"Kabar baik, Mr. Campbell?" Nicholas manyapa seraya mengulur tangan.
“Seperti yang kau lihat,” jawabnya sementara kedua matanya tak lepas dari sosok Kate yang menunduk.
“Tumben kau membawa seorang wanita?" tanya laki-laki yang dipanggil Mr. Campbell dengan nada sarkas.
Kate duduk di samping Nicholas. "Dia sekretarisku, Matthew," jawab Nicholas jengah dengan nada klien sekaligus temannya itu.
“Sejak kapan kau mengganti sekretaris?”
Nicholas yang merasa tak perlu memperkenalkan Kate karena tidak ada hubungannya dengan pertemuan ini, menjawab malas. "Katherine menggantikan Tristan untuk sementara."
"Katherine?” dengus Matt. "Kau yakin itu namanya?"
Nicholas memincing mata. "Kupikir, siapapun nama sekretarisku. Tidak ada hubungannya dengan meeting siang ini. Jerremy, bisa kita mulai meetingnya?"
Nicholas bahkan mengabaikan Kate yang gelisah di sampingnya. Lelaki itu terlalu profesional jika menyangkut pekerjaan.
Sementara itu, Kate susah payah mengendalikan kegugupan dan ketakutannya di bawah tatapan Matthew. Berusahan fokus mengikuti berjalannya meeting siang itu, yang membahas kontrak baru dan suplai furnitur yang baru diluncurkan oleh CF Furniture. Katalog dalam ipad yang dibawa Kate menampilkan berbagai produk untuk cabang baru Hotel milik Campbell.
Sepanjang meeting siang itu, Kate merasa seolah oksigen di sekelilingnya menipis. Dia merasa sesak dengan tatapan yang ditunjukan Matthew padanya. Syukurlah ada jeda waktu istirahat saat Jerremy harus mengambil dokumen yang tertinggal.
Kate mengambil kesempatan itu untuk pergi ke toilet.
"Cukup, Matt. Aku tahu apa yang ada dalam pikiramu, tapi jangan sekretarisku," ujar Nicholas, nada formalnya sudah ia buang jauh-jauh saat hanya mereka berdua di sana.
Sialan! Memang tau apa Nicholas dengan yang ada di pikirannya? umpat Matt dalam hati, mendelik tidak suka dengan tatapan lelah Nicholas atas kelakukannya.
Matthew bangkit berdiri, mengabaikan panggilan sekretarisnya.
Matthew tidak peduli dengan meeting sialan itu.
Yang perlu dia lakukan kini, berjalan menuju toilet dan menemui perempuan itu.
Perempuan sialan yang berani-beraninya melukai ego Matt.
***
Matthew menyeringai melihat sorot terkejut Kate. Ketenangan yang ditampilkan wanita itu tadi hilang. Namun sedetik kemudian wanita kembali menampilkan wajah tenangnya, tersenyum sopan seolah kembali menjadi Katherine, yang membuat Matt mendengkus.
"Apakah anda tersesat, Mr. Campbell? Anda salah masuk, ini toilet perempuan". Matt ingin tertawa mendengar nada informal tersebut. Jelas wanita ini tengah berpura-pura. Tapi untuk apa? Bukankah di toilet ini hanya ada mereka berdua.
Ah, ya. Dan Matt sengaja mengunci pintu toilet perempuan saat masuk, agar tidak ada yang menginterupsi mereka.
"Tidak masalah untukku Nona Johnson. Karena semua toilet di dalam Hotel ini, adalah milikku," kata Matt pongah.
Kate memaksa tersenyum sopan yang membuat Matt langsung melayangkan tatapan tajamnya. "Baiklah, jika begitu, saya permisi.”
Sialan! umpatnya. Sepertinya, Kate memang sengaja menghindarinya.
Cukup, Matt tidak akan membiarkan wanita ini lolos begitu saja.
Alih-alih menyingkir, ia justru melangkah pelan, langkah yang berat, namun sarat intensitas. Tatapannya menancap tajam pada sosok Kate yang mundur kaku dengan waspada. Udara di antara mereka menegang, seperti tali yang siap putus kapan saja.
Matt menyeringai pelan, sudut bibirnya terangkat dengan sinis saat melihat wajah panik Kate.
