Sinar matahari masuk ke kamar menerpa wajahku. Tak terasa ternyata aku tidur cukup lama. Ya, bagaimana tidak lama, setelah kejadian tengah malam tadi baru menjelang subuh aku bisa memejamkan mata ini. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi dalam kamarku. Walaupun sudah siang hari, tapi air di daerah sini tetap dingin. Segar sekali rasanya. Setelah selasai mandi dan mengenakan pakaian santai, aku segera keluar kamar untuk menyapa kakek dan nenekku dan menuju meja makan untuk mengisi perutku yang mulai keroncongan.
Sedang asiknya menikmati makan, tiba-tiba nenekku datang. "Tumben kamu bangun siang, ga bisa tidur?" Tanya nenek.
"Lumayan nek, masih adaptasi sama suasana disini." jawabku menutupi kejadian semalam.
"Loh, tapi kan udah 5 hari kamu disini nduk. Masa masih belum bisa adaptasi."
Aku menghela nafas mendengar pernyataan nenek barusan. Nenekku ini memang tipe orang yang sangat penasaran dengan hal apapun, apalagi jika beliau belum mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakannya, bisa terus dicecar dengan pertanyaan tanpa henti sampai nenek merasa puas. Beda sekali dengan kakekku yang sangat sabar, bijaksana, dan penyayang. Sepertinya memang benar, jika jodoh manusia itu harus bisa saling melengkapi. Dalam hal ini, kakekku yang melengkapi semua hal tentang nenek. Untung saja sifat buruk nenek yang satu itu tidak ada yang menurun ke kita semua, para anak dan cucu.
"Kok nenek tanya malah ga dijawab?" Tuh kan benar, masih saja nenek menanyakan hal ini.
"Nenek kan itu bukan nanya, tapi bikin pernyataan. Bingung jadinya Sarah mau jawab apa." Jawabku memberi alasan.
"Nenek tadi nanya, kamu kenapa semalem ga bisa tidur? Kan udah 5 hari disini masa masih ga betah?"
"Oh itu, mmmm, iya kurang betah aja nek. Ga biasa suasana malam disini. Terlalu sunyi. Jadinya semalem Sarah main handphone sampai ga terasa mau menjelang subuh." Jawabku akhirnya memberi alasan.
"Yaudah, kamu lanjutin deh makanmu. Nenek mau ke depan dulu."
Fyuuhh, lega hatiku. Akhirnya nenek berhenti menanyakan masalah semalam lagi. Jujur, sebenarnya aku kurang begitu nyaman dengan nenekku sendiri. Entah kenapa, aku merasa nenek itu terlalu arogan, ambisius dan kurang bisa menunjukan rasa sayang untuk kita anak cucunya. Jadi, kami semua lebih dekat ke kakek. Ada masalah keluarga, langsung minta nasihat kakek agar bisa dicarikan jalan keluarnya.
Setelah selesai makan, aku langsung ke dapur mencari Si Mbok. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan ke beliau termasuk kejadian tadi malam. Aku penasaran, apakah selama tinggal di rumah kakek, Si Mbok dan Pak Slamet sering mendengar suara dari seorang wanita yang sedang menyanyi di tengah malam? Jika benar seperti dugaanku, aku akan segera mencari tahu ada misteri apa dibalik ini semua. Sebenarnya ini sama sekali bukan diriku yang percaya dengan hal-hal misterius seperti ini, tapi entah kenapa kali ini aku merasa harus menemukan jawabannya karena aku mempunyai firasat, semua ini berhubungan dengan orang dalam keluarga besarku.
Aku melihat Si Mbok sedang membersihkan dapur, segera ku hampiri beliau dan menepuk pelan pundaknya.
"Astaghfirullah, Ya Allah!!!" Teriak Si Mbok kaget.
"Hahaha, maaf mbok. Kaget ya?" Aku hanya terkekeh melihat reaksi Si Mbok.
"Ya ampun Non Sarah, ngagetin Si Mbok aja. Ada apa non?"
"Gak apa-apa mbok. Ngomong-ngomong sibuk ga?"
"Ga sih non, ini udah selesai. Non Sarah ada perlu sama mbok?"
"Sedikit, ada yang mau Sarah tanyain ke mbok."
"Boleh, tanya aja non."
"Mbok, suka denger suara cewek nyanyi gak kalau tengah malam disini?"
"Cewek nyanyi? Ah, nggak non. Si Mbok ga pernah denger suara aneh-aneh disini apalagi suara cewek nyanyi tengah malam. Kenapa gitu non?"
"Gitu ya mbok. Hmm, Sarah kasih tau tapi mbok jangan bilang siapa-siapa dulu ya. Semalem Sarah denger ada cewek nyanyi disini, tengah malam mbok. Habis itu, suaranya pindah ke dekat kamar Sarah, baru hilang menjelang subuh, makanya Sarah bangun kesiangan ini, karena baru bisa tidur habis suara itu hilang." Jelasku panjang ke Si Mbok.
