Share

Kenangan Rindu
Kenangan Rindu
Penulis: Asparamitha

Aku Mendengarnya

Teng... teng...teng...

Suara dentingan yang berasal dari jam kuno besar menggema hampir diseluruh bangunan rumah tua kakekku ini. Lagi-lagi suara itu membuatku terbangun secara tiba-tiba karena terkejut. Ingin rasanya aku mengumpat akan kebiasaanku yang satu ini. Aku terlalu gampang terbangun dari tidurku, sekalipun bila saat itu aku sedang tertidur dengan sangat pulas. Suara atau sentuhan sedikit saja bisa langsung membuatku terbangun dari mimpi-mimpiku. Aku sangat bersyukur bila kebiasaan itu datang saat aku sedang mengalami mimpi buruk. Tapi, akan sangat kesal jika kebiasaan itu datang saat aku sedang menikmati mimpi-mimpi indahku yang selama ini hanya dapat sebatas anganku saja. Walau begitu aku sadar jika kebiasaan ini juga ada manfaatnya. Disaat orang-orang yang sangat susah dibangunkan dari tidur nyenyaknya tidak akan menyadari ada kejadian apa yang akan mengincar mereka yang sedang tertidur pulas. Sementara aku bisa langsung tanggap dengan keadaan yang ada di sekitarku bahkan di saat aku sedang tertidur dengan nyenyak.

Kembali lagi ke suara denting jam itu saat tengah malam. Ya, TENGAH MALAM ! Suara itu sukses membuat mataku menjadi segar kembali. Di saat seperti ini, biasanya dengan malas aku akan keluar kamar, menuju dapur dan membuat segelas susu hangat yang biasanya sangat manjur untuk membuatku tidur kembali. Tapi, lagi-lagi cara tersebut tidak ampuh saat aku berada di rumah kakek ini. Sudah 3 malam berturut-turut aku selalu terbangun tengah malam tanpa bisa memejamkan mata kembali, walaupun aku sudah mencoba untuk meminum susu hangat yang sudah aku buat.

Di malam ke 4 di rumah kakek ini, entah mengapa aku sedikit merasakan gelisah dan takut berada di dapur sendirian. Tidak biasanya aku seperti ini. Aku, terkenal sebagai wanita pemberani di manapun aku berada. Bagaimana untuk hal mistis? Jujur saja aku tidak percaya akan hal-hal seperti itu. Mungkin karena terpengaruh oleh  jaman dan lingkungan tempat tinggalku yang berada di ibukota, jadi jika ada hal yang menurut orang lain itu adalah perbuatan "mereka", aku akan menepis dan berfikir secara logis sesuai dengan apa yang aku yakini.

Aku masih terdiam duduk sendirian di dapur rumah kakek. Rumah ini benar-benar terasa sunyi, ditambah lagi suasana di luar sana sedang hujan dan petir yang menyambar-nyambar, yang suaranya bisa membuat ciut nyali siapapun. Tapi tunggu dulu, aku tidak takut dengan suara petir itu. Tidak ada dalam kamusku aku takut dengan suara-suara petir, gemuruh atau sejenisnya. Nyaliku tiba-tiba menjadi ciut karena tidak sengaja aku mendengar seperti suara seorang wanita yang sedang bersenandung. Entah sedang bersenandung lagu apa, tapi yang jelas ditelinga ku terdengar sangat lirih seperti seseorang yang sedang menangisi nasib dirinya sendiri. Aku menajamkan telinga ku kembali. Suara itu terdengar benar-benar sangat asing. Ini seperti suara seorang wanita dewasa,  ya aku sangat yakin itu. Tapi pertanyaannya suara siapakah itu? Sementara di rumah ini, tidak ada lagi wanita selain aku, nenekku,  dan Si Mbok, orang yang dipercayai kakekku untuk membantu mengurusi rumah ini. Sisanya hanya ada kakek, Mas Hanif kakak sepupuku, dan Pak Slamet tukang kebun sekaligus penjaga rumah kakek. Suara Si Mbok? Ah rasanya tidak mungkin. Suara Si Mbok sudah terdengar parau khas para orang tua, dan rasanya jika memang benar itu suara Si Mbok, tidak akan mungkin terdengar sampai ke area dapur ini.

Si Mbok dan Pak Slamet adalah sepasang suami istri dan kamar mereka berada di bagian belakang rumah terpisah dari rumah utama. Jadi rasanya hal yang mustahil bukan jika suara itu berasal dari rumah belakang, mengingat jaraknya yang lumayan jauh (karena tanah untuk rumah kakekku ini sangat luas). Aku sebenarnya sangat penasaran dan berniat untuk mencari tau suara siapa itu. Tapi, baru saja ingin beranjak dari kursi makan, tiba-tiba lampu dapur menyala dan ternyata kakekku sudah berdiri di depan ku.

"Belum tidur, nduk?" Tanya kakekku.

"Belum mbah, tadi kebangun terus ga bisa tidur lagi." Jawabku.

Aku merasa aneh kembali, tiba-tiba suara itu menghilang tepat ketika kakekku datang menghampiriku. Melihat mimik mukaku yang seperti memikirkan sesuatu, kakek bertanya kembali "Ada apa nduk? Kok kayak orang bingung begitu?"

