Dedi tidak menyadari bahwa ada seekor ular besar yang sedang menunggu mangsa di tengah jalan yang akan Dedi lewati. Dia terus berjalan tanpa memiliki firasat apapun bahwa sedang ada bahaya yang sedang mengintai dirinya.
Tak lama lagi dia akan sampai di tujuan selanjutnya. Sawah yang berada tidak jauh dari deretan pohon-pohon pisang.
Sreeettttt…
Terdengar suara gesekan daun kering di tanah. Dedi pun menghentikan langkahnya dan menajamkan penglihatannya namun tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dekatnya.
Sreett.. Srettt..
Sstt.. Ssttt…
Suara gesekkan daun kembali berbunyi ditambah dengan suara desisan yang tentu saja langsung membuat Dedi terpaku diam di tempat. Akhirnya dia menemukan apa yang di carinya, ternyata itu seekor ular piton berukuran lumayan besar yang sedang berada di tengah-tengah jalan seolah-olah menunggu buruannya sendiri yang mendekat kepadanya.
Karena jarak antara dia dan ular itu masih lumayan jauh, maka dengan gerakan yang dibuat sehalus mungkin, dia menyalakan api obornya dengan korek api bertujuan agar ular tersebut takut pada nyala api dan akhirnya pergi meninggalkan nya.
Namun, setelah ditunggu beberapa menit, ular tersebut masih tetap bergeming di tempatnya dan seolah-olah masih menunggu kedatangan Dedi yang ditandainya sebagai buruannya.
Dedi sudah sangat cemas dan sedikit takut, bagaimana tidak, saat ini dirinya berada di area yang sudah tidak terdapat lagi rumah penduduk. Ditambah lagi hari yang sudah semakin malam, menambah kesan mencekam karena tidak ada seorang pun yang lewat di tempat ini.
Ya Allah tolong hambamu ini. Tolong selamatkan hamba dari ular itu. Siapa saja tolong datang kesini… Doa Dedi dari dalam hati, dengan keadaan tubuh yang mulai menggigil karena udara dinginnya malam kian menusuk kulit dia tetap menunggu sampai ular tersebut berlalu. Hingga tanpa dia sadari, ternyata seseorang dari arah belakang telah berjalan ke arah nya dan tiba-tiba menepuk pundaknya.
"Mas! Kok bengong?" Sapa orang itu yang ternyata adalah Wanto, tukang kebun dan tukang bersih-bersih di kediaman Juragan Slamet.
"Astaghfirullah, Wan!" Jawab Dedi terkejut.
"Lah sampeyan ngapain toh berdiri aja di sini sendirian?"
"Ssstttt…" jawab Dedi sambil jari telunjuknya menunjuk arah di depan mereka. Wanto pun mengikuti arah telunjuk Dedi dan seketika dia pun terkejut.
"Astaghfirullah, ular!" Ucap Wanto pelan, tapi tetap tidak menghilangkan aura ketakutannya.
"Gimana ini mas?" Tanya Wanto kembali.
"Kita tung….." tiba-tiba tanpa mereka sadari, ular tersebut sudah berada di dekat mereka dan buntutnya sudah berhasil membelit kaki Dedi hingga dia terjatuh.
"Astaghfirullah Mas Dedi! Tolong!!! Tolong!!!" Teriakan panik Wanto mencoba meminta pertolongan dari seluruh warga desa.
"Wanto! Tolong aku!" Teriak Dedi panik karena dia merasa ular tersebut sudah mulai akan membelit seluruh badannya. Dia pun berusaha menenangkan diri dan tidak terlalu terlihat panik agar tidak membuat ular tersebut terkejut dan bertambah marah, sehingga akan berakibat fatal untuk diri Dedi.
Wanto sambil tetap berteriak meminta tolong, membantu melepaskan belitan ular tersebut dengan cara memukulinya menggunakan batu-batu besar yang ada di sekitar situ. Namun, hal tersebut justru malah membuat si ular menjadi marah, dengan bagian ekor yang membelit stengah badan Dedi, kepala ular itu menghadap ke arah Wanto dan menunjukkan ekspresi memburu. Mungkin ular tersebut juga menganggap bahwa Wanto adalah mangsa selanjutnya.
