Share

2. Tahu Crispy

"Mbak, sepertinya baju saya yang motif macan tutul ada di sini ya? Soalnya baju Mbak terbang ke teras rumah saya juga." Ayu menunjukkan baju motif macan tutul yang sudah kering ada di tangannya.

Tebakanku benar, baju macan tutul ini adalah milik Ayu, sedangkan punyaku yang kini masih berada di tangan Ayu.

"Ini sudah saya setrika, Mbak, saya juga gak tahu tadi, main ambil saja dari teras. Saat mau saya gantung, kenapa berbeda? Maaf ya, Mbak!" Ayu pun memberikan baju macan tutul yang sudah rapi setrika dan wangi pula.

"Ya ampun, Ayu, maaf ya. Baju kamu ada di ember cucian, baru mau saya kucek, ini masih di ember." Aku pun menunjukkan rendaman kain macan tutul yang sama pada gadis itu.

"Gak papa, Mbak, biar saya kucek di rumah saja. Saya pinjam dulu embernya ya, nanti saya kembalikan, permisi." Aku pun mengangguk, lalu menutup pintu setelah Ayu kembali berjalan menuju rumahnya.

"Benar, Bang, itu baju Ayu," kataku pada Bang Ramon sembari menyimpan baju yang sudah rapi ke dalam lemari.

"Bang, kenapa?" Kulihat Bang Ramon tergugu di tempat tidur dan tidak menyahut ucapanku.

"Gak papa, Abang mau mandi dulu ya."

"Mandi bareng yuk!" Aku pun bersemangat menarik lengan lelaki kesayanganku itu masuk ke kamar mandi.

Bang Ramon tidak banyak bicara lagi setelah kami mandi bersama. Suamiku itu juga tidak keluar rumah untuk menikmati secangkit kopi dan mengisap sebatang rokok. Biasanya, sehabis makan malam, ia pasti duduk di teras, berbincang dengan para suami tetangga yang senang berkumpul di teras rumahku. Tepatnya rumah peninggalan mertuaku.

Selesai mencuci piring bekas makan, aku pun duduk di samping Bang Ramon untuk menemaninya menonton televisi. Risoles pemberian Ayu kembali aku hidangkan dengan segelas air putih hangat.

"Abang gak enak badan? Kenapa diam saja?" tanyaku sambil memperhatikan raut wajahnya.

"Gak papa, memangnya kenapa?" tanyanya balik.

"Tumben gak cerewet. Tumben juga gak nongkrong di depan sama Bapak-bapak."

"Lagi males, Pa. Duh, mana siaran televisi tidak ada yang seru, Abang tidur saja ya. Kamu jangan lupa kunci pintu sebelum tidur." Baru aku membuka mulut untuk menjawab pesannya, Bang Ramon sudah beranjak dari tempat duduknya dan langsung berjalan masuk ke dalam kamar.

Aku menghela napas, sambil mengangkat bahu. Entah kenapa suamiku sore ini? Padahal tadi sepulang bekerja sampai kami tawuran di kamar dan kamar mandi, ia baik-baik saja. Apa karena kebanyakan? He he he... Aku merasa wajahku menghangat bila mengingat pertarungan tadi sore. Suamiku memang terbaik. Selama menikah dengannya suamiku selalu memberikan yang terbaik bagiku, baik urusan dapur, perhatian, dan yang paling utama urusan ranjang.

Setelah mengunci pintu, aku pun menyusulnya ke kamar. Ternyata Bang Ramon belum tidur, ia sedang bermain ponsel sambil bersandar pada bantal yang ditumpuk tiga baris.

"Abang mau aku kerokin? Kalau tidak enak badan, minum tolak angin, lalu dikerok, pasti besok langsung segar. Gimana?"

"Gak usah, Pa, ini juga saya mau tidur. Yuk, matikan lampunya, kita tidur sekarang." Aku masih tidak percaya dengan ajakan suamiku barusan. Setahun lebih dua bulan kami sudah menjalani biduk rumah tangga, belum pernah sekali pun ia tidur di bawah jam sembilan malam. Sekarang baru jam delapan lebih lima belas menit dan ia sudah mengajakku ke alam mimpi. Benar-benar aneh. Ada apa?

Keesokan paginya, aku selalu bangun lebih dulu. Aku memutar mesin cuci, sambil menyapu da membereskan rumah. Setelah mesin cuci berhenti berputar, aku pun pergi ke warung sayuran untuk membeli bahasa masakan.

"Pagi, Mbak," sapa Ayu dengan ramah.

"Pa... gi. " Aku kembali dibuat terdiam dengan baju yang ia kenakan. Sebuah setelan piyama berwarna merah maron, sama persis dengan punyaku di rumah. Untung saja aku tidak memakainya semalam. Kami berjalan bersisian sejak keluar dari rumah sampai di warung sayuran.

Aku memilih ikan, sayur langsung sup dan juga baso. Tak lupa tahu yang siap goreng untuk suamiku.

"Masa apa, Yu?" tanyaku berbasa-basi.

"Masak yang simple saja, Mbak. Tahu cabe garam. Saya bisa nambah berkali-kali jika masak itu. Simple tapi nikmat. Coba saja Mbak, siapa tahu suami suka. Apalagi buat sarapan gini."

"Cara masaknya?" tanyaku penasaran.

"Cuma tahu putih yang dipotong dadu besar, balut di tepung bumbu serbaguna, Teman-teman sebentar, lalu goreng. Bumbunya cuma bawang putih, cabai rawit, iris dan daun bawang, sama garam. Setelah digoreng tahunya, lalu masukan ke dalam tulisan bumbu tadi. Siap deh!"

"Wah, resep yang simpel ya. Aku mau coba juga ah!" Aku pun mengikuti resep yang Ayu ajarkan.

Saat aku sampai di rumah, Bang Ramon sedang mandi. Lekas aku mencoba resep yang diajarkan Ayu. Untunglah nasi sudah matang dan sarapan pagi ini tidak ribet. Semua sudah tertata rapi di meja makan saat suamiku keluar kamar dengan memakai seragam kerjanya.

"Wah, tahu crispi," gumamnya dengan mata berbinar. Langsung saja ia duduk dan mengambil piring. Aku membantunya mengisi nasi ke dalam piring dan juga tahu yang ku masak tadi.

Bang Ramon mengambil satu potong tahu, lalu ia masukkan ke dalam mulut.

"Hhmm... enak!" Matanya berbinar bahagia sambil terus mengunyah tahu buatanku. Aku pun tak sabar untuk mencicipi tahu crispi garam itu dan ternyata rasanya sangat enak.

"Ini tuh, tahu favorit saya, Pa. Simpel masaknya dan enak. Apalagi makannya dengan nasi hangat. Terima kasih, istriku," kata Bang Ramon dengan senyuman amat lebar padaku, lalu melayangkan satu kecupan di pipi kananku.

"Wah, saya harus berterima kasih tetangga nih, karena ini tadi resep dari Ayu."

Byur!

Huk! Huk!

Bang Ramon tersedak.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status