"Hiii, Non Sarah jangan nakutin Si Mbok gitu ah. Si Mbok ga pernah denger suara itu, jangan sampai denger deh non". Jawab Si Mbok sambil bergidik.
"Hahaha, hayooo takut ya? Hayooo hati-hati loh nanti malam Si Mbok di datengin terus dia nyanyi di kuping mbok." Jawabku menakuti Si Mbok sambil menampilkan ekspresi seram.
"Ah non, jangan gitu ah. Udah mbok mau lanjut dulu ini, mau siapin bahan-bahan masakan buat di masak nanti sore."
"Oke mbok, hahahaha."
Aku segera keluar dari dapur dan menuju ke halaman belakang untuk bersantai. Di sana, aku menuju ke arah ayunan besi yang berada di dekat kolam ikan. Aku asyik melihat ikan-ikan peliharaan kakek yang berisi Ikan Mas dan Ikan Koi. Sedang asik melihat ikan, ternyata Mas Hanif sudah ikut duduk di dalam ayunan besi.
"Dor!!! Bengong aja!" Teriak Mas Hanif mengagetkanku.
"Ih mas ngangetin aja deh." Ucapku sambil mengelus dada.
"Salah sendiri ngapain bengong, masih siang juga. Kenapa sih dek?"
"Gak apa-apa mas, lagi mikirin sesuatu aja."
"Mikirin apa? Siapa tau mas bisa bantu."
Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku akan memberitahukan Mas Hanif tentang hal semalam.
"Semalam, Sarah denger suara cewek nyanyi mas. Suaranya lirih banget, kayak orang lagi sedih gitu. Bikin merinding dengernya,hiii."
Mendengar jawabanku membuat Mas Hanif malah tertawa kencang.
"Hahahaha, kamu takut? Loh kok jadi penakut begini? Katanya pemberani." Cibirnya.
"Hfft, Mas Hanif mau ngasih solusi atau ledekin sih? Kalau cuma ledekin mendingan masuk ke dalam aja sana." Usirku dengan sebal.
"Oke-oke maaf, hehehe. Mas Hanif serius deh sekarang. Ayok lanjut lagi, semalem maksudnya nyanyi gimana?"
Akupun menceritakan hal semalam tanpa terlewat sedikitpun. Mas Hanif mendengarkan ceritaku dengan serius. Sesekali ia menganggukkan kepala tanda mengerti. Hingga pada akhirnya,
"Mas tau kok dek. Beberapa kali pernah denger suara itu pas tengah malam." Ucapnya, cukup membuatku terkejut.
"Beneran mas? Pertama kali pas kapan? Terakhir kali denger kapan?" Tanyaku lagi.
"Pertama kali ya udah lupa, udah lama soalnya. Tapi kayaknya pas mas lagi buat tugas kuliah, tengah malem juga mas denger suara itu. Terakhir bulan kemarin sebelum kamu dateng ke sini." Jawab Mas Hanif.
"Mas Hanif cerita ke kakek kalau denger suara itu?"
"Awalnya, tapi kakek bilang ga ada apa-apa disini, walaupun ini rumah tua tapi kata kakek di sini ada yang jaga, jadi ga mungkin ada yang aneh-aneh di sini."
"Ada yang jaga? Maksudnya gimana mas?"
"Ya itu yang jaga, yang gak kelihatan. Mas sih iya-iyain aja saat itu. Ya mas pikir, asal ga ganggu mas, ga nampakin wujud biarin aja. Lagian kita hidup memang berdampingan toh dengan makhluk seperti itu, jadi masing-masing saja ga usah saling mengganggu."
"Tapi nyanyi tengah malam itu kan ganggu mas."
"Buat kamu ganggu, buat mas sih gak. Hahahaha."
"Ih sebel ah!" Jawabku sambil memukul pelan lengan Mas Hanif.
"Terus kita sekarang gimana mas? Mas gak penasaran gitu kenapa selalu tengah malam suara itu muncul?" Tanyaku kembali.
"Sebenernya penasaran. Sudah beberapa kali juga mas coba nanya ke kakek, tapi jawaban Kakek selalu sama katanya gak ada apa-apa di sini. Yaudah, akhirnya mas ambil kesimpulan kalau memang ada sesuatu hal yang kakek tutupin. Mas ga mau maksa kakek cerita, tunggu waktunya biar nanti kakek sendiri yang ceritain ke kita." Jelas Mas Hanif.
"Tapi aku tetep penasaran mas. Aku mau nyari tau sendiri kalau begitu. Aneh aja, aku ngerasa ada sesuatu hal yang terjadi dan suara itu seperti pesan buatku. Semacam meminta pertolongan begitu."
"Hahahaha, kamu. Ini seperti bukan kamu loh. Sarah yang Mas Hanif kenal itu cuek dan selalu berpikir logis akan suatu masalah, bukan malah penasaran sama hal-hal misterius kayak gini." Ejek Mas Hanif.
"Tau lah mas, aku juga bingung. Seperti ada yang mendorongku untuk mencari tau semuanya. Semoga hanya perasaanku saja." Jawabku.
"Amin.."
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.