Di tengah rasa ketakutan mereka berdua, tiba-tiba datang 2 orang laki-laki berperawakan tinggi besar yang membawa kayu di tangan dan langsung berlari menuju ular tersebut. Mereka membantu Dedi melepaskan diri dari ular itu dengan cara menusuk mata ular tersebut dengan pisau kecil yang dibawa oleh salah satu dari mereka.
Wanto dan pria satu nya lagi terus memukuli badan ular itu dengan senjata apapun yang ada di dekat mereka saat ini. Dedi ikut memukuli badan ular tersebut dengan tangan kosong karena kedua kakinya yang sudah berada di dalam belitan ular itu. Dedi merasa saat ini sekujur badannya sudah mulai melemas, entah karena belitan ular tersebut atau karena dia terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk melepaskan diri dari jeratan ular ini.
Akhirnya setelah membutuhkan waktu beberapa jam untuk membunuh ular tersebut, ular itupun mati karena kepalanya yang terus di pukuli dengan batu besar setelah sebelumnya kedua mata ular tersebut sudah di tusuk oleh salah satu dari kedua pria itu.
Dedi pun berhasil keluar dari belitan ular dengan kondisi yang sangat lemas. Dia tidak mampu lagi untuk berjalan. Akhirnya, dengan kesepakatan bersama, Dedi pun dibawa kerumah Juragan Slamet malam itu.
Rumah sang juragan yang tidak terlalu jauh dari tempat kejadian menjadi salah satu alasan mereka untuk membawa Dedi ke sana.
Dengan badan yang di topang oleh kedua laki-laki berperawakan tinggi besar itu, mereka berjalan menuju rumah Juragan Slamet. Sepanjang perjalanan tidak ada satupun yang berbicara. Mereka berempat hanya terdiam dengan pikirannya masing-masing.
Tak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah sang juragan. Di dudukannya Dedi di kursi teras rumah, lalu Wanto segera ke dapur untuk memberi minum Dedi.
Sementara kedua pria tinggi besar itu yang ternyata bernama Agus dan Fakhri, menemani Dedi di teras sambil sesekali menghembuskan asap rokoknya.
"Kok bisa sampeyan ketemu ular besar tadi mas?" Tanya Agus.
"Aku tadi lagi jalan mau ke sawah yang dekat kebun pisang itu, ternyata ga jauh dari situ sudah ada ular yang terdiam di tengah-tengah jalan, awalnya aku juga ga lihat. Kaget aku pas tau itu ular sebesar itu. Hiiii." Jawab Dedi sambil bergidik ngeri.
"Untung sampeyan ga di lilit sampai leher mas, kalau sampai situ bisa lewat sampeyan, udah ga bisa kita tolongin lagi." Kali ini Fakhri yang mengajak ngobrol Dedi.
"Iya mas, untungnya juga tadi aku ketemu Wanto di jalan. Kalau Wanto ga lewat jalan situ, entah bagaimana nasibku mas."
"Iya, pinter emang si Wanto ngecoh si ular biar kepalanya terus menghadang dia, bikin pecah fokus si ular jadi belitannya di kaki mu ga sampai kencang banget."
Tak lama Wanto pun datang dengan di ikuti sang juragan yang membuat ketiga laki-laki di depan teras seketika berdiri memberi hormat kepada Juragan Slamet.
"Assalamualaikum, Juragan." Salam mereka serentak.
"Walaikumsallam. Loh ada kamu Di? Kamu kenapa datang ke sini malam-malam?" Tanya Juragan Slamet yang ikut bergabung bersama mereka dan mempersilahkan mereka duduk kembali.
"Maaf juragan kalau saya lancang menumpang istirahat sebentar di sini, barusan saya habis terkena musibah." Jawab Dedi dengan menundukkan kepala.
"Ya ya, gak apa-apa. Emang kamu kenapa sampai datengnya bisa bertiga sama mereka?" Tanya juragan kembali.
"Maaf juragan, tadi di jalan saya di hadang seekor ular besar dan ular itu berhasil membelit kaki saya, untung saja saya bertemu dengan mereka bertiga sehingga mereka membantu saya melepaskan diri dari belitan ular tersebut."
