan hal itu." jawab Wina gugup. "Apa kau perlu informasi DNA untuk meyakinkanmu?" ucap Darius. "Apa sebenarnya maumu?" tanya Wina penasaran. "Berpura-puralah menjadi Isteriku. Belajarlah menjadi pribadi Andrea, dan ikuti permainan ini sampai akhir. Singkatnya, aku membutuhkan wajah itu untuk misi ini." ucap Darius yang membuat Wina kembali mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?" tanya Wina penasaran. "Agar aku bisa menguasai semua warisan yang ditinggalkan olehnya. Kau tahu, seluruh harta kekayaan Mahesa jatuh ke tangannya. Dan sebelum aku bisa menguasai semuanya, ia malah meninggal terlebih dahulu. Dan seluruh hartanya, malah dibekukan. Ck! kau tahu berapa nominal harta yang dibekukan itu? Satu Miliar Dollar lebih!" ucap Darius tersenyum menyeringai namun tampak kesal. "Lantas, apa hubungannya denganku? bukankah ia sudah meninggal? bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal, bisa hidup kembali?" tanya Wina kesal. "Entahlah, aku ingin permainan ini dimulai dengan menampilkan wujud Andrea dengan memakai wajahmu itu. Dan, skenario akan berjalan sesuai yang telah kurencanakan." ucapnya kembali meneguk anggur di gelasnya sampai habis. Wina langsung terperangah, terkejut dan tidak menyangka. Bagaimana tidak? bukankah Andrea itu saudara kembarnya? lantas, bagaimana bisa ia akan membantu Darius menguasai semua aset warisan yang ditinggalkan saudara kembarnya itu? "Bukankah katamu kami ini kembar? lantas, mengapa aku harus bersedia melakukan itu untukmu? bukankah secara biologis, aku juga darah daging dari Ayah kandungku yaitu tuan Mahesa?" tanya Wina mencoba tenang. "Hahahahah! tak kusangka ternyata kau cukup kritis, Wina! bukankah ini menarik?" ucap Darius tertawa. Darius kemudian beranjak dari duduknya, ia mendekati Wina, menyandarkan kedua tangannya di meja sambil membungkuk, hingga wajahnya dan wajah Wina saling menatap dalam jarak yang dekat. "Jangan terlalu dekat begini, Tuan!" ucap Wina khawatir dan risih. "Jika kau bersedia membantuku, maka masa depanmu akan terjamin. Masa lalumu yang suram itu akan kau tinggalkan jauh sejauh jauhnya." ucap Darius menatap wajah Wina tajam. "Bagaimana kalau aku tidak bersedia?" tanya Wina mencoba tenang. "Hm, maka kau akan menyusul saudarimu dalam waktu dekat. Atau, jika aku berlembut hati sedikit, kau akan kembali kuhantarkan pada Rentenir itu dan menarik kembali uang yang telah kuberikan padanya! Aku tidak bercanda, Wina! jangan fikir aku memiliki simpati atau empati seperti manusia kebanyakan! aku adalah Pebisnis yang ambisius. Siapapun takkan kubiarkan menghalangi rencanaku." ucap Darius menatap Wina dengan tatapan mengintimidasi. Wina meremas gaunnya gemetar, ia telan ludahnya berat. Jantungnya berdesir kencang. Terlebih, tubuh Darius bagian dada sangat dekat sekali ke wajahnya. Aroma khas pria menyeruak dari tubuh atletisnya. "Jika memang begitu, mengapa kau harus repot-repot begini meminta persetujuanku?" tanya Wina mencoba tetap tenang. "Saudarimu bahkan tergila-gila padaku, berkali-kali aku mengatakan bahwa jarak umur kami begitu jauh, tapi ia tetap bersikeras ingin aku menikahinya. Apakah getaran perasaan itu sama sekali tak menyentuh hatimu?" tanya Darius menatap mata Wina seolah mencari jawaban. "Tidak! sama sekali tidak!" ucap Wina gemetar dan risih. Darius tampak tersinggung, ia mengepalkan jemarinya kemudian ia pukulkan di meja dekat gelas milik Wina. Dagu Wina langsung ia cengkram hingga wajah Wina mendongak ke atas menatap langsung wajah Darius yang tengah menahan emosi. "Kenapa Anda kasar sekali, Tuan? bagaimana bisa Andrea jatuh cinta pada lelaki kasar seperti Anda?!" tukas