Kate terus mundur selangkah, tapi punggungnya betisnya sudah terhimpit kloset dingin. Detak jantungnya berpacu, sementara Matt justru semakin mendekat, langkahnya tenang namun berbahaya.
“Masih suka kabur dariku, huh?” suaranya rendah, serak, tapi mengandung ejekan halus yang membuat udara makin sesak.
Kate menelan ludah susah payah. “Menyingkir!” serunya, namun suaranya lebih terdengar seperti cicit ketakutan daripada perintah.
Matt terkekeh lirih, nada tawanya pelan tapi tajam, seperti pisau yang menggores halus kulitnya.
Matt tersenyum puas, meraih handle kunci di belakangnya. Matt mengurung dirinya dan Kate di bilik toilet yang sempit.
"Apa yang anda lakukan?"
"Kenapa? Kau takut Katya?"
Ketakutan terpancar dari kedua matanya. Dan sekali lagi, Matt tersenyum puas.
Dengan satu hantakan tangan, Matt menarik Kate berdiri, kasar, penuh emosi yang tak terbendung. Tubuhnya menghimpit wanita itu ke dinding bilik, jarak di antara mereka terhapus seketika.
”Apa maumu?” lirih Kate.
”Kau!” jawab Matt menyeringai, untung saja Kate tidak melihatnya, dia bisa bergidik ngeri. Mendengar jawaban Matt saja sudah membuat Kate menegang takut.
Matt menunduk, berbisik tepat di telinga Kate. "Aku mau kau, sekarang!"
***
Di luar pintu toilet, Kate berhenti sejenak. Matanya menangkap pemandangan yang begitu manis, Alan duduk di sofa dengan dua bocah kecil di pangkuannya.Angel duduk tenang di sisi kanan, memeluk boneka kecil di dadanya, sementara Angelo bersandar manja di dada Alan. Di depan mereka, layar televisi menayangkan kartun lucu dengan warna cerah dan lagu ceria yang terus berulang.“Ankel, itu pasti sakit,” seru Angelo. Dahi kecilnya mengerut melihat salah satu karakter kartun itu terjatuh. Si adik memang seorang anak yang perasa."Gak nanis, gak takit," sahut Angel."Itu pasti sakit," keukeuh Angelo yang pernah jatuh dan merasakan sakit waktu itu. "Kalau itu kau, pasti menanis!"Angelo bangkit dan buru-buru membela diri, “Nggak nangis! ail matanya kelual”.Alan terkekeh melihat perdebatan lucu kedua keponakannya. Semantara Kate yang mendengar itu buru-buru mendekat dan bertanya, "Apa Jelo pernah jatuh? Kapan? di mana?" tanyanya agak khawatir.Angel mengangguk. "Jelo jatuh, menanis"."Tapi i
Matt tidak pernah setertarik ini kepada Kate. Maksudnya, dari dulu Kate memang menarik untuknya, namun tak lebih sebatas fisik saja.Dulu ia tidak akan begitu peduli di mana wanita itu tinggal, bagaimana keluarganya, dan sampai mana pendidikannya. Dan karena kurangnya informasi tersebut, membuat Matt sempat kehilangan jejak Kate untuk beberapa tahun.Pertemuan itu membangkitkan bara lama dalam diri Matt, hasrat untuk sekali lagi menjadikan Kate miliknya, begitu kuat hingga nyaris tak tertahankan. Perlahan tapi pasti, Matt bertekad meruntuhkan pertahanan Kate yang sejak bertemunya lagi, wanita itu dengan terang-terangan menolak dirinya. Dan kali ini, ia berniat merebutnya kembali dari pria yang berani mengambil tempat di sisinya.Ia akan merebut Kate dari pria yang mungkin saja menjadi alasan kepergiannya dulu. Bagi Matt, kepergian Kate bukan sekadar kehilangan, itu adalah tamparan keras pada egonya. Sebab sepanjang hidupnya, tak ada satu pun wanita yang berani meninggalkannya begitu
Sejak Kate memutuskan untuk menghasilkan uang dengan manjadi simpanan seorang lelaki, dan saat itu kebutulan adalah Matt. Seorang lelaki yang sering datang ke klub tempatnya bekerja part time. Kate menawarkan diri, dan Matt menyambutnya. Hubungan yang Kate kira akan selesai dalam satu malam, namun ternyata berlangsung cukup lama.Kenyaman yang diberikan oleh Matt, membuai Kate. Terlebih perlakukan Matt dulu padanya, meski dirinya hanya sebagai penghangat ranjang Kate, dia diperlakukan cukup baik. Walaupun Kate sadar, sebaik apapun Matt, orang itu tetaplah pria yang hanya menginginkan tubuhnya. Dan tak lebih dari itu. Akan tetapi, jika dibandingkan sikap Matt dulu, jauh lebih baik daripada sikapnya beberapa waktu lalu, yang hampir melecehkannya di kamar mandi. Dan apakah bisa disebut melecehkan jika nyatanya Kate malah terbuai?Kate sudah melupakan kejadian di toilet tempo hari. Namun lagi-lagi pria itu bersikap kurang ajar padanya. Di tempat umum pula.Kate memejam erat. "Oke". bisik
Ketukan sebanyak tiga kali pada pintu mengalihkan atensi Matthew dari berkas laporan di mejanya. Adalah Jerremy, sekretaris yang merangkap asistennya, masuk ke dalam ruangan dan mengingatkan tentang kunjungan ke salah satu bakal cabang hotel yang baru dibangun. Matthew memijat pelipisnya yang berdenyut."Apakah pak Matthew baik-baik saja?" tanya Jerremy, melihat atasannya tampak tak sehat."Apakah kau bisa menjadwal ulang agenda hari ini, Jerremy?" "Baik, Pak". Lalu Jerremy keluar.Dering ponsel di meja membuat Matt berdecak. Ia matikan panggilan dari ayahnya yang membuat kepalanya semakin derdentam. Matthew mendesah panjang. Sakit di kepalanya pastilah akibat dirinya yang mabuk semalaman. Dan dia hanya beristirahat selama dua jam. Dan ketika dirinya terbangun, sakit kepala menyerangnya. selain itu, rapat pagi membuatnya melupakan sarapan.Matthew memijat tengkuknya yang juga terasa berat, pekerjaannya yang semakin hari semakin terasa menjadi beban. Sejak ayahnya memutuskan keluar
"Mommy...""Mommy.."Suara itu menyambut Kate yang baru saja membuka pintu flatnya. Kate merentangkan kedua tangannya dan membungkuk untuk menerima pelukan dari dua malaikat kecil yang langsung menabrakan diri pada Kate."Emh.. wanginya anak-anak mommy", Kate mencium anak-anaknya secara bergantian. Angela dan Angelo, anak kembar berusia tiga tahun, harta paling berharga yang tidak ternilai."Sudah makan malam?" Kedua menggeleng."Baiklah, kita makan bersama. Lihat," Kate mengangkat plastik bergambar ayam. "Mommy beli chicken".Kedua mata si kembar berbinar. Itu adalah makanan kesukaan mereka yang jarang Kate belikan karena Kate tak ingin anaknya terlau sering memakan makanan dari luar. Namun hari ini pengecualian.Kate mencapit hidung Angel dan Jello bergantian dengan gemas. Kate berdiri. "Come, I'm starving.". Kate menggandeng membawa kedua tangan anaknya dan mendudukan mereka di kursi makan khusus anak balita yang dibelinya ketika sedang ada promo beli satu dapat dua."Apa itu?" Seo
Sementara Matt, yang ditinggalkan Kate di balik bilik kamar mandi, memejamkan mata erat. Sungguh dia tersiksa. Oh, betapa sakit bagian tertentunya, sampai untuk tetap berdiri saja Matt harus mengepalkan sepuluh jarinya.Make out kilat tadi memberikan efek yang sangat luar biasa untuk Matt. Terutama bagi teman seumur hidupnya di bawah sana.Sialan! Matthew mengumpat dalam hati. Seharusnya dia menghukum wanita itu, bukan malah tergoda dan ingin memasukinya, jika saja...Sialan! lagi Matt mengumpat, menyugar rambutnya frustasi karena menahan gejolak gairah yang tidak bisa ia tuntaskan.Gairah dan amarah menyatu yang ditujukan untuk wanita itu.Siapa tadi namanya, Katherine? Matt terkekeh sinis.Wanita itu Katya, wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya selama dua tahun.Wanita yang secara tiba-tiba menghilang tanpa jejak.Wanita yang muncul kembali setelah empat tahun lalu membuat Matt menggila karena kehilangan pelampiasan nafsunya.Wanita yang selalu ia sebut diakhir kelimasknya den