"Ga ada apa-apa mbah, cuma tadi pas Sarah lagi duduk sendiri disini, Sarah denger ada suara perempuan lagi nyanyi. Ga begitu jelas nyanyi apa tapi kayaknya sedih banget gitu."

Terlihat sekali mimik muka kakek yang tiba-tiba berubah menjadi tegang seperti terkejut mendengar penjelasanku. "Kenapa mbah?" Tanyaku kembali ke kakek.

"Gak apa-apa nduk. Udah sekarang tidur, kamu masuk kamar. Ga bagus anak gadis jam segini masih begadang!" Perintah kakek kepadaku.

Aku menuruti perintah kakek untuk segera masuk ke kamar dan kembali tidur. Tapi nyatanya, aku tidak bisa langsung memejamkan mata kembali. Disini, aku telah duduk diatas kasur sambil memainkan handphoneku dan mengecek email kerjaan. Malam itu terasa sangat sunyi bahkan di dalam kamarku ini. Kamar dengan interior yang kuno, cukup membuatku bergidik pada malam ini. Entah mengapa, setelah aku kembali masuk kamar, suasana mencekam menjadi berlipat-lipat kurasakan. Ditambah lagi suara denting jam di setiap detiknya menambah kesan angker malam ini. 

Aku menarik nafas dan mencoba menajamkan telingaku karena saat ini aku mendengan suara itu lagi. Aku mendengar suara wanita sedang bersenandung disekitar kamarku, tepatnya dibalik tembok kamar.

Ma Ga Ba Tha nga kang akhire..

Bareng murka sukma raga pagete..

Mangsuli crita kebak reronce..

Ala becik dadi sanguine..

Neraka apa suwarga dununge..

Seketika bulu kudukku merinding mendengar lirihan suara itu membuatku lemas sampai tak sanggup menggeser badanku sedikit saja. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati, berharap teror ini segera berakhir hingga akhirnya tak kudengar lagi suara misterius tersebut. Hanya sebentar, tapi cukup membuatku lemas bahkan ingin menggeser sedikit badanku saja aku tidak bisa. Setelah dirasa aman, segera aku memasukkan seluruh badanku ke dalam selimut untuk tidur tanpa mematikan lampu kamar. Badanku masih gemetar. Tanganku tetap menggenggam handphone untuk berjaga-jaga jika suara itu muncul kembali aku segera menelepon Mas Hanif di kamar sebelah agar lekas ke kamarku menemaniku sampai pagi menjelang.

                 ***********

Desa Sukajadi, 1958.

Terlihat seorang remaja laki-laki berpakaian seragam sekolah menengah atas yang sedang berlari terburu-buru karena mengejar waktu untuk sampai ke sekolahnya di desa sebelah. Dia bahkan sampai tidak memperdulikan sapaan beberapa warga yang bertemu dengannya di jalan karena terlalu fokus berlari demi untuk mengikuti ujian akhir di sekolahnya dengan tepat waktu.

"Permisi..permisiii..air panas!!!! Air panas!!!" Teriaknya jika ada yang tidak sengaja menghalangi arahnya berlari.

"Astaghfirullah!! Bocah dasar, ngagetin orang tua aja!!" Teriakan balasan dari ibu-ibu yang hendak pergi ke sawahnya.

"Hahahaha, maaf bu! Udah telat soalnya!" Teriak remaja tersebut lagi sambil berlari.

Jarak dari desa tempat dia tinggal sampai dengan sekolah nya cukup jauh sehingga menyita banyak waktu. Di tambah lagi, dia yang berasal dari keluarga sederhana sehingga memaksanya untuk berjalan kaki setiap hari ke sekolah. Sepeda hanya menjadi barang mewah baginya saat itu karena pekerjaan kedua orang tuanya yang hanya menjadi buruh penen untuk sawah milik para tuan tanah di tempatnya tinggal. Baginya, bisa makan setiap hari dan bisa bersekolah hingga lulus menengah atas itu sudah merupakan kemewahan tersendiri, karena dengan dia lulus sekolah, dia bertekad untuk memperbaiki kehidupan keluarganya dan membahagiakan kedua orang tuanya.

Setelah menempuh perjalanan yang hampir memakan waktu selama dua jam dengan berjalan kaki, dia pun sampai di sekolahnya dengan seragam yang mulai terlihat kusut dan basah oleh peluhnya sendiri. Di lihatnya para siswa dan guru yang masih berdatangan ke sekolah, ternyata dia belum terlambat untuk datang. Dia lalu berjalan menuju kelas yang digunakan untuk ruang ujian dengan langkah yang pelan karena lelah terus berlari sepanjang jalan dari rumahnya ke sekolah.

Kelas tersebut berada di ujung lorong, dekat dengan ruang penyimpanan alat-alat olahraga dan melewati sebuah taman kecil. Terlihat beberapa siswa yang sedang sibuk membolak-balik kan halaman buku bacaannya untuk mengulang beberapa mata pelajaran yang akan diujikan oleh sekolah.

"Eh, Di kesini!" Terdengar teriakan seorang siswa laki-laki dari bangku taman yang memanggil namanya.

Dia pun menoleh ke arah suara teriakan tersebut, di lihatnya semua teman-temannya tengah berkumpul di taman tersebut. Dia lalu membelokkan kaki ke arah taman untuk menyusul teman-temannya.

Namun,

Duggg…

"Awwww!!!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status