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu."
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu." Kata Juragan Slamet menawarkan pekerjaan kepadaku. "Kalau boleh tau kerjaan apa, juragan?" Tanyaku. "Kamu mandorin sawahku yang ada di utara desa, luasnya kurang lebih 1 hektar. Kamu laporin kegiatan buruh di sana sama yang ngatur jam kerja mereka. Kalau tiba-tiba ada masalah di sana, kamu bisa langsung lapor ke Agus atau Fakhri, mereka tangan kananku. Nanti biar mereka yang turun tangan menyelesaikan masalahnya." Jawab Juragan Slamet menjelaskan. Jujur dari dalam hati Dedi merasa senang mendapatkan tawaran pekerjaan dari Juragan Slamet, karena kalau untuk urusan upah pekerjanya, Juragan Slamet terkenal royal dan juga suka memberi beberapa hasil panen untuk para pekerjanya sehingga kehidupan para pekerjanya sedikit terjamin. Namun di balik itu semua, Juragan Slamet terkenal juga
"Berhenti kalian di situ!" Teriakkan teman Mas Hanif mengagetkan kami bertiga.Terlihat orang itu menatap lurus ke arah kami sambil menggerakkan mulutnya seolah-olah sedang merapalkan sebuah doa atau mantra untuk mengusir sesuatu yang tidak terlihat."Kenapa Gas?" Teriakkan balasan dari Mas Hanif yang bingung melihat tingkah laku temannya itu.Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terlihat matanya yang masih menatap tajam ke arah tempat kami berdiri. Suasana malam yang sunyi semakin menambah kesan mencekam. Sesekali terdengar suara lolongan anjing dari kejauhan. Padahal ini masih belum terlalu larut dan jalanan menuju arah rumah temannya Mas Hanif ini masih sangat ramai dengan segala macam aktivitas manusia di sana. Tapi entah mengapa hanya di tempat ini saja tiba-tiba suasana menjadi terasa sangat menakutkan."Alhamdulillah sudah pergi. Ayo sekarang kalian masuk ke dalam dulu." Aj
"Gue akan lakukan mediasi." Bagas pun menerangkan apa yang dimaksud dengan mediasi dan menjelaskan rencana-rencana selanjutnya untuk membantu memecahkan misteri dan menghilangkan teror yang terjadi selama ini."Jadi maksud lo, salah satu dari kita harus bersedia jadi mediatornya?" Tanya Mas Evan setelah mendengarkan penjelasan dari Bagas."Iya, kalau bisa antara lo sama Hanif. Jangan Sarah, kasian soalnya. Biasanya setelah mediasi badan capek dan sakit." Jawab Bagas enteng seperti tanpa beban. Mas Evan dan Mas Hanif langsung terkejut mendengar kalimat terakhir dari Bagas. Karena ini adalah pengalaman pertama mereka bersinggungan dengan hal gaib secara langsung, maka mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah menjadi seorang mediator untuk makhluk astral."Lah ada efek juga setelahnya?" Tanya Mas Hanif memastikan."Iya lah, namanya badan manusia dipinjem sebentar buat diisi sama setan, na
"Sstttt, tante jangan lihat-lihat ke arah luar ya. Tante juga jangan pergi tugas besok, udah di rumah aja." Katanya dengan mimik muka yang terlihat seperti orang ketakutan.Aku terdiam sambil menatap anak itu yang ternyata adalah seorang anak laki-laki dengan paras yang tampan. Namun, selain mimik mukanya yang terlihat seperti sedang takut akan suatu hal, kulihat juga bahwa wajah anak tersebut sangat pucat seperti orang yang sedang sakit."Hai, siapa nama kamu? Orang tua kamu kemana?" Tanyaku dengan ramah."Aku Aldi. Orang tua ku ada di luar sana, lagi berdiri di bawah pohon besar samping mobil itu." Jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil yang ternyata itu adalah mobil kami bertiga.Aku melihat ke arah sana, dan tidak melihat siapapun yang berdiri di bawah pohon besar itu."Gak ada siapa-siapa dek di sana." Kataku kembali."Ada kok tante, mama papa ku lagi li
