"Mas Dedi!" Terdengar dari kejauhan suara teriakan seorang wanita yang sedang memanggil nama kekasihnya. Laki-laki tersebut sedang berada di tengah-tengah sawah milik warga yang membayar jasanya untuk membantu mengurusi sawah milik warga tersebut.
Laki-laki itu bernama Dedi Firmansyah. Seorang pekerja keras yang berasal dari keluarga sederhana. Parasnya tampan, dengan badannya yang tinggi tegap dan juga otot-otot lengan yang terlihat kokoh semakin menambah kesan maskulin yang ada di dalam diri lelaki tersebut.
Dari kejauhan, Dedi melihat wanitanya itu sedang berjalan menuju dirinya sambil membawa rantang berisi makan siangnya. Sudah menjadi kebiasaan dari wanita tersebut yang selalu membawakan makan siang untuk calon suaminya agar tidak kelaparan saat sedang bekerja.
"Tumben kamu sudah dateng jam segini, Sih?" Tanya Dedi ke wanita itu yang ternyata bernama Asih.
Asih hanya tersenyum sambil menjawab, "iya, sudah kangen sama Mas Dedi."
Dedi hanya bisa tersenyum mendengar jawaban dari kekasihnya itu. Dia lalu pergi ke pancuran air dekat sawah untuk mencuci tangan dan kakinya, sementara Asih menyiapkan makan siang untuk Dedi di saung yang berada di sawah tersebut.
"Mas, bapak nanyain mas terus, katanya kapan Mas Dedi mau dateng ke rumah buat melamar Asih?"
"Sabar ya Sih, mas ini juga lagi ngumpulin uang buat modal kita menikah nanti. Mas gak mau saat mas melamar kamu nanti, mas gak bawa apa-apa untuk hantaran ke keluarga kamu." Jawab Dedi menjelaskan.
"Mas, dari dulu Asih kan sudah bilang ke Mas Dedi kalau Asih gak mau mas merasa terbebani untuk masalah hantaran, toh selama ini Asih juga gak pernah nuntut apapun ke mas. Harta bisa di cari mas, Asih hanya butuh kesungguhan mas buat melamar Asih."
"Mas serius sama hubungan kita, Sih. Mas sayang dan cinta sama kamu. Mas mohon kamu jangan ragu atas hubungan kita selama ini."
"Asih gak pernah ragu sama mas apalagi sama hubungan kita ini. Asih percaya sama mas. Asih tunggu sampai mas benar-benar siap untuk bertemu bapak dan ibu di rumah." Ucap Asih sambil tersenyum.
Tak terasa bekal makan siang yang Asih bawa pun telah habis tak bersisa. Asih lalu membereskan sisa-sisa makanan itu dan memasukkannya kembali ke dalam rantang, setelah itu dia pamit untuk langsung pulang ke rumahnya.
Sementara Dedi sang pujaan hati, melanjutkan pekerjaannya kembali mengurus sawah milik salah satu tuan tanah di desa tersebut.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.30, Dedi segera menyelesaikan pekerjaan nya menanam padi dan setelah itu membersihkan dirinya, lalu segera pulang.
Sepanjang perjalanan dari sawah menuju rumahnya dengan bersepeda, beberapa kali terlihat dia menyapa warga desa dengan senyumnya yang khas. Saat sedang asyik mengayuh sepeda, terdengar suara laki-laki yang sedang memanggil namanya.
"Dedi!!!"
Dedi pun menghentikan sepedanya dan melihat ke arah suara panggilan itu berasal. Ternyata yang memanggil adalah tetangga samping rumahnya yang kebetulan juga baru saja pulang dari sawahnya sendiri.
"Kenapa Ko?" Tanya Dedi ke tetangganya itu yang bernama Eko.
"Kamu dicariin sama Juragan Slamet, tadi orang suruhannya juragan ada yang ke rumah nyariin kamu, tapi karena kamu ga ada jadinya nitip pesen ke bapak ibumu." Jawab Eko menjelaskan.
"Loh, ada apa ya?"
"Gak tau, mungkin mau minta tolong kamu buat ngurusin salah satu sawahnya." Jawab Eko kembali sambil melanjutkan perjalanan pulangnya.
Dedi pun ikut melanjutkan perjalanan pulang sambil kembali mengayuh sepeda. Tak lama kemudian, dia pun sudah sampai di rumah orang tuanya. Dia lalu menaruh sepedanya di halaman rumah dan masuk ke dalam rumah dengan mengucapkan salam terlebih dahulu.
Tidak terlihat bapak dan ibunya saat ini. Aahh, mungkin sedang ke rumah tetangga bantu-bantu persiapan hajatan, pikir Dedi. Memang, ada tetangga rumah Dedi yang akan menyelenggarakan pesta untuk pernikahan anaknya 5 hari lagi.
Selesai menaruh peralatan kerjanya di samping rumah, dia pun segera membersihkan dirinya ke kamar mandi dan setelah itu menuju meja makan untuk makan sore.
Malam pun menjelang, bapak dan ibunya juga sudah berada di dalam rumah tua mereka. Mereka bertiga terlibat sebuah obrolan yang sedikit serius demi masa depan seorang Dedi.
"Gimana hubungan kamu sama Asih, Di?" Tanya bapak.
"Alhamdulillah baik pak." Jawab Dedi singkat.
"Kapan kamu mau melamarnya? Jangan terlalu lama menjalin hubungan tidak jelas seperti ini nak, tidak baik, takut nanti ada fitnah." Ucap Ibu memberi nasehat.
"Dedi memang sangat ingin melamarnya secepat mungkin, bu. Tapi Dedi juga masih ingin mengumpulkan biayanya terlebih dahulu biar bapak dan ibu tidak usah ikut membantu membiayai pernikahan Dedi nanti."
"Di, kamu anak satu-satunya bapak dan ibu. Bapak tidak masalah kalau harus mengeluarkan uang untuk biaya pernikahanmu nanti. Bapak ada tabungan Di, dan itu cukup untuk biaya pernikahanmu walaupun hanya pesta sederhana yang bisa bapak wujudkan."
"Jangan pak, tabungannya buat bapak dan ibu saja. Dedi tidak mau merepotkan bapak dan ibu. Sudah, biarkan Dedi yang mengurus semuanya. Hanya tinggal sedikit lagi."
"Yasudah kalau begitu. Sekarang ayuk kita makan dulu. Makan malam sudah ibu siapkan." Ajak sang ibu ke suami dan anaknya tercinta.
*******
Keluarga itu sedang berkumpul untuk makan malam bersama di dapur rumah mereka yang masih beralaskan tanah. Terlihat masakan sang ibu yang sangat menggugah selera makan mereka meskipun hanya dengan lauk makan yang sederhana.
"Oh ya, ibu lupa, tadi ada orang suruhannya Juragan Slamet yang datang mencari kamu." Ucap Ibu memberi tahu Dedi.
"Iya bu, tadi Eko udah ngasih tau Dedi di jalan pulang tadi, katanya dia lihat orang suruhannya juragan nyariin Dedi tapi karena Dedi ga ada jadinya ketemunya sama bapak ibu. Emang ada apa bu?"
"Gak ada apa-apa, cuma mau ngasih Kerjaan ke kamu tapi masalah kerjaannya apa kamu di suruh ketemu langsung sama juragan." Jawab bapak.
"Iya pak, besok pagi Dedi ke rumahnya langsung. Kalau sekarang ke rumahnya ga enak udah kemaleman."
"Iya Di."
Setelah selesai makan malam, Dedi melanjutkan pekerjaannya kembali yang khusus dia kerjakan di malam hari yaitu mencari belut di sawah. Jika tangkapannya banyak akan dia jual, namun jika hanya sedikit yang didapatkannya maka dia jadikan untuk lauk makan di rumah.
Tidak hanya terfokus dengan satu sawah. Namun, dia berpencar mencari belut dari satu satu sawah ke sawah lainnya milik warga agar bisa mendapatkan jumlah tangkapan seperti yang diinginkannya.
Di perjalanan menuju sawah, dia bertemu dengan segerombolan pemuda yang terkenal sebagai preman kampung sedang asik meminum minuman keras sampai beberapa diantaranya sudah dalam keadaan mabuk.
"Di, sini kumpul bareng kita-kita!" Ajak salah satu pemuda itu yang terlihat sudah mulai sedikit mabuk.
Dedi hanya tersenyum dan melambaikan tangan sambil berlalu menjauhi pemuda-pemuda tersebut.
Sesampainya di sawah pertama, suasana masih terlihat sedikit ramai dan ada beberapa orang yang ternyata juga sedang mencari belut seperti dirinya. Yah, banyak orang, kalau gini caranya cuma dapet sedikit deh belutnya.. Dia pun beranjak pergi menuju sawah selanjutnya yang letaknya agak lumayan jauh dari sawah pertama ini.
Sepanjang jalan menuju sawah yang dituju, suasana terasa sedikit mencekam. Dengan hanya ditemani oleh cahaya bulan dan obor di tangan yang belum dinyalakan apinya, Dedi berjalan dengan jantung yang sedikit berdegup cepat.
Dia merasakan bahwa seperti ada yang mengikutinya dari belakang namun tidak terdengar langkah kaki dari orang tersebut. Dia pun menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah belakang, tidak didapati seorangpun di sana.
Sambil berdoa di dalam hati Dedi melanjutkan lagi langkah kakinya menuju sawah warga yang selanjutnya.
Di dalam kesunyian malam, dia berjalan hanya dengan ditemani oleh peralatan kerjanya. Tanpa dia sadari, ada sesuatu hal yang akan menghadang jalannya di depan sana dan bersiap untuk menerkamnya…
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.