Share

Bab 418

Author: Waterverri
last update Huling Na-update: 2025-12-15 03:54:19

Maya menghela napas dalam, motif napasnya berubah—lebih padat, lebih berat, dada naik turun dengan irama yang Irwan kenali betul. Tangan Maya turun, menemukan ereksi Irwan yang menekan celananya. "Mmm... kamu udah keras banget," bisiknya, meremas pelan. "Nggak usah buru-buru, Mas...," Maya memanggil dengan nada lembut, untuk pertama kali menukar "Mas" yang dulu milik Karyo menjadi milik Irwan malam itu.

Irwan menyentak, matanya melebar. "Aku bukan Karyo," suaranya lirih, sedikit getir.

Maya mendekat, mengecup pelipis Irwan. "Aku tahu. Justru itu kenapa aku di sini." Tangannya meremas ereksi Irwan lebih kuat. "Aku mau ngerasain suami aku malam ini... aku kangen kamu, Mas..." Ia membimbing tangan Irwan lagi ke bawah, melewati perut membuncit, terus ke paha, menyapu rok tipis yang mulai lembap. "Ohhh..." Maya mendesah saat jari Irwan menyentuh celana dalamnya yang basah. "Kamu ngerasain itu? Aku basah buat kamu, Wan... Cuma buat kam

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 436

    Irwan tidak berbicara seperti suami yang diselingkuhi; dia berbicara seperti seorang pemilik yang propertinya coba dicuri. Nada suaranya yang dingin dan tanpa emosi itulah yang menghancurkan Ratih. Untuk pertama kalinya, dia melihat tindakan suaminya bukan sebagai dosa atau perselingkuhan, tapi sebagai pelanggaran batas yang absolut dalam dunia dengan aturan yang tidak ia kenal. Kengerian yang sesungguhnya bukanlah pada apa yang Karyo lakukan, melainkan pada siapa yang menjadi korbannya.Saat Ratih berdiri membeku dalam realitas barunya yang mengerikan, Irwan melanjutkan dengan nada yang lebih lembut, yang terasa jauh lebih mengancam."Dan yang paling mengecewakan, Ratih, adalah kami selalu berusaha memperlakukannya dengan baik di sini. Dia tidak kekurangan apa pun."Pernyataan itu menghantam Ratih dengan rasa malu yang baru, memperlihatkan betapa tidak bersyukurnya tindakan Karyo.Irwan kemudian mengangg

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 435

    Sore menjelang.Cahaya keemasan matahari mulai menerobos masuk dari jendela besar kamar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di lantai kayu yang mengilap. Langit Jakarta mulai berubah menjadi kanvas jingga keunguan—warna yang tidak pernah terlihat sama di desa mereka.Ratih duduk di pinggir tempat tidur, memandangi Dani yang akhirnya tertidur pulas. Jari-jarinya dengan lembut menyisir rambut anaknya yang lembab oleh keringat. Sepanjang hari, Dani tidak berhenti berlarian mengeksplorasi seluruh sudut rumah yang baginya terasa seperti istana. Setiap benda—mulai dari remote TV hingga shower kamar mandi—membuat mata bulatnya berbinar dengan keingintahuan yang tak terbendung."Kelelahan," bisik Ratih pada Karyo yang baru selesai menyusun pakaian mereka di lemari. "Ora biasa koyok ngene." (Tidak biasa seperti ini.)Karyo mengangguk sambil duduk di kursi dekat jendela. "Besok paling wis biasa. Bocah-b

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 434

    Mereka mengikuti Irwan dan Maya masuk ke dalam rumah. Dani langsung terpesona melihat interior rumah yang mewah—lantai marmer, furnitur modern, dan ruangan yang begitu luas."Omah iki luwih gedhe tinimbang sekolahan, Bu!" (Rumah ini lebih besar daripada sekolahan, Bu!) bisik Dani pada ibunya, suaranya cukup keras hingga semua orang mendengarnya.Maya tersenyum mendengar komentar itu. "Dani suka rumah ini?" tanyanya, berusaha membangun hubungan dengan anak kecil itu.Dani mengangguk bersemangat. "Ono TV gedhe banget kae!" (Ada TV besar sekali itu!) tunjuknya ke arah televisi layar datar 65 inci di ruang keluarga."Itu namanya home theater," jelas Maya dengan suara ramah. "Nanti Dani bisa nonton kartun di sana. Kamu suka kartun apa?""Upin Ipin!" jawab Dani cepat, mulai melupakan rasa malunya. "Neng kene iso nonton Upin Ipin?" (Disini bisa nonton Upin Ipin?)

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 433

    Stasiun Gambir di Jakarta memukau Dani dengan ukurannya yang besar dan keramaiannya. Matanya tak henti mengikuti setiap orang dan benda yang bergerak. Ketika mereka keluar dari stasiun, panas dan kebisingan Jakarta langsung menyambut."Pak Irwan bilang kita dijemput taksi, Dik," ucap Karyo, mengeluarkan ponselnya. Ia menelepon nomor yang diberikan Irwan, dan dalam sepuluh menit, sebuah taksi berhenti di depan mereka."Numpak mobil maneh, Pak?" (Naik mobil lagi, Pak?) tanya Dani bersemangat saat Karyo membuka pintu taksi."Iya, Le. Iki mobil sewaan kanggo neng omahe Pak Irwan." (Iya, Nak. Ini mobil sewaan untuk ke rumahnya Pak Irwan.)Begitu taksi melaju memasuki jalan-jalan Jakarta, Dani menempelkan wajahnya ke jendela, terpesona oleh gedung-gedung tinggi dan keramaian kota. Karyo sendiri masih mengingat bagaimana dulu ia pertama kali tiba di Jakarta, penuh harapan dan ketakutan.

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 432

    Stasiun Purwokerto di pagi hari selalu dipadati penumpang. Karyo berdiri gugup sambil memegang tiket, sesekali melirik ke arah Ratih yang menggandeng Dani dengan satu tangan dan menenteng tas kecil berisi barang-barang penting mereka dengan tangan lain. Sesuai instruksi Irwan, mereka hanya membawa sedikit pakaian."Dani, iki jenenge sepur. Kita bakal numpak iki nganti tekan Jakarta." (Dani, ini namanya kereta. Kita akan naik ini sampai tiba di Jakarta.) Karyo membungkuk, menjelaskan pada anaknya yang mata bulatnya melebar penuh keingintahuan."Sepur?" ulang Dani, matanya berbinar saat melihat kereta api berhenti di peron. "Gedhe banget, Pak!" (Besar sekali, Pak!)Ratih tersenyum tipis melihat kekaguman anaknya, tapi Karyo bisa melihat ketegangan di wajahnya. Semalam, setelah mereka bercinta, Ratih menangis dalam pelukannya. Bukan tangisan keras, hanya aliran air mata sunyi yang membasahi dadanya. Karyo tahu istrinya

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 431

    Setelah beberapa menit dalam posisi misionaris, Karyo tiba-tiba menarik diri dan membalik tubuh Ratih. "Ndlosor, Dik," (Nungging, Dik) perintahnya lembut.Ratih menurut, memosisikan dirinya dengan lutut dan tangan bertumpu di ranjang, bokongnya terangkat tinggi. Karyo mengelus bokong istrinya dengan apresiatif, lalu kembali memasukkan kejantanannya dari belakang."Ahhhh! Mas... jero..." (Ahhhh! Mas... dalam...) Ratih mendesah keras saat penetrasi dari posisi ini terasa jauh lebih dalam, menyentuh titik-titik sensitif yang sulit dijangkau sebelumnya.Karyo menggerakkan pinggulnya dengan keras dan cepat, suara tepukan kulit bertemu kulit terdengar jelas di kamar sempit itu. "Plok! Plok! Plok!""Hooh... teruske... Mas... enak banget..." (Iya... terusin... Mas... enak banget...) Ratih mendorong bokongnya ke belakang, menyambut setiap hentakan Karyo.Di tengah gairah yang memuncak, Karyo tiba-tiba mengingat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status