"Nak, bangun udah jam 5 subuh, sholat dulu!" Terdengar suara papa membangunkan diriku yang sedang tertidur dengan sangat pulas karena baru sempat tertidur selama dua jam."Iya pa, udah bangun ini." Jawabku dengan merenggangkan otot-otot di sekujur tubuhku. Aku lalu beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan setelah itu melakukan sholat subuh.Sholat wajib dua rakaat telah aku tunaikan dan kembali aku duduk di atas kasur untuk mengecek kembali beberapa barang bawaan yang akan aku bawa dalam perjalanan tugas hari ini.Setelah beberapa kejadian aneh tadi malam di restoran cepat saji dan hanya diriku saja yang mengalaminya, pagi ini aku merasa perasaanku sedikit rileks karena tidak mengalami mimpi apapun di dalam tidurku, sehingga walaupun hanya sempat tertidur selama dua jam saja, aku tetap merasa nyaman dengan diriku sendiri.Selesai mengecek beberapa barang bawaan, aku
Kediaman Kakek dan Nenek…"Kamu ngapain dateng ke sini? Ayo pergi sekarang, nanti takut suamiku lihat." Usir Nenek Kemala dengan sedikit kasar kepada tamunya."Kamu gak kangen denganku, Kemala?" Tanya laki-laki tersebut sambil tersenyum smirk.Penampilannya masih terlihat gagah di usia nya yang sebaya dengan Kakek Dedi meskipun mukanya tidak lebih tampan dari kakek, tapi tetap saja masih bisa dikategorikan sebagai lelaki yang mempunyai wajah cukup tampan."Kangen kamu? Jangan mimpi kamu!" Jawab Nenek Kemala dengan sinis."Hahahaha, kamu masih belum berubah juga ternyata Kemala. Ingat, aku masih memegang semua rahasia kelam mu selama ini." Ancaman dari laki-laki itu tentu saja membuat Nenek Kemala menjadi kelabakan. Dia tidak ingin rahasia yang selama ini disimpannya rapat-rapat menjadi terbongkar karena pria yang ada di hadapannya saat ini."Jangan kur
Sarah POV.Tok tok tok."Permisi pak." Aku membuka pintu ruangan kerja Pak Rafli dan meminta izin agar di perbolehkan masuk oleh beliau."Oh Sarah, mari masuk."Aku segera masuk ke dalam ruang kerjanya yang terlihat sangat rapi dengan penempatan barang yang tidak terlalu banyak sehingga membuat kesan luas untuk ruangan yang tidak terlalu besar ini."Silahkan duduk." Perintah Pak Rafli sambil menunjuk kursi yang ada di hadapannya.Aku lalu duduk di kursi yang ditunjuk oleh beliau. Dengan perasaan yang sedikit cemas, aku menebak-nebak untuk apa aku dipanggil ke ruangan Pak Rafli. Aku takut jika pemanggilan ini dikarenakan sikap Andre tadi yang membuat Pak Rafli menjadi tidak suka terhadap kami berdua."Mmm, kalau boleh tau ada apa bapak memanggil saya ke sini?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana yang mendadak terasa sunyi.
Author POV.Sarah merasa sangat ketakutan saat ini karena hantu wanita tersebut sedang berada tepat di belakang sarah. Suasana di dalam lift berubah menjadi mencekam, di tambah hanya ada Sarah dan Joseph saja yang berada di dalam lift beserta si hantu wanita."Sarah darling, kok ini lift turun nya lama banget ya? Biasanya cepet dari lantai kita ke lantai bawah." Tanya Joseph kepada Sarah. Terlihat dari ekspresi wajah nya bahwa dia juga sedang ketakutan seperti Sarah.Tidak terdengar jawaban dari mulut Sarah sehingga Joseph pun menghadapkan tubuhnya ke hadapan Sarah yang berada di sisi sebelah kanannya."Loh Sarah, yey kenapa? Masih ga enak badan?" Tanya Joseph kembali. Dia heran melihat tampilan wajah Sarah yang menjadi sedikit pucat dengan kejing yang mengeluarkan banyak keringat."A-aku gak apa-apa kok." Jawab Sarah dengan terbata-bata.Hantu itu masih bera