Wina melepaskan cengkraman tangan Darius di dagunya. Darius tak mau mendengarkan ocehan Wina lebih banyak lagi. Segera ia raih pinggul Wina dan ia angkat seketika. Tubuh Wina segera ia bawa dan langkah kakinya yang lebar melangkah cepat menuju ranjang. Tubuh Wina segera dihempaskan di atas ranjang. Darius melepaskan dua buah kancing kemeja putihnya segera. Dada berbulu yang bidang dan sekal itu menyembul di balik kemeja itu. Tali pinggangnya segera ia lepaskan dan dilempar sembarang saja. Sementara Wina berusaha bangkit dari ranjang, namun berapa kalipun ia berusaha turun dari Ranjang, Darius dengan mudah kembali menghempaskannya ke atas ranjang. _____________***"Tuan, apa yang Anda lakukan?! saya bukan Isteri Anda, Tuan!" ucap Wina berontak.Namun seperti kesetanan, Darius tak memperdulikan ucapan Wina. Ia malah naik ke atas tempat tidur, mengangkangi Wina dan buru-buru melepaskan kemeja putihnya. Kemeja itu ia lemparkan sembarang saja ke lantai. Kini Darius telah bertelanjang dada, tubuh atletis berbulu itu kini terpampang nyata di hadapan Wina. Wina mendelik, ia tak percaya dengan apa yang akan dilakukan oleh Darius setelah ini. Jantung Wina seakan hendak jatuh, darahnya berdesir kencang."Tuan, tolong jangan lakukan apapun lagi! jangan ambil kesucian saya, Tuan." isak Wina kini mulai menangis.Darius mulai merangkak di atas tubuh Wina. Ia mendekatkan wajahnya di atas wajah Wina. Nafas Darius terdengar memburu, ia mendengus menghirup udara dari leher jenjang Wina."Bagaimana bisa kau seidentik ini dengan dia? bahkan aroma khas tubuhmu juga sama." ucap Darius dengan nafas memburu.
***Sementara di dalam kamar mandi,Tubuh Wina gemetar menahan risih karena mulutnya dibekap oleh Darius. Kerisihan Wina semakin jadi, karena Darius menempelkan tubuhnya dari belakang tubuh Wina dalam keadaan sama sekali tak mengenakan pakaian. Ia telanjang dan basah, dikarenakan saat Wina memasuki kamar mandi, Darius sedang mandi di bawah shower dan langsung menangkap tubuh Wina saat berteriak tadi.Wina mencakar lengan Darius yang masih kokoh membekap mulutnya. Sontak Darius melepaskan tangannya. Lagipula, para Pelayan tampaknya sudah pergi dari kamar."Tolong! kenakanlah handuk segera, Tuan!" ucap Wina menutup matanya."Kenapa? lagipula kau sudah melihatnya!" ucap Darius santai melangkah menuju shower."Kalau begitu, mandilah segera! aku akan keluar." ucap Wina langsung melangkah menuju pintu keluar.Namun Darius yang melihat Wina sudah sampai ke pintu, langsung meloncat dan melangkah lebar mendekati Wina."K
***Wina langsung syok mendengar pertanyaan Darius yang ia anggap terlalu vulgar dan tak etis. Ia tolak sekuat tenaga daun pintu, dan pintu berhasil ia tutup rapat.Darius yang melihat ekspresi terkejut dan salah tingkah dari Wina langsung tersenyum sinis melangkah menjauhi pintu kamar mandi. Sepertinya ia berhasil memainkan perasaan gadis muda itu dengan sukses.Sementara Wina menyandarkan tubuhnya di balik pintu dengan tangan mengepal dan wajah yang panas dan memerah."Apa-apaan Pria tua itu? bukankah usianya sudah kepala empat? mengapa dia malah bertingkah seperti remaja pubertas? apakah dia memiliki dua kepribadian? berbeda sekali dengan dia yang kukenal beberapa waktu lalu." gerutu Wina menyisir rambutnya dengan jemarinya dari dahinya ke belakang.***Siang menjelang sore, pintu kamar diketuk,Tok, tok, tok!Wina mendongak dari kebosanannya di ranjang. Sehari semalam ia terkurung di dalam kamar, tanpa teman
"Revan, bolehkah aku bertanya yang lebih serius?" "Apa itu?" "Andrea meninggal karena apa?" tanya Wina menatap wajah Revan. "Ah, beliau meninggal karena over dosis obat tidur. Setahun yang lalu kasus meninggalnya Nyonya Andrea sempat Viral di media. Namun, dengan kekuasaan yang dimiliki tuan Darius, berita itu bisa lenyap dalam waktu seminggu." "Kekuasaan? bukankah yang kaya itu Andrea?" selidik Wina penasaran. "Ya! tetapi tuan Dariuslah yang memegang tampuk kekuasaan di Perusahaan milik keluarga Mahesa. Nyonya Andrea hanya pemegang hak waris tunggal atas semua aset dan harta kempemilikan atas nama tuan Mahesa." "Ah, aku pernah dengar istilah CEO dan Presdir di drama-drama Korea. Apakah seperti itu?" "Ya, seperti itu." ucap Revan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang membuat jantung Wina kembali berdebar kencang. "Kenapa mereka bisa menikah?" "Aku belum diizinkan untuk menceritakan ini padamu. Namun, secepatnya kau pasti akan diberitahu." "Dan kau, bagaimana
***Cklek!Pintu kamar terbuka, seperti dugaan Wina, Darius benar-benar masuk ke kamar. Wina langsung memasang wajah kesal, ia melipat kedua tangannya di dada sambil duduk di tepi ranjang. Sementara Darius, masuk dan langsung berdiri di depan Wina dengan memandang wajah Wina yang tampak tak senang."Aku ingin mandi." ucap Darius sambil melonggarkan dasinya."Lantas, apakah aku harus ikut?" tanya Wina asal saja. Alih-alih mendapat bujukan atau pertanyaan 'kenapa?' dari Darius."Ya! rupanya kau mengerti.""Apa?!" tanya Wina tak percaya."Kenapa? kau keberatan?" tanya Darius tanpa merasa aneh sembari membuka jasnya."Aku bukan Isteri Anda, Tuan! sepertinya Anda selalu berfikir kalau aku ini Andrea!"Darius melangkah mendekati Wina, ia membungkuk dan menyandarkan kedua tangannya di tepi ranjang, tepat di sisi kedua paha Wina. Wajah Darius dan Wina kini saling berhadapan."Aku sadar! namun aku ingin
***Setelah selesai mandi dan berpakaian, Darius keluar dari kamar. Ia meninggalkan Wina yang berdiri di Balkon sambil melihat pemandangan petang hari. Alih-alih memandang pemandangan, Wina sebenarnya risih dan tak nyaman selalu berada di kamar berdua dengan Darius. Ketika Darius masuk ke ruang ganti, Wina langsung melangkah menjauh menuju balkon.Darius menuruni anak tangga dan melihat Bibi Noni baru saja turun dari anak tangga sebelah timur. Ia baru saja keluar dari ruang kerja Darius."Bibi! bisakah kita bicara sebentar?" panggil Darius.Bibi Noni berhenti menuruni anak tangga, kemudian ia mengangguk dan kembali melangkah turun. Setelah sampai ke lantai, ia mendekati Darius,"Ada apa, Tuan?" tanyanya dengan menundukkan wajah."Kau dari ruang kerjaku?""Ya, Tuan. Saya sedang melakukan bersih-bersih." ujar Bibi Noni seraya melirik ke alat pelnya."Bukankah semalam kau juga sudah mengepelnya?"Bibi Noni tampak melirik ke kiri dan kanan, ia tampak gusar."Ya, Tuan. Hanya saja, saya pik
***Wina berlari kecil menuju lapangan golf. Ia girang sambil meloncat-loncat kecil. Bayangan di benaknya bahwa ia dan Revan akan belajar bermain golf. Revan akan memeluknya dari belakang, memegang tangannya yang sedang menggenggam stick golf, seperti yang pernah ia tonton di beberapa adegan dalam drama favoritnya."Kupikir kau sampai lebih cepat, ternyata memakan waktu sepuluh menit untuk sampai ke sini." sapa Revan padanya dengan senyuman yang memamerkan lesung pipi di balik pipi berbulu tipisnya."Ah, kau tentu saja tahu, bahwa aku harus melewati satu Pos Penjaga dahulu sebelum sampai ke sini.""Hahaha, apakah itu Bibi Noni?""Yaa! sudahlah! kenapa kau memanggilku?""Mmmm, tidak ada! hanya butuh teman.""Wah, kau sedang main-main dengan Sandera tuan Darius.""Hahaha, tentu saja tidak! aku tak berani untuk itu. Belajar golf! kau mau?" tanya Revan sambil mengayunkan tongkat sticknya."Oke! siapa takut?
***Wina masih bengong sepeninggalan Darius, ia tidak mengerti apa yang diucapkan Darius baru saja. Namun, ia tetap tahu diri, Darius memintanya untuk segera berkemas diri, maka Wina segera beranjak dari ranjangnya dan meloncat menuju kamar mandi.Setelah selesai mandi, Wina mendapati para Pelayan tanpa Bibi Noni sedang mengemasi pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper di atas ranjangnya."Ada apa ini?" tanya Wina penasaran."Nona, segeralah berpakaian! tuan Darius sedang menunggu Anda di bawah.""Memangnya kami akan pergi kemana? kok pakaian saya dan pakaian tuan Darius dikemas dalam koper?""Kami tidak tahu, Nona." ucap salah satu Pelayan sambil terus memasukkan pakaian ke dalam koper.Wina segera masuk ke dalam ruang ganti dengan bingung.Saat turun dari tangga, ia dapati Darius sedang duduk dan Revan ada di sisinya sedang berdiri. Darius tampak sedang melihat jam tangannya, dan saat menyadari Wina tengah tur
***Darius yang berada di luar tampak kesal karena gedoran pintu darinya diabaikan. Ia tahu dari Tetangga sekitar, bahwa Wina dan Revan sedang berada di dalam rumah. Namun sedari tadi, tak ada satu suarapun terdengar dari dalam."Dobrak!" perintah Darius pada salah seorang anak buahnya.Revan dan Wina membuka pintu belakang perlahan. Sebelum pintu didobrak, mereka sudah keluar dan sekarang sedang berusaha memanjat pagar beton di belakang rumah.Pagar beton itu setinggi dua meter. Pagar itu membatasi daerah hutan lindung dan Pemukiman Penduduk. Jadi pagar beton itu berdiri mengelilingi sepanjang pemukiman. Mungkin salah satu gunanya, agar binatang buas tidak masuk ke pemukiman dan juga agar warga tak mudah mencemari hutan."Bagaimana caranya kita melewati pagar beton ini?" tanya Wina panik."Kita lakukan seperti waktu kita memanjat tebing di pinggir sungai malam itu!" seru Revan.Wina mengangguk, Revan segera memasang badan berjongkok di dekat Wina. Tanpa dikomando, Wina langsung naik
*** Prang! Pyar! Bruk! Andrea melempar dan membanting segala sesuatu yang ada di dekatnya. Ia marah dan tempramennya tak dapat ia kendalikan. Ia bak manusia yang tengan dirasuki setan yang merubah dirinya menjadi monster dalam sekejab. "Andrea! tenanglah, Nak! semua akan baik-baik saja!" ucap Bibi Noni mengikuti langkah Andrea khawatir. "Bagaimana bisa aku tenang, Bibi?! aku membutuhkan dua orang itu untuk kelangsungan hidupku! aku jijik dan muak selalu diasupi darah pelayan dan darah-darah sembarang orang dari bank darah! mereka harus segera ditemukan, Bibi!" teriak Andrea seperti kesetanan, rambutnya acak-acakan dan liurnya keluar berhamburan saat berbicara. "Tuan Darius sedang berusaha menemukan mereka! sabarlah!" "Bagaimana aku bisa sabar, Bibi?! sudah dua hari Revan dan Wina tak kunjung ditemukan! apakah mereka sudah mati, atau bersembunyi!" ucap Andrea mendelik. Bibi Noni segera meraih telfon nirkabel di atas meja, ia mencoba menelfon Darius yang sedang entah dimana. Beber
*** "Aaaah, Revaan, tolong aku!" pekik Wina saat menyadari tubuhnya merosot dan akhirnya kembali ke dasar tebing. Revan kembali turun, ia berusaha kembali menyeret Wina ke balik pohon tumbang itu seraya matanya tetap awas ke sekitar. "Wina! Wina! sadarlah! kumohon!" ucap Revan menepuk-nepuk pipi Wina cemas. Wina menggeleng perlahan, ia menatap wajah Revan dengan tatapan sendu. "Aku masih sadar, Revan. Hanya saja, aku sudah kehabisan tenaga. Rasa-rasanya tubuhku sudah tak bisa kugerakkan lagi." "Wina, kumohon! kerahkan sedikit lagi tenaga yang tersisa. Kita akan selamat selangkah lagi, Wina! di sekitar sungai ini, anak buahnya Darius sedang berusaha mencari kita." Revan menggenggam erat tangan Wina, ia tampak panik dan sesekali mendongakkan kepalanya ke atas pohon yang tumbang itu, untuk memastikan bahwa mereka masih aman. Wina mencoba bergerak, ia duduk dan berusaha bangkit. Beruntung hari masih gelap, hingga pergerakan mereka cukup sulit untuk terlihat. "Aku bisa, Revan! bisa!
***Suara tembakan kembali terdengar di udara. Wina menutup telinganya dengan kedua tangannya, ia menempelkan kepalanya di leher belakang Revan dengan mata memicing ketakutan."Tenanglah, Wina! jangan panik! aku akan berusaha agar kita selamat!"Revan terus berlari menerobos hutan yang lembab di malam yang gelap yang hanya disinari lampu depan mobil yang sengaja ia tinggalkan dalam keadaan masih menyala. Tanahnya yang berlumpur karena mereka berada di sekitar rawa menyebabkan langkah Revan tampak berat. Namun semangatnya untuk lari dari Darius sangat besar, ia memegang erat tubuh Wina di belakang punggungnya, matanya tajam menatap ke depan."Revan! terimakasih." ucap Wina membisik di telinga Revan."Untuk apa, Wina? jangan katakan itu dahulu, kita sedang berjuang untuk lolos." jawab Revan dengan nafas tersengal-sengal."Terimakasih telah menyelamatkanku dan percaya padaku!" ucap Wina memegang erat tubuh Revan.Wina menol
***"Lepaskan, Tuan!"Wina menolak tubuh Darius dengan sekuat tenaga. Rambutnya berantakan, kerah piyamanya serong ke pundak, ia mundur bebera langkah. Ia hapus kuat-kuat bibirnya seolah jijik dengan ciuman paksaan yang baru saja terjadi."Kau menolakku?" tanya Darius tersenyum sinis."Ya, tentu dan pasti! apa yang Anda lakukan pada tubuhku di saat aku kehilangan kesadaran kemarin malam?!""Hah! sesuatu yang wajar dilakukan oleh seorang Suami pada Isterinya. Memangnya apa lagi? mencumbumu, mer4ba seluruh tubuhmu, dan menyetvbvhimu...""Hentikan! Anda benar-benar bukan manusia, Tuan! tidakkah Anda sudah kehilangan hati nuraini? Isteri? Suami? aku bahkan tidak merasa kalau kita sudah menikah!""Hati nurani? hmmm, aku sudah lama kehilangan itu. Aku hanya memiliki amarah dan ambisi."Darius kembali melangkah mendekati Wina dengan senyuman sinisnya, spontan ia menangkap kedua pundak Wina saat Wina menyadari pergeraka
***Di dalam ruangan minim penerangan, hanya beberapa lampu temaran yang menyala di sudut-sudut ruangan di taman yang membentuk seperti goa alami itu, seorang gadis tengah mengigil gemetaran bersandar di sebuah dinding batu. Ia seolah pesakitan yang sedang sakau, membutuhkan asupan bubuk putih sesegera mungkin. Atau sesosok Vampir yang kehausan dan tengah sekarat karena belum menghisap darah manusia.Andrea berkali-kali menelfon Revan, Bibi Noni dan Darius. Sepertinya semua sedang sibuk dengan pekerjaannya dan hanya menghasilkan jawaban 'tunggu sebentar!'"Aaaahkgh!" teriak Andrea kesal. Ia lemparkan ponsel mahal itu ke lantai.Tiba-tiba ponsel itu berdering, sebuah panggilan terlihat dari layar ponsel. Andrea segera merangkak gemetaran meraih kembali ponsel itu."Hallo! Bibi, lekaslah kemari! aku sudah tidak tahan lagi."Andrea memegangi tangannya masing-masing karena perasaan dingin dan menyakitkan berpadu dengan kejang yang ia
***Pagi yang cerah. Sinar mentari pagi tanpa segan masuk menyusup celah-celah lobang angin di jendela balkon kamar utama. Tirai berbahan rami yang menjuntai menutupi jendela balkon melayang-layang terkena angin yang masuk dari pintu jendela yang tak tertutup dengan benar.Sinar mentari mengenai wajah Wina yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Rambutnya tergerai tak beraturan, tubuhnya tertutupi selimut hingga ke lehernya. Ia tiba-tiba tersentak, memeriksa seluruh tubuhnya dan panik seketika."Apa yang terjadi?!" pekiknya tertahan melirik ke kiri dan ke kanan.Wina membuka selimut itu untuk melihat kondisi tubuhnya, ia dalam keadaan telanjang sama sekali tak berpakaian. Ia perhatikan sekitar, dua lembar handuk ada di sekitar lantai seperti terlempar begitu saja. Tiga botol Wine yang sudah terbuka juga ada di atas meja, dan satu gelas yang masih berisi sedikit Wine.Ingatannya secara jelas tergambar akan kejadian semalam, ia dan Dariu
***Darius mengecup kening Wina dengan lembut, sementara Wina memicingkan matanya seakan menolak kecupan itu. Ia berusaha berontak, namun tangannya ditahan oleh Darius."Tolong, Tuan. Jika memang Anda ingin melakukannya padaku, biarkan aku dalam keadaan bersih dahulu." ucap Wina kemudian seolah mendapatkan sebuah ide. Darius seolah terhenyak, ia tersenyum dan membelai rambut Wina."Kau ingin kita mandi bersama?""Tidak! biarkan aku mandi sendiri. Aku butuh menyiapkan mentalku dahulu. Dan izinkan aku melakukannya di kamar mandi. Aku butuh sendiri! aku berjanji tidak akan lama!""Aaah, baiklah! lakukanlah! aku akan menunggumu di sini! dan pastikan kau sudah dalam keadaan siap nanti, saat keluar dari kamar mandi."Wina menghembuskan nafas lega perlahan, Permohonannya dikabulkan. Dengan perasaan takut mencoba beringsut dari ranjang, menjauhi Darius yang masih berbaring dengan bersandarkan lengan di atas ranjang sembari ters
***Wina berontak, melonjak-lonjakkan tubuh rampingnya dari gendongan Darius. Entah karena gemas bercampur bahagia, Wina langsung dijeburkan ke dalam kolam renang yang berdampingan dengan gazebo.Byuurrr!!"Hahahah! Wina, Wina! kenapa kau begitu menggemaskan sekali?! ingin sekali rasanya menggigit dan mengunyahmu! hahahah! ucap Darius kegirangan.Namun, Wina bukanlah wanita yang pandai berenang. Di tengah gelak tawa Darius yang kegirangan melihat Wina tercebur di kolam renang. Wina sedang berusaha untuk mendongakkan kepala agar tidak tenggelam. Ia berontak menggapai-gapai, meminta tolong pada Darius."Tolong! tolong aku! aku tak bisa berenang!"Darius masih dalam tawanya, ia masih tak sadar dengan keadaan Wina. Tiba-tiba,Byurrrr!Seseorang langsung masuk ke dalam kolam dan meraih tubuh Wina untuk diangkat ke permukaan."Wina! kau baik-baik saja?"Revan menggendong Wina untuk dinaikkan ke pingg