"Ralph ... uh, lepaskan aku! Lepaskan aku!" Nikki menolak dengan keras. Tidak peduli bagaimana Ralph menciumnya, dia tetap tidak mau bekerja sama.Namun, pria itu juga kejam. Jari-jari panjang dan kuatnya mencengkeram leher Nikki seperti penjepit besi, sementara tangan satunya menahan pergelangan tangannya di belakang punggung. Nikki terasa seperti dipaku ke dinding, hanya tersisa satu lengan untuk melawan.Namun, sekuat apa pun perlawanan itu, bagi Ralph, rasanya seperti digaruk kucing."Lepaskan? Kamu lupa siapa dirimu ya? Selama pernikahan ini belum berakhir, kamu punya tanggung jawab dan kewajiban untuk memuaskanku." Ralph benar-benar murka. Untuk sesaat, dia benar-benar kehilangan akal sehat, ingin langsung mematahkan leher Nikki!Lebih baik wanita ini lumpuh seumur hidup, terbaring di ranjang. Ralph tidak keberatan merawatnya seumur hidup! Yang penting wanita ini tidak bisa pergi! Tidak boleh!Nikki memaki, "Bajingan! Sekalipun kita suami istri, aku tetap bisa menolak! Aku menola
Nikki tidak mengerti. Seorang pria yang sudah menikah dua tahun tapi selalu mengabaikan istrinya, seorang pria yang hatinya selamanya terikat pada cinta lama, seorang pria yang gemar berbohong dan mengkhianati keluarganya ... apa haknya menyebut dirinya egois?Wajah Nikki penuh keterkejutan. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya dia tak tahan dan tertawa miris."Aku egois? Kalau aku benar-benar egois, dulu aku nggak akan menikah denganmu hanya demi menenangkan Kakek supaya bisa berobat dengan tenang. Kalau aku egois, aku nggak akan tega melahirkan dua bayi mungil itu, menanggung semua sakit dan risiko. Kalau aku egois, aku sudah lama menuntut harta, menguras kekayaanmu, dan menjatuhkanmu sampai hancur!"Justru karena dia terlalu lembut hati, karena selalu berpikir panjang dan mempertimbangkan perasaan orang lain, dia akhirnya terus-menerus terjebak, dikendalikan, dan disakiti.Ralph segera memotong, "Yang kita bicarakan sekarang adalah soal perceraian. Kenapa kamu ungkit-ungkit masal
Nikki selesai melihat rumah dan baru tiba di rumah sekitar pukul delapan malam. Dia langsung memasukkan ASI perah ke dalam kulkas. Begitu berbalik, dia melihat Bulan sedang menggendong si kakak. Bayi mungil itu langsung merentangkan tangan ke arah Nikki dan minta digendong.Meski belum sempat berganti baju atau membersihkan diri, Nikki tidak tega menolak. Bocah itu sudah tidak sabar, dia langsung meronta minta berpindah dari pelukan Bulan ke pelukan ibunya."Pekerjaan Nyonya sibuk sekali ya? Hampir tiap hari pulang larut?" tanya Bulan dengan nada perhatian.Nikki merasa agak bersalah. "Iya, belakangan ini lagi sibuk dengan satu proyek. Sebentar lagi selesai, kok.""Baguslah. Kalau nggak terlalu sibuk, pulanglah lebih cepat. Anak-anak makin hari makin besar, mereka butuh banyak waktu bersama ayah dan ibunya.""Iya, aku akan usahakan," jawab Nikki sambil menggendong putranya dan mengajaknya bermain sebentar. Lalu, dia menoleh untuk mencari-cari. "Adiknya? Sudah tidur?""Belum, Tuan Muda
Nikki pun dengan senang hati berangkat.Di kafe, Lena menyerahkan sebuah proyek promosi bisnis kepadanya dan meminta Nikki menulis sebuah artikel soft-selling. "Kalau tulisanmu bagus dan produk ini laku keras, komisi yang kamu dapat juga akan lebih banyak. Jadi, semangat ya."Lena adalah tipe orang yang lugas. Kalau dia sudah menghargai bakat seseorang, tentu dia juga rela memberikan imbalan yang pantas.Bagi Nikki, ini seperti titik terang. Dia sedang berencana menyewa rumah dan segera pindah keluar, jelas sangat butuh uang. Mendapatkan pekerjaan paruh waktu ini membuatnya sedikit lebih yakin pada masa depan. Dengan wajah cerah, dia berulang kali mengangguk. "Oke, aku pasti akan menekuninya dengan serius."Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Yuni menelepon, menanyakan apakah Nikki sudah pulang kerja. Dia mengatakan ada sebuah unit apartemen kecil yang cukup bagus, tata ruang dan lokasinya juga ideal. Yuni bertanya apakah Nikki sempat untuk melihatnya.Nikki sempat ragu sejenak, la
Setelah seharian sibuk bekerja, menjelang pulang, Nikki menerima panggilan telepon dari Kennedy."Gimana kabarmu beberapa hari ini?" Suara Kennedy terdengar lembut seperti biasa dan penuh senyum saat berbicara.Nikki teringat kejadian memalukan waktu dia pulang ke kampung. Perlakuan berlebihan Ralph membuatnya merasa malu dan canggung. Bahkan saat ini dia masih agak sulit membicarakannya. "Ya ... lumayan. Setiap hari kerja, cukup padat.""Baguslah. Aku sempat khawatir Ralph akan mempersulitmu.""Nggak ... dia juga sibuk."Sebenarnya Kennedy menelepon untuk menanyakan apakah Nikki sudah serius mempertimbangkan soal perceraian. Namun kalau langsung menanyakan begitu saja terasa tidak sopan, jadi dia hanya mengutarakan hal-hal seputarnya.Namun, Nikki bisa merasakan ada maksud lain di balik kata-katanya. Dia pun memilih untuk jujur, "Kak Kennedy, kalau ada yang mau disampaikan langsung saja."Kennedy terkekeh kecil dan memujinya, "Pintar sekali. Bahkan lewat telepon pun kamu bisa merasaka
Dari sudut pandang seorang ayah, Gaston tentu ikut sakit hati melihat kondisi putrinya. Namun, pikirannya tetap lebih tenang dan rasional.Di antara tiga keluarga ini ada hubungan kerja sama dan kepentingan bisnis. Masalah rumah tangga sekalipun, tidak bisa sampai membuat hubungan antar keluarga hancur. Kalau sampai pecah, kelak bagaimana mereka bisa tetap bekerja sama di dunia bisnis?Apalagi, Gaston juga tahu tabiat putrinya sendiri. Shireen selalu bimbang antara dua pria, sehingga membuat hubungannya berantakan. Kalau bukan karena itu, tidak mungkin muncul masalah besar seperti hari ini.Maka baginya, yang terpenting sekarang adalah meredakan keadaan. Jangan memperbesar masalah. Semakin ramai, semakin merugikan semua pihak.Namun, istrinya jelas tidak bisa menerima sikap tenang itu. Begitu mendengar kata-kata Gaston, dia langsung menoleh dengan amarah."Ngomong memang mudah! Rasa sakitnya bukan kamu yang tanggung. Kamu tahu nggak, keguguran bisa menghancurkan tubuh